Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Sunday, December 21, 2008

Pendidikan kepioniran

Dimana pun, kapan pun, di bidang kehidupan apa pun senantiasa dibutuhkan pionir-pionir, pelopor-pelopor, perintis-perintis. Aktivitas para pionir, pelopor, perintis akan memotivasi, mendorong, menulari orang-orang yang berada di sekitarnya, di sekelilingnya untuk aktif bergerak merubah nasib, harkat, martabat, kondisi sosial ekonomi mereka. Langsung maupun tak langsung sangat dibutuhkan pendidikan kepioniran, baik formal maupun informal. Namun sayang tak pernah terlihat, tercatat dalam sejarah tentang pendidikan kepioniran dan bagaimana kurikulum pendidikannya.

Segala sesuatu umumnya dimulai oleh satu orang ahli pikir. Segala macam pekerjaan konstruktif yang diciptakan di atas dunia ini adalah hasil pekerjaan beberapa orang yang biasanya harus pula berhadapan dengan bermacam-macam tentang yang aktif dari orang banyak itu (Herbert N Casson : “Kunci Rahasia Perusahan”, terbitan w van Hoeve, Bandung, 1953:13,37).

Perubahan dan kemajuan sebuah bangsa selalu diinspirasikan dan digerakkan oleh pribadi-pribadi unggul dalam berbagai profesi dan bidang kehidupan (Komaruddin Hidayat : “Memadukan Pribadi-Pribadi Unggul”, KOMPAS, Sabtu, 4 Februari 2004, hal 7, Opini).

Di antara sosok pionir ini dapat disimak antara lain dalam buku Egon Larsen “Kisah Penemuan Dari Masa Ke Masa” (A History of Invention) (terbitan Djambatan, Jakarta, 1978), buku Trevor Horner “Bagaimana Awalnya Viagra Ditemukan, dan Mengapa Mumi Memakai Gigi Palsu ?” (Bagaimana Dunia Bekerja Dan Berakhir Dengan Menghasilkan Sesuatu) (terbitan Ufuk Press, Jakarta, 2008) (MEDIA INDONESIA, Sabtu, 13 Desember 2008, hal 15, Galeri).

Barangkali Mohammad Syafe’i dengan INS (boarding school) nya di Kayutanam, Sumatera Barat dapat dipandang sebagai pelopor, perintis, pediri pendidikan kepioniran. Namun sayang INS tersebut tak berumur panjang dan tak ada yang melanjutkan apa yang telah dirintis oleh Mohammad Syafe’i.

Tanpa munculnya pionir-pionir, mustahil terjadi kemajuan. Kemajuan itu adalah hasil dari para pionir, baik langsung, mau pun tak langsung. Di mana tak ada sang ponir, maka masyarakat tetap saja dalam ketertinggalan.

Pionir-pionir itu akan diikuti oleh orang-orang sekitar, orang-orang sekeliling dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Diharapkan kiranya ada orang-orang yang peduli agar lahir pionir-pionir di segala aktivitas bidang kehidupan.

(BKS0812151645)

Taqarrub ila Llah
(Kesalehan ritual dan kesalehan sosial)

Dalam berbagai nash alQur:an dan asSunnah, keimanan selalu dibarengi amal saleh. Ini menunjukkan bahwa keimanan yang berpangkal pada kalimat syahadat, harus diikuti dengan amal saleh sebagai konsekwensi yang dituntut oleh kalimat syahadat itu (Tabloid REPUBLIKA, “Dialog Jum’at”, 28 November 2008, hal 16, “Sedekah Roadmap”).

Dari surah al’Ashr dipahami bahwa kesempurnaan manusia itu hanya bisa tercapai dengan iman (untuk menempurnakan kekuatan ilmiahnya), dengan amal saleh untuk menyempurnakan kekuatan amaliahnya), dengan nasehat kepada kebenaran dan nasehat kepada kesabaran menghadapinya (“Madarijus Salikin” Ibnu Qayyim, terbitan Pustaka AKautsar, Jakarta, 2008:29).

Dari ayat 177 surah alBaqarah setidaknya ada 17 ciri orang yang bertakwa. Lima yang pertama adalah aspek keyakinan atau akidah (Beriman kepada Allah, Hari Kiamat, Malaikat-Malaikat, Kitab-Kitab, Nabi-Nabi), Empat lainnya amalan fardhiyah (Shalat, sabar dalam penderitaan, sabar dalam peperangan). Delapan berikutnya berupa amalan sosial (berinfaq kepada kerabat, anak-anak yatm, orang-orang miskin, musafir, peminta-minta, hamba sahaya, menunaikan zakat dan menepati janji). (Simak juga QS 4:36). Dengan demkian, maka amal sosial merupakan perwujudan nyata dari keimanan. Atau dengan kata lain, amal sosial itu juga merupakan wujud nyata taqarrub ila Llah.

Dalam setiap momentum umat Islam selalu bermuatan ibadah ritual dan sosial. Misalnya, puasa Ramadhan disempurnakan dengan sedekah. Idul Fitri digenapkan sebelumna dengan zakat fitrah. Ibadah haji dilengkapi dengan kurban (“Dialog Jum’at” REPUBLIKA, 28 November 2008, hal 16).

Secara sosiologis-antropologis, salah satu bentuk taqarrub ila Llah dengan menyantuni sesama, menyantuni fuqara-miskin Disebutkan dalam satu hadits shahih (Riwayat Muslim dari Abi Hurairah) bahwa pada hari kiamat nanti, Allah menanyai manusia : “Wahai hambaKu, Aku meminta makan kepadamu, namun kamu tidak memberiKu makan … Bila kamu memberi makan (orang yang minta makan kepadamu), niscaya kamu mendapatkan yang demikian itu (rahmat keridhaan) di sisiKu( “Madarijus Salikin” Ibnu Qayyim, 2008:541-542; Mutiara Hadits Qudsi”, oleh A Mudjab Mahali, 1980:60, pasal “Kasih Sayang dan Dermawan”; Kultum menjelang buka puasa lewat RCTI, Senin 1 Oktober 2007, 1800 oleh Quraisy Syihab).

Menyantuni sesama itu mengundang kasih sayang ridha Allah. Menyantuni sesama itu memang berat, sukar. Berkorban untuk kepentingan sesama adalah berat, sukar (simak antara lain QS 90:11-16). Yang tak mau menyantuni sesama dikategorikan sebagai pendusta agama (simak QS 107:1-3), tak percaya akan hari berbangkit (simak QS 69:33-34, 74:43-46, 89:17-20).

Wujud bentuk taqarrub ila Llah dengan menyantuni sesama terangkum dalam ayat QS 4:36 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu bapa, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya”. Semuanya tercakup, tercover pada “taqarrub ila Llah”.


Yang memberi makan yang lapar, yang memberi minum yang dahaga, yang menengok yang sakit, dikategorikan sebagai yang mendapat rahmat-ridha Allah. Sedangkan yang tsak peduli akan yang melarat, yang lapar diindikasikan sebagai yang tak peduli akan Islam (Simak antara lain QS 107:1-3, 28:76-77).

Optimisme eskatologis (harapan zaman akhir) harus diwujudkan dan dikembangkan menjadi optimisme yang kontekstual (harapan yang membumi). Kesalehan ritual harus disertai dengan kesalehan sosial. Soldaritas sosial harus diprioritaskan dari demokratisasi politik. Demokratisasi politik harus berbuah pada penghargaan kehidupan tercukupinya kebutuhan dasar manusia. Bila masih ada manusia miskin, menderita kelaparan, merasa tidak aman, itu mengindikasikan bahwa belum berkembang hidup yang demokratis (Simak KOMPAS, Sabtu, 12 Juli 2008, hal 6, Tajuk Rencana : “Solidaritas Sosial dalam Krisis”).

Islam mengajarkan agar mengarifi, memperhatikan kehidupan sesama, agar memanfa’atkan harta kekayaan untuk kepentingan bersama supaya memperoleh kebahagiaan akhirat. simaklah seruan kaum Qarun (Raja Konglomerat) kepada Qarun yang diabadikan dalam QS 28:77. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Bentuk solidaritas sosial yang lain adalah tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Termasuk ke dalam berbuat kerusakan adalah menimbulkan perubahan iklim, pemanasan global. Kerusakan tersebut berdampak pada kekeringan, bencana alam, bencana sosial. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia” QS 30:31.

Simak dan pahamilah sabda Rasulullah berikut secara siosilogis-antroplogis : “Jagalah drimu dari api neraka, walau dengan sedekah separuh dari biji kurma” (HR Bukhari, Muslim dari Ady bin Hatim, dalam “Riadhus Shalihin: Imam Nawawi, pasal “Pemurah dan Dermawan dalam Kebaikan”).

(BKS0812131745)

Putus Asa

Putus asa adalah sikon kejiwaan dalam kritis. Setiap orang bisa saja suatu saat mengalami hal itu. Namun setiap orang tak pernah tahu apa yang akan terjadi bila ia mengalami hal itu. Selama hal itu belum terjadi, setiap orang harus menanamkan pada dirinya bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh orang yang putus asa tak menyelesaikan masalah, bahkan malah bisa semakin bermasalah. Perbuatan bunuh diri, aborsi, melacur, menenggak minuman keras, main judi taklah menyelesaikan masalah. Betapapun kritisnya kondisi kejiwaan, janganlah sekali-kali melakukan perbuatan seperti tersebut. Jika terpaksa juga lakukanlah perbuatan yang lebih kecil dosanya dari perbuatan tersebut seperti mencuri, nyopet, nyolong, korupsi, bohong, dusta, khianat, dan lain-lain, meskipun perbatan ini pun tak menyelesaikan masalah.

Lebih dari itu tanamkanlah pada diri bahwa mampu mengatasi persoalan betapapun peliknya. Pasti akan dapat menemukan jalan keluar yang lebih baik dari perbuatan tersebut. Segala sesuatu akan dapat diatasi dengan penuh percaya diri. Jangan sia-siakan sikap mental percaya diri ini. Hidup ditentukan oleh sikap mental sendiri (simak “Jangan Berputus Asa”, oleh Dr A’idh bin Abdullah alQarni”, terbitan Pustaka Darul Haq, 2005)

(BKS0710030720)

Monday, December 15, 2008

Timbulnya ahli bid’ah (aliran yang menyimpang)

Salah satu ahli bd’ah adalah aliran Qadariyah. Mereka berpendapat bahwa tidak ada takdir atas perbuatan seseorang hamba. Seorang hamba itu mempunyai kehendak dan kekuatan yang terpisah dari kehendak dan kekuasaan Allah. Yang pertama kali memunculkan pendapat ini adalah Ma’bad alJuhani pada akhir-akhir masa Sahabat. Ia mengambil pendapat ini dari seorang Majusi yang tinggal di daerah Bashrah (Syaikh Muhammad bin Shalih al’Utsaimin : “Inilah aqidahmu : Petunjuk menuju jalan yang diridhai Allah”, terbitan Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, 2007:271; Romly Qomaruddin Abu Yazid : “Memahami Manhaj Islam, Membedah Ummahatul Firaq”, terbitan AlBahr Press, Jakarta, 208:47).

Akar logika berpikir ahli bid’ah (liberalisme, rasionalisme, mu’tazilah) dapat ditelusuri, disimak dari pola pikir tokohnya Abu Ali alJubba’i. Dalam suatu pertukaran pikiran, muridnya Imam Hasan alAsy’ari (260-324H) mengajukan pertanyaan : “Kalau anak kecil yang meninggal dunia (tidak masuk surga karena belum sempat mengalami hidup ta’at kepada Tuhan) berkata : Ya Rabbi, ini bukan salahku. Seandainya Kaupanjangkan umurku niscaya aku akan ta’at dan mengabdi kepadaMu seperti orang mukmin”. AlJubba’i memberikan jawaban : “Tuhan akan berkata : Jika Kupanjangkan umurmu, niscaya kamu akan berbuat maksiat (dosa) akibatnya kamu akan mendapat siksaan. Demi keselamatanmu Aku matikan kamu pada waktu kecilmu” (HN Laily Mansur, L.Ph : “Imam Asy’ari, Bina Ilmu, Surabaya, 1981:22).

Salah satu ahli bid’ah yang lain adalah aliran Jahmiyah. Aliran ini dinisbahkan (disandarkan) kepada Jaham bin Shafwan yang dibunuh oleh Salim bin Ahwaz tahun 121H. Dalam masalah sifat Allah, mereka tergolong Mu’aththilah (menghilangkan sifat Allah). Dalam masalah takdir, mereka tergolong Jabariyah. Dalam masalah iman, mereka tergolong Murji:ah. Iman itu hanya pengakuan dalam hati saja, sedangkan ucapan dan perbuatan tdak termasuk dalam keimanan (“Inilah aqidahmu”, 2007:271).

Munculnya paham aliran yang menyimpang dalam Islam

Terdapat hadis yang menyatakan bahwa umat Islam tidak akan pernah tersesat selama ia berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi (1).

Terdapat hadis yang menyatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, hanya satu golongan yang selamat (2). Hadis ini masih diperselisihkan tentang kesahihannya, jadi bersifat zhanni (nisbi), bukan qath’I (mutlak) (3).

Di dalam politik, pemerintahan, kenegaraan, kepemimpinan, yang mula-mula muncul adalah paham Khawarij, kemudian muncul paham Syi’ah.
Khawarij lebih dulu memberontak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian baru berusaha mencari alsan begi pembenaran pemberontakannya.
Sedangkan Syi’ah, pahamnya yang lebih dulu terbentuk, kemudian baru mulai mengadakan pemberontakan (4).
Jadi Khawarij, lebih dulu melancarkan aksi pemberontakannya, kemudian baru menyusun teori bagi pembenaran aksinya. Menurut teorinya, kepemimpinan seorang imam, amir, khalifah batal, kalau kebijakannya mengacu kepada ijtihad, pendapat orang, bukan langsung mengacu pada Qur:an.
Sedaangkan Syi’ah lebih dulu menyusun teori imamahnya, barulah kemudian melakukan aksi sesuai teori imamahnya. Menurut teori imamahnya, yang berhak memegang kendali pemerintahan setelah Rasulullah wafat adalah Ali bin Abi Thalib.
Baik Khawarij, maupun Syi’ah menyusun teori, pahamnya berdasarkan interpretasinya masing-masing terhadap Qur:an.

Di dalam akidah, kepercayaan muncul paham Qadariah, Jabariah, Asy’ariah, Maturidiah, dan lain-lain. Masing-masingnya menyusun teorinya berdasar pemahaman, interpretasinya pada Qur:an dan Hadis (5).

Di dalam ibadah, fikih muncul paham Hanafiah, Malikiah, Syafi’iah, Hanabilah, Zhahiriah, dan lain-lain. Masing-masing juga menyusun teori, paham, mazdhab dan metodenya berdasar interpretasinya pada Qur:an dan Hadis.

Di dalam tasauf juga muncul berbagai macam paham, seperti Naqsyqabandiah, Qadiriah, Samaniah, Syatariah, Tijaniah yang menurut Mohammad Natsir lebih bertolak pada rasa dan intuisi katimbang interpretasi, pemahaman akan Kitabullah dan Sunnah Rasul (6). Interpretasinya lebih cenderung pada signal, isyarat.

Syahrastani (479-584H) mengarang “AlMilal wan Nihal” yang menerangkan berbagai paham agama dan aliran-aliran kepercayaan samapai masa hidupnya (7). Syahrastani menyebut empat golonga besar, yaitu Qadariah, Shifatiah, Khawarij dan Syi’ah (8).

Berdasar dalal zhanni, bukan dalil qath’I, Ibnul Jauzi (wafat 597H) melihat ada enam golongan pokok yang masing-masing terpecah menjadi dua belas golongan, sehingga seluruhnya berjumlah tujuh puluh dua golongan. Keenam golongan pokok itu ialah : Haruriah, Qadariah, Jahmiah, Murjiah, Rafidhah, Jabariah (9).

Dalam Sahih Bukhari pada “Kitab alFitan” terdapat hadis-hadis tentang tanda-tanda hari kiamat (10) dan sifat-sifat dajjal (11).

Dalam Sahih Bukhari pada “Kitab alIman” terdapat hadis tentang testing, pengujian untuk membedakan antara Nabi dan yang bukan, menurut versi Heraklius (Herkules ?).

MUI Pusat merinci sepuluh kriteria untuk membedakan paham aliran yang sesat dan yang bukan sesat (12).

Di Indonesia kini marak muncul paham aliran baru. Masing-masing menyusun teori berdasar interpretasinya terhadap Qur:an untuk pembenaran pahamnya.

HM Amin Djamaluddin, Hartono Ahmad Jaiz dengan LPPInya (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) aktif menyoroti, mengkaji, menggugat paham aliran sesat.

Ahmadiah, alQadiyah menggunakan hadis tentang turunnya Nabi Isa, turunnya Imam Mahdi, dan ayat Qur:an tentang naaiknya Nabi Isa (QS 3:55) menurut interpretasinya dalam menyusun teorinya, bahwa kedatangan alMasuh alMau’ud itu sudah disebutkan dalam Kitab Suci terdahulu, dan dialah alMasih alMau’ud itu (al masih adDajjal).

Untuk menguatkan pendiriannya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi, dan dialah Nabi Isa alMasih yang dijanjikan akan turun di akhir zaman, Kaum Ahmadiyah menguatkan pendapat bahwa Nabi Isa telah mati. Namun orang yang berpendapat bahwa Nabi Isa alMasih telah mati, bukanlah berarti bahwa orang itu telah menganut paham Ahmadiyah, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Musthafa aMaraghi, Mahmud Syaltut, Abdul Karim Amrullah (“Tafsir AlAzhar”, III, hal 185, simak juga : “AlQadyany wal Qadyaniyah, oleh Abu Hasan Ali alHasani anNadwi.

Syi’ah menggunakan hadis tentaang turunnya Imam Mahdi, serta mengarang-ngarang tentang kesuperan Ali bin Abi Thalib dalam mengembangkan teori imamahnya.

Inkarus Sunnah, alQur:an Suci menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dalam menyusun teori, pahamnya.

Hidup Dibalik Hidup (HDH) mengingkari bahwa Nabi Muhammad saw dikurniai Allah wewenang untuk mengajukan syafa’at bagi ummatnya nanti pada hari Hisab.

Islam Jama’ah juga menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis dalam menyusun teori, paham manqulnya.

Mahaesa Kurung alMukarramah juga menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis dalam menyusun, mendukung teori, paham spiritualnya. Ia punya website, situs sendiri.

Wahidiah juga menyusun teori, paham spiritualnya menggunakan interpretasinya terhadap Qur:an dan Hadis. Menurut teorinya, olah batin (spiritual) itu mengacu dan mengikuti ungkapan, slogan, semboyan “Lillah-Billah, LirRasul-BirRasul, LilGhauts-BilGhauts”. Tunduk, patuh, setia pada alGhauts, karena ia punya wewenang memberikan syafa’at (13). Wahidiah juga punya situs sendiri.


Simak antara lain dalam :

1. “Muwaththa’” Imam Malik.
2. “Manhaj alFirqah an Najiah” oleh Muhammad bin Jamil Zinu.
3. PANJI MASYARAKAT, No.498, 21 Maret 1986, “Tentang sabda Nabi saw : Umatku akan pecah 73 golongan” oleh Muhammad Baqir.
4. “Sejarah dan Kebudayaan Islam” oleh Prof Dr A Syalabi, jilid II, 1982:308.
5. “Pedoman Pokok dalam Kehidupan Keagamaan Berdasarkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah” oleh KH Tb M Amin Abdullah alBantani, 1984.
6. “Sanggahan terhadap Tasauf dan Ahli Sufi” oleh SA alHamdany, 1982.
7. “Ulama Syafi’I” oleh KH Sirajuddin Abbas, 1975:157-162.
8. “AlMilal wan Nihal” oleh Syahrastani.
9. “Godaan Sytan” oleh Md Ali alHamidy, 1984:128-136.
10. “Jalan Menuju Iman” oleh Abdul Madjid azZaidan.
11. “Tafsir alAzhar” oleh Prof Dr Hamka, juzuk IX, 1982:191-197, re ayat QS 7:187.
12. RAKYAT MERDEKA, Rabu, 7 November, 2007.
13. “Pedoman Pembinaan Wanita Wahidiyah” oleh Penyiaran Shalawat Wahidiyah Kedunglo, Kediri, Jatim.
14. “Sanggahan terhadap Tasauf”, 1982:20-23.

Taqarrub ila Llah
(Kesalehan ritual dan kesalehan sosial)

Dalam berbagai nash alQur:an dan asSunnah, keimanan selalu dibarengi amal saleh. Ini menunjukkan bahwa keimanan yang berpangkal pada kalimat syahadat, harus diikuti dengan amal saleh sebagai konsekwensi yang dituntut oleh kalimat syahadat itu (Tabloid REPUBLIKA, “Dialog Jum’at”, 28 November 2008, hal 16, “Sedekah Roadmap”).

Dari surah al’Ashr dipahami bahwa kesempurnaan manusia itu hanya bisa tercapai dengan iman (untuk menempurnakan kekuatan ilmiahnya), dengan amal saleh untuk menyempurnakan kekuatan amaliahnya), dengan nasehat kepada kebenaran dan nasehat kepada kesabaran menghadapinya (“Madarijus Salikin” Ibnu Qayyim, terbitan Pustaka AKautsar, Jakarta, 2008:29).

Dari ayat 177 surah alBaqarah setidaknya ada 17 ciri orang yang bertakwa. Lima yang pertama adalah aspek keyakinan atau akidah (Beriman kepada Allah, Hari Kiamat, Malaikat-Malaikat, Kitab-Kitab, Nabi-Nabi), Empat lainnya amalan fardhiyah (Shalat, sabar dalam penderitaan, sabar dalam peperangan). Delapan berikutnya berupa amalan sosial (berinfaq kepada kerabat, anak-anak yatm, orang-orang miskin, musafir, peminta-minta, hamba sahaya, menunaikan zakat dan menepati janji). (Simak juga QS 4:36). Dengan demkian, maka amal sosial merupakan perwujudan nyata dari keimanan. Atau dengan kata lain, amal sosial itu juga merupakan wujud nyata taqarrub ila Llah.

Dalam setiap momentum umat Islam selalu bermuatan ibadah ritual dan sosial. Misalnya, puasa Ramadhan disempurnakan dengan sedekah. Idul Fitri digenapkan sebelumna dengan zakat fitrah. Ibadah haji dilengkapi dengan kurban (“Dialog Jum’at” REPUBLIKA, 28 November 2008, hal 16).

Secara sosiologis-antropologis, taqarrub ila Llah dengan menyantuni fuqara-miskin (Kultum menjelang buka puasa lewat RCTI, Senin 1 Oktober 2007, 1800 oleh Quraisy Syihab).

Disebutkan dalam satu hadits shahih (Riwayat Muslim dari Abi Hurairah) bahwa Allah berfirman pada hari Kiamat : “Wahai hambaKu, Aku meminta makan kepadamu, namun kamu tidak memberiKu makan … Bila kamu memberi makan (orang yang minta makan kepadamu), niscaya kamu mendapatkan yang demikian itu (rahmat keridhaan) di sisiKu ( “Madarijus Salikin” Ibnu Qayyim, 2008:541-542).

Yang memberi makan yang lapar, yang memberi minum yang dahaga, yang menengok yang sakit, dikategorikan sebagai yang mendapat rahmat-ridha Allah. Sedangkan yang tsak peduli akan yang melarat, yang lapar diindikasikan sebagai yang tak peduli akan Islam (Simak antara lain QS 107:1-3, 28:76-77).

Optimisme eskatologis (harapan zaman akhir) harus diwujudkan dan dikembangkan menjadi optimisme yang kontekstual (harapan yang membumi). Kesalehan ritual harus disertai dengan kesalehan sosial. Soldaritas sosial harus diprioritaskan dari demokratisasi politik. Demokratisasi politik harus berbuah pada penghargaan kehidupan tercukupinya kebutuhan dasar manusia. Bila masih ada manusia miskin, menderita kelaparan, merasa tidak aman, itu mengindikasikan bahwa belum berkembang hidup yang demokratis (Simak KOMPAS, Sabtu, 12 Juli 2008, hal 6, Tajuk Rencana : “Solidaritas Sosial dalam Krisis”).

Islam mengajarkan agar mengarifi, memperhatikan kehidupan sesama, agar memanfa’atkan harta kekayaan untuk kepentingan bersama supaya memperoleh kebahagiaan akhirat. simaklah seruan kaum Qarun (Raja Konglomerat) kepada Qarun yang diabadikan dalam QS 28:77. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Bentuk solidaritas sosial yang lain adalah tidak berbuat kerusakan di muka bumi. Termasuk ke dalam berbuat kerusakan adalah menimbulkan perubahan iklim, pemanasan global. Kerusakan tersebut berdampak pada kekeringan, bencana alam, bencana sosial. “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia” QS 30:31.

Simak dan pahamilah sabda Rasulullah berikut secara sosiologis - antropologis : ” Jagalah dirimu dari api neraka, walau dengan sedekah separuh dari biji kurma ” (HR. Bukhari, Muslim dari Ady bin Hatim, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Pemurah dan Dermawan dalam Kebaikan”).

(BKS0812131745)

Masalah Ummat

Masalah (problematika) ummat Islam masa kini adalah kesejangan antara Das Sollen dan Das Sein, antara teori dan praktek, antara ilmu dan amal, antara harapan dan kenyataan, antara yang seharusnya dan yang terjadi di semua aktivitas bidang kehidupan. Di bidang politik, negara, kekuasaan, kepemimpinan. Di bidang sosial, kemasyarakatan, cultural, budaya, spiritual, keyakinan, akidah. Di bidang keumatan, jama’ah, kesatuan, persatuan, pergerakan. Di bidang keulamaan, keilmuan. Pilar negara sejahtera itu mencakup : kepakaran teknokrat (konsep yang ilmiah, ilmu orang pintar, kecakapan cendekiawan), kebijakan brokrat (supermasi hukum, keadilan penguasa/pejabat), kesosialan konglomerat (kedermawanan pengusaha, kepedulian sosial orang kaya), peran serta yang melarat (partisipasi orang miskin, kegotongroyongan masyarakat).

Kondisi umat Islam seluruh dunia mengalami ujian terberat. Apakah umat Islam akan tetap berpegang dengan Islam ? Apakah umat Islam masih akan tetap menyatakan bahwa umat Islam itu umat terbaik, umat terunggul, umat teladan ? Padahal di mana-mana umat Islam itu hanyalah umat pecundang, bukan umat pemenang. Di mana-mana umat Islam hanya jadi bulan-bulanan para Anglo Sakson dan sekutunya di bawah pimpinan Amerika Serikat, Inggeris, Australia.

Antara harapan (Das Sollen) dan kenyataan (Das Sein) senantiasa bertolak belakang. Harapan, impian (Das Sollen) tak pernah terwujud dalam kenyataan (Das Sein). Harapan, impian (Das Sollen) memang senantiasa menghendaki agar “Umat Islam itu yang paling tinggi posisinya” (QS 3:139), “Umat Islam itu yang terbaik” (QS 3:110), “Umat Islam itu memimpin dunia” (QS 24:35), “Umat Islam itu umat pemenang” (QS 9:33, 48:28, 61:9). Tapi kenyataan (Das Sollen) menunjukkan lain.

Seharusnya umat Islam ini adalah umat pemenang, bukan umat pecundang. Sebagai umat yang memimpin, bukan yang dipimpin. Dalam segala hal umat Islam ini dikendalikan oleh pihak lain, bukan sebagai pemegang kendali. “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman” (QS 3:139).

Seharusnya umat Islam ini mencegah kemunkaran, kemaksiatan, kejahatan, kekerasan, kekejian. Namun nyatanya umat Islam malah ikut-ikutan terlibat dalam segala macam tindak yang tidak senonoh. “Sesunggunya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, munkar dan permusuhan” (QS 16:90). Aktivitas yang merusak akidah, ibadah, akhlak, mu’amalah bermunculan di mana-mana. Krisis dalam segala hal.

Seharusnya umat Islam ini kompak bersatu padu, memelihara persatuan, menjaga kesatuan. Namun nyatanya umat Islam terpecah-belah, saling bermusuhan. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agaa) Allah dan janganlah kamu bercerai berai” (QS 3:103). “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS 5:2).

Seharusnya tokoh-tokoh umat Islam ini menuntun, membimbing umat dengan sepenuh daya dan dana, bukan malah memanfa’atkan umat untuk memperoleh dana dan nama (ketenaran). Hidup di tengah-tengah umat melarat, bukan malah bersama-sama selebiritis di acara infotainment. “Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah” (QS 9:324). “Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui” (QS 2:146). Sebahagian tokoh-tokoh umat Islam ini terkena penyakit Yahudi dan Nasrani, pintar berargumentasi, berhelah, berdalih.

Seharusnya umat Islam ini eksklusif, tampak beda dengan lawan dalam segala hal, dalam akidah, ibadah, mu’amalah, politik, ekonomi, sosial, budaya, perilaku. Berbeda dalam memperlakukan wanita, dalam berpenampilan, dalam berhari raya, dan lain-lain (Simak antara lain Buletin DAKWAH, No.47, Th.XXXV, 21 November 2008, “Awas Tasyabbuh”, oleh Dewi Haani). Namun nyatanya umat Islam tak ada bedanya sama sekali dengan yang lain. “Karena sesunggunya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka” (QS 4:140).

Seharusnya umat Islam ini cerdas, paham akan hikmah, akan kebijaksanaan. Paham akan hikmah beribadah, beramal, berkorban. Paham akan taqarrub ilallah. Paham akan fungsi harta kekayaan. Paham akan arti kedermawanan. Paham akan arti kehormatan diri. Tidak punya sikap mental pengemis (tangan di bawah), tetapi pemberi (tangan di atas). Tidak punya sikap mental angkuh, congkak, pongah, sombong, pamer, takabbur, tapi bersikap tawadhu’, rendah hati. Dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi terdapat pasal tentang keutamaan zuhud, qana’ah, kejelekan mengemis, agar pemurah, tidak kikir. Beramal secara cerdas, bukan hanya sekedar ikut-ikutan. “Dan janganlah kamu mengikut apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (QS 17:36). (Sumber : Khutbah Idul Adhha, Ustadz Dedi Kusumayadi di Lapangan Parkir Grand Mall Bekasi, pada hari Senin, Desember 2008, 0700)

(BKS0812080800)

Sunday, December 14, 2008

Dakwah Salafiyanisme antara teori dan praktek

Secara teoritis Dakwah Salafiyanisme dimulai dengan mengajak kepada perbaikan aqidah, mengajak bertauhid dan melarang kesyirikan. Kemudian mengajak untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan seluruh kewajiban dan menjauhi segala larangan. Demikianlah dakwah para Rasul Allah. Namun dakwah Muhammad Rasululullah juga mencakup pada amar makruf nahi munkar dan jihad fi sabillah yang belum disyari�atkan kepada Rasul-Rasul sebelum Muhammad saw.

Namun dalam praktek sa�at ini, Dakwah Salafiyanisme banyak menjelaskan kesalahan yang dilakukan para da�I dan pergerakan yang ada, untuk menjelaskan kebenaran kepada masyarakat. Agar kaum Muslimin terhindar dari kerusakan dan kemungkaran aama. Bukan sebagai hujatan kepada sesama Muslim. Nyatanya memang demikian, yaitu membid�ahkan (mengkafirkan) ahli harakah yang pemahamannya tak sejalan dengan pemahaman (imajinasi) Salafiyanisme.

Bahkan Salafiyanisme tak pernah mendakwahkan ajaran tauhid kepada yang bukan Muslim, meskipun dikatakan bahwa seluruh dakwah harus ditegakkan di atas ajaran tauhid. Antara teori (yang diajarkan) etap saja tak sejalan dengan praktek (yang dilakukan).

Secara teoritis Dakwah Salafiyyin mengajak manusia kepada ajaran agama secara menyeluruh, tidak parsial. Namun dalam praktek tidak menyeluruh, bahkan parsial, dengan alasan bahwa dakwah haruslah secara bertahap dari yang penting, kemudian yang setelahnya. Sambil berdakwah mengajak masyarakat, juga berdakwah mengajk masyarakat meninggalkan perbuatan munkar dan maksiat.

Untuk membenarkan Manhaj Teori Dakwah Salafiyanisme dikemukakan dalil bahwa �Agama adalah nasihat untuk Allah, KitabNya, RasulNya, pemimpin dan umumnya kaum Muslimin�. Dalam hubungana dengan penguasa, maka nasihat itu disebutkan bisa berupa : Membantu dan menta�ati mereka dalam kebenaran. Menyadarkannya ketika lalai dengan cara lemah lembut. Merapatkan kekuatan dan prsatuan dengan mereka. Menahan mereka dari berbuat kezhaliman dengan cara yang baik.

Memberi nasihat, memperhatikan perbaikan masyarakat dan memperbaiki perkara-perkara yang menyelisihi syari�at, dengan menyebarkan kebaikan dan menghilangkan kerusakan yang ada disebutkan sebagai bentuk solidaritas (kesetiakawanan sosial). Memperbaiki msyarakat mulai dari penyimpangan dan kerusakan cara beragama � dikatakan � merupakan wujud solidaritas muslim yang terbesar dan terpenting.

Semuanya tergantung pada visi, versi, imajinasi, persepsi pengamatnya. Meski yang diamati (dikaji, diteliti, dibahas) Sunnah yang sama, namun hasil pengamatannya (kajian, bahasannya) antara yang satu berbeda dengan yang lain. Meskipun sama-sama Salafus Shaleh, seperti �Ali dan Mu�awiyah, namun berbeda memahami hakikat jama�ah, hakikat persatuan, hakikat persaudaraan. Masing-masing merasa benar menurut ijtihadnya. (BKS-410081600) 1

Bid�ahkan dulu, lalu hujat

Salafiyyin (Salafiyanisme) lebih dulu menetapkan ahwa para jama�ah dakwah (pergerakan) mengambil manhaj dakwanya berbeda dengan manhaj dakwah para rasul. Dengan kata lain ahli harakah (yang terlibat dalam dunia pergerakan) adalah ahli bid�ah. Disusunlah alasan, hujah, dalil dengan menghimpun berbagai ayat-ayat Qr:an, Hadits-Hadits, matan qaul-qaul ulama untuk membenarkan ketetapan itu bahwa ahli harakah adalah ahli bid�ah. Dan tampaklah Salafiyyin sebagai pemangku manhaj salaf, padahal sesungguhnya hanyalah pengaku pengikut manhaj salafus shaleh.

Setiap bid�ah adalah dhalalah, sesat. Setiap dhalalah masuk neraka. Neraka itu adalah tempat orang kafir. Dengan kata lain ahli harakah adalah ahli bid�ah, ahli neraka, termasuk ke dalam golonga kafir. Dengan membid�ahkan ahli harakah, maka Salafiyyin terjebak mengkafirkan ahli kiblat. Seluruh alasan, hujah membid�ahkan ahli harakah bersifat ijtihadi, dan martabatnya paling tinggi sebagai zhanni, bukan qath�i.

Dikemukanlah bahwa bid�ah ahli harakah itu termasuk kemunkaran terbesar setelah syirik. Permusuhan terhadap ahli bid�ah ini harus lebih sengit daripada terhadap ahli maksiat. Para ahli bid�ah ini, seperti orang kafir haruslah dikucilkan (diisolasi). Kesaksiannya tidak diterimaa. Dalam shalat tidaklah boleh bermakmum kepadanya. Tidak boleh belajar darinya. Tidak boleh menikah dengannya. Tidak boleh mengambil referensi, rujukan darinya.

Ahli bid�ah (ahli harakah) � menurut versi Salafyyin � meskipun mengatasnamakan dakwah dan jihad, dinyatakan tidak berhak mendapatkan kasih sayang, pembelaan, dukungan dan loyalitas yang diharapkan. Bahkan perlu ditentang. Yang berhak mendapat pembelaan, kasih sayang serta loyalitas yang sempurna adalah Ahlus Sunnah wal Jama�ah. Dengan akta lain ahli harakah itu adalah ahli hawa, ahli bid�ah, ahli neraka. Masalahnya karena manhaj ahli harakah itu tak sesuai dengan pemahaman (imajinasi) Salafiyyin (Salafiyanisme). Setelah menghukumi mereka yang tak sesuai dengan pemahaman (imajinasi) Salafiyyin sebagai ahli bid�ah (ahli neraka), maka apa bedanya lagi antara yang membid�ahkan (mengkafirkan) dengan mereeka yang dibid�ahkan (dikafirkan)?

Dalam imajinasi Salafiyyin (Salafiyanisme) yang memerangi dan melakukan pemberontakan adalah ahli bid�ah. Seluruh pejuang kemerdekaan, yang memberontak terhadap pemerintah kolonial adalah ahli bid�ah. Kepatuhan kepada penguasa bersifat mutlak, tanpa memandang siapa pun penguasa itu. �Patuhilah dan ta�atilah pemimpin. Meskipun punggungmu dipukuli dan hartamu dirampasi, patuhilah dan ta�atilah�. (BKS0410111040) 1

Saturday, December 13, 2008

Tasyabbuh

Kolor, pantalon, ikat pinggang, singlet, kutang, kemeja, sepatu, sandal, arloji adalah busana Eropa. Eropa itu kuffar. Pada masa Rasulullah saw yang dikenal adalah izar. Qamis ketika itu bukanlah kemeja masa kini. Khuf ketika itu bukanlah sepatu masa kini.

Kursi, meja, piring, sendok, gelas, teko, termos, mangkok adalah perabotan makan Eropa. Mobil, bis, sepeda, kereta api, kapal laut, kapal udara adalah sarana angkutan Eropa. Pada masa Rasulullah saw sarana angkutan yang dikenal adalah unta. Unta ketika itu barangkali sapi atau kerbau atau kuda beban di Indonesia kini. Fulk ketika itu bukanlah kapal laut masa kini. Oeluru, pistol, senapan, rudal, roket, mortir, bom, kapal selam, pesawat pemburu adalah sarana perang Eropa. Pada masa Rasulullah yang dikenal adalah pedang, panah, tombak, kuda tempur. Umat Islam masa kini harus memiliki senjata perang yang lebih canggih, lebih menggentarkan, lebih mengerikan dari senjata perang Eropa, sehingga bersih dari tasyabbuh.

Konstruksi rumah, gedung, toilet, sekolah, madrasah, masjid, bahkan Masjid Haram, Masjid Nabawi, Masjid Aqsha dirancang dengan menggunakan sains dan teknologi Eropa. Sains dan teknologi Eropa kini adalah warisan peninggalan budaya Yunani Helenisme tempo dulu. Yunani itu adalah kuffar. Para Salafus Shaleh tak mengenal sains dan teknologi. Para muktazilah (rasionalis) memungut sains dan teknologi Yunani. Pada masa Rasulullah tak dikenal hamam seperti yang dikenal masa kini sebagai kamar mandi.

Pulpen, buku, majalah, iklan, kertas, mesin tulis, mesin cetak, kompuer adalah produk, hasil budaya, sains dan teknologi Eropa. Pada jaman Rasulullah yang dikenal adalah kerta, tapi jangan dibayangkan seperti dengan kertas masa kini. Qalam ketika itu bukanlah pulpen masa kini. Kitab ketika itu bukanlah buku masa kini, tetapi berarti ketetapan, keputusan. Qur:an ketika itu bukanlah berupa buku, tapi tertulis pada berbagai benda-benda keras seperti batu, kayu, tulang yang berserakan.

Inti syar�I dari larangan tasyabbuh dapat disimak dalam ayat QS 8:60, yaitu agar umat Islam dalam segala hal berpenampilan yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh umat Islam. Berbusana, berkendaraan, berpolitik, berekonomi, berbudaya, bermiliter, berteknologi yang dapat menggentarkan musuh. Membuat musuh dalam segala hal ciut, kecut, ngeper menghadapai umat Islam. Mendesak musuh ke pinggir dalam politik, ekonomi, budaya, militer, teknologi.

Inti syar�I dari larangan tasyabbuh itu lebih pada sikap mental. Sikap mental kuffar dapat disimak antara lain dalam ayat QS 45:23-25, yaitu materialis. Sedangkan sikap mental umat Islam dapat disimak antara lain dalam ayat QS 28:76-77, yaitu memiliki kepekaaan spiritual dan kepekaan sosial. (BKS0410111945) 1

Salafiyyun bukan Salafus Shaleh

�Saya bukan Marxis� kata Karl Marx (Muhammad Hatta : �Ajaran Marx�, 1975:7). AlImam Abul hasan AlAsy�ari berlepas diri dari kaum Asy�ariyin (Abudl Hakim bin Amir Abdat : �Risalah Bid�ah�, 2001:115). AlAsy�ariyyah tidak termauk Ahlus Sunnah wal Jama�ah (ASSUNNAH, Edisi 06/VIII/1425H/2004M, hal 39).

ASSUNNAH Edisi 06/VIII/1425H/2004M tampil dengan mengangkat topik �Salafiyah & Solidaritas�, mengemukakan bahwa Salafiyyin dituding �tidak peduli terhadap kondisi kaum Muslimin yang dipecundangi musuh�, �tak memiliki solidaritas�, �tak pernah memberikan respon cepat terhadap situasi yang sedang berkembang di masyarakat�, �cenderung anti jihad dan terkesan mengembosi�, �hnya berkutat dengan masalah tauhid, alQur:an, Hadits, hukum-hukum dan caci maki dan hujatan terhadap golongan-golongan kaum pergerakan. Tak peduli terhadap perjuangan kaum Muslimin, bahkan memojokkannya�, �tidak realistis�, �tidak memahami sikon�, �terkontaminasi dengan pemikiran Murji:ah� (yang anti Khawarij dan Mu�tazilah, yang menetapkan pelaku maksiat : zina, curi, minum khamar; tidak dikafirkan selama tidak menghalalkannya, yang tidak menghakimi pelaku maksiat selama mereka tidak menghalalkannya).

Namun ASSUNNAH sama sekali tak menyangkal tudingan miring itu secara tegas, tepat dan jitu. Malahan seluruh tulisan ASSUNNAH mengesankan mendukung, mengukuhkan, membenarkan bahwa Salafiyyin tidak memberikan respon cepat terhadap situasi yang berkembang di masyarakat�, �Tidak peduli terhadap kondisi Muslimin yang dipecundangi musuh; � tak memiliki kepedulian dan kepekaan sosial�, �hanya berkutat dengan masalah tauhid, Qur:an, Hadits, hukum, serta hujatan kepada sesama Muslim�, �cenderung anti jihad dan terkesan mengembosinya�. Dengan kata lain Salafiyyin (Salafiyanisme) bukan Salafus Shaleh (Salaf asShaleh).

Salafiyyin sangat sibuk memperhatikan masyarakat, memperbaiki perkara-perkara yang menyimpang, yang menyelisihi syari�at, menjelaskan kebenaran kepada masyarakat. Dengan kata lain Salafiyyin sibuk menghujat mereka yang tak sepaham dengannya. Namun para Sahabat Rasulullah saw yang AsSabiqunal Awwalun, yang Salafun Shaleh utama, disamping memiliki kepekaan spiritual yang tinggi, juga memiliki kepedulian dan kepekaan sosial yang tinggi. Mereka ikut terjun terlibat langsung memperbaiki kondisi masyarakat secara menyeluruh, baik mental spiritual (akidah) maupun fisik material (amal sosial). Beramal dengan rezki yang diberikan Allah. Menganjurkan amar makruf nahi munkar. Menolong sesama yang lapar. Menolong sesama yang teraniaya. Ikut berjuang berjihad fi sabilillah. Takut jadi mushallin yang celaka, yang tak peduli akan nasib orang terlantar (QS 107:1-7). Sangat peduli akan nasib orang terlantar (QS 90:11-20).

Salafiyyin memberikan perhatian terbesar dalam masalah tauhid, melarang kesyirikan, mengajak menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan seluruh kewajiban dan menjauhi segala larangan. Namun para shahabat Rasulullah saw yang AsSabiqunal Awwalun, yang Salafus Shaleh, di samping mengajak bertauhid, melarang kesyirikan, menegakkan shalat, menunaikan akat, juga secara aktif merubah kemunkaran dengan tangan. Barulah jika tidak mampu dengana tangan, merubahnya dengan lisannya. Secara bersama-sama ikut dalam pertahanan bela agama, menyiapkan infanteri, kavaleri, arteleri, strategi, logistik yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh Muslimin (QS 8:60). Bukan jadi komunitas buih, komunitas loyo, komunitas yang dilecehkan, dipandang enteng, yang tidak disegani, yang tidak ditakuti lawan.

Salafiyyin sangat memperhatikan masalah jenggot, memanjangkan kumis, bercakap-cakap dengan bahasa orang kafir, gaya berpakaian, tatacara makan dan minum. Islam Liberal, penantang Salafiyyin yang sangat ekstrim, mengemukakan bahwa misi Islam yang dianggapnya paling penting sekarang adalah bagaimana menegakkan keadilan di muka bumi, terutama di bidang politik dan ekonomi (juga di bidang budaya), bukan menegakkan jilbab, mengurung kembali perempuan, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana, dan tetek bengek masalah yang menurutnya amat bersifat fueru�iyah (KOMPAS, Senin, 18 November 2002, �Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam�, oleh Ulil Absar-Abdalla).

Sayyid Qutub (Quthbiyyin dalam terminologi Salafiyyin) mengemukakan bahwa para shahabat Rasulullah saw, AsSabiquan Awwalun, Generasi Qur:ani, Salafus Shaleh, memandang AlQur:an bukan untuk tujuan menambah pengetahuan atau memperluas pandangan, tetapi untuk menerima perintah Allah tentang urusan pribaddinya, tentang urusan golongan dimana ia hidup, untuk segera dilaksanakan seelah mendengarnya (�Petunjuk Jalan�, hal 14).

Salafiyyin mengingatkan bahwa sangat tidak bijaksana mengoreksi dan mengkritik kekeliruan para pemimpin melalui mimbar-mimbar terbuka, tempat-tempat umum aaupun media massa, baik elektronika maupun cetak. Namun mereka yang dianggap oleh Salafiyyin tidak mengikuti manhaj salaf (bukan pengikut Salafus Shaleh), seperti Hasan alBanna, pada bulan Rajab 1366H elah mengirimkan surat kepada Raja Faruq-I (Penguasa Mesir dan Sudan), para raja dan amir negara-negara Islam, para politisi, tokoh-tokoh dan negarawan negara-negara Islam (termasuk juga tokoh-tokoh agama). Sjafruddin Prawiranegara SH, pada 7 Juli 1983M mengirimkan surat kepada Soeharto (Presiden Republik Indonesia), perihal �Pancasila sebagai asas tunggal�. Hamka juga mengirimkan surat kepada Soeharto, perihal �Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa�.

Salafiyyin seperti juga Khawarij dan Mu�tazilah sibuk mempersoalkan kedudukan pelaku maksiat, menentukan tempat mereka, mengkapling-kapling neraka, seolah-olah mereka yang berkuasa. Sedangkan shahabat Rasulullah saw, asSabiqunal Awwalun, Salafus Shaleh utama, sangat menghindari perbuatan maksiat dan tidak memperosoalkan kedudukan pelaku maksiat. Yang terlanjur melakukan perbuatan maksiat, siap menerima sanksi hukum yang ditetapkan Allah dan Rasulnya. (BKS0410100500) 1

Masih perlukah Tafaqquh Fiddin ?

Para Salaf Shalih, para mufasir, para muhadditisin, para fuqaha sudah bersungguh-sungguh, bersusah payah mempelajari, mengkaji, memahami, mendalami Kitabullah dan Sunnah Rasul, sudah menentukan mana yang wajib, sunat, mubah, makruh, haram, halal, bid�ah, khurafat, shahih, hasan, dhaif, shah, batal, dan lain-lain.

Apakah yang awam kini masih saja dibebani, diberati, ditaklifi dengan tafaquh fiddin? Apa lagi yang harus dipelajari, dikaji, dipahami, didalami; padahal semuanya sudah dilakukan oleh para salah shalih, para mufasir, para muhadditsin, para fuqaha? Bukankah yang awam kini hanya tinggal mengamalkan, menerapkan, mempraktikkan hasil usaha mereka itu semua?

Semuanya mengemukakan eori tentang menegakkan hukum Allah di muka bumi. Ada dengan tashfiyyah wa tarbiyyah. Ada dengan parlementer konstitusional. Ada dengan kudeta militter. Dan lain-lain.

Namun semuanyaa tak ada yang berhasil, tidak mampu memberikan manfa�at apa pun terhadap upaya penegakkan hukum Allah.

Ataukah memang tak perlu membuang-buang waktu dan tenaga untuk menegakkan hukum Allah. Biarkan sajalah Allah yang menegakkan hukumNya menurut cara yang dikehendakiNya. Manusia tak perlu ikut campur terlibat. Jika Ia berkehendak pastilah terwujud (QS 76:31, 81:29, 11:118, 5:48, 16:93). 1

Reformasi Sikap Mental

Buletin DAKWAH DDII, No.35 Th XXXI, 27 Agustus 2004M, menampilkan �Tiga Perilaku Tercela : Asosial, Khianat, Obral Sumpah�. Pembahasannya, pemaparannya dari tekstual ke kontekstual, dari teologis ke sosiologis. Atau meminjam istilah �Islam Emansipatoris� Very Verdiansyah, dari teosentris ke antroposentris (Buletin Jum�at ANNADHAR, Edisi 39, 10 September 2004M).

Dalam upaya memasyarakatkan reformasi mental, Dr Muhammad Ali AlHasymi dalam bukunya �Menjadi Muslim Ideal� (1999) membahas, memaparkan tentang : Perilaku terhadap Tuhan. Perilaku terhadap diri sendiri. Perilaku terhadap oangtua. Perilaku terhadap anak-anak. Perilaku terhadap keluarga. Perilaku terhadap tetangga. Perilaku terhadap teman. Perlaku teradap masyarakat.

Sayid Mujtaba Musawi lari dalam bukunya �Menumpas Penyakit Hati� (1999) membahas, mengupas entang sikap mental dari cara tekstual ke kontekstual, dari cara teologis ke sosiologis. Antara lain membahas, mengupas tiga sumber utama pemicu terjadinya kekacauan, malapetaka : memperturutkan hawa nafsu, memenuhi seruan kikir, ujub-sombong-pamerdiri.

Media dakwah dan pelaku dakwah diharapkan untuk dapat secara serius dan terus menerus mengupas, membahas, memaparkan tenang reformsi sikap mental, dari negatip ke positip, dari akhlak tercela ke akhlak terpuji. Pembahasan, pemaparannya hendaknya dari tekstual ke kontekstual, dari teologis ke sosiologis. Dakwah pencegahan, dakwah nahi munkar didahulukan dari dakwah amar makruf. �Nahi munkar secara luas menyangkut penolakan pada semua bentuk kemunkaran, ermasuk kemunkaran yang berwujud penyimpangan, pelecehan, penyalahgunaan wewenang dan sejenisnya (REPUBLIKA, Sabtu, 24 Januari 1998, �Politik Amar Makruf Nahi Munkar�, oleh Rosdiansyah).

Kolusi dan Korupsi merupakan manifestasi dari kemunkaran ekonomi yang sudah dianggap biasa dalam memperlancar bisnis. Represitas, otorianisme dan intervensionistik dapat dipandang sebagai wujud dari kemunkran sosial politik yang sudah dianggap halal untuk menjaga stabilitas. Eufemisme, permisi, nepotisme adalah corak dari kemunkaran budaya yang dianggap wajar.

Kemunkaran melembaga yang sudah masuk ke dalam struktur perekonomian, sosial-politik, dan kebudayaan harus dipisahkan dari sistim yang ada. Ini merupakan tanggungjawab dari masyarakat yang merupakan pelaku sistim (idem).

Sistem yang menghasilkan makruf atau munkar merupakan sistem yang merujuk pada sapa yang menguasai kehidupan masyarakat. Ukuran kemakrufan dan kemunkaran legislatif dan eksekutif bih bersumer ada �the human dimension�, dan bukan semata �the divine dimension�, lebih bersumber pada dimensi sosiologis, dan bukan semata dimensi teologis (idem).

Sehubungan HR Bukhari, Muslim dari Anas yang meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersada : �Siapa ingin dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, hendaklah bersilaturrahmi�, bagaimana pembahasannya, penjelasannya, baik secara tekstual maupun secara kontekstual, baik scara teologis maupun secara sosiologis.

Juga HR Tirmidzi yang meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda : �Pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat ke surga, jauh dari neraka. Dan kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dekat ke neraka. Yang jahil tapi pemurah lebih disayangi Allah dari yang ahli ibadat tapi kikir� (�Mukhtar alAhadits anNabawiyah�, hal 100, hadis no.682). Bagaimana uraian bahsannya, baik secara tekstual maupun kontekstual, baik secara teologis maupun sosiologis.

Kalau tak akan mampu menyampaikan Nahi Munkar, jangan sekali-kali ikut bersama-sama dengan mereka-mereka yang menantang ayat Allah, yang mempermain-ainkan ayat Allah (QS 4:140, 6:68, �Tafsir Ibnu katsir�, juzuk I, hal 566-567). Disamping secara tekstual, secara teologis, maka ayat-ayat Qur:an seperti itu juga harus dipahami secara kontekstual, secara sosiologis. Di mana pun hadir, tampil, harus melakukan nahi munkar, bila terlihat kemunkaran, bila tak mampu, tinggalkanlah tempat itu.

(BKS0409161230)


1

Muktazilah masa kini

AlImam Abul Hasan AlAsy'ari berlepas diri dari Kaum Asy'ariyin (Abul Hakim bin Amir Abdat : "Risalah Bid'ah, 2001:115). "Saya bukan Marxis" kata Karl Marx (Muhammad Hatta : "Ajaran Marx", 1975:7).

Abul Hasan AlAsy'ari (260-324H) adalah perumus dan pembela faham Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Salah satu kitab karangannya adalah "ArRaaddu 'alal Ibnu Rawandi", Menolak faham Ibnu Rawandi. Ibnu Rawandi adalah orang Muktazilah (KH Siradjuddin Abbas : "Thabaqat AsySyafi'iyah", 1975:94).

Ibnu Rawandi berkata , "Kalau apa yang dibawa oleh para nabi mendukung akal, maka kita tidak memerlukannya, karena kita telah memiliki akal, tapi kalau bertentangan maka lebih-lebih tidak memerlukannya".

Ibnu Rawandi menilai bahwa :shalat, mendi junub, melontar jumrah, dan thawaf, semuanya tidak sejalan dengan akal. Orang Arab - katanya _ dapat menyusun semacam "AlQur:an" (M Quraish Shihab : "Mukjizat AlQur:an", 1997:268-269).

Golongan Muktazilah ("Rasionalisme") terpecah-pecah sampai tidak kurang dari 20 golongan madzhhab. Perselisihan kecil bias menimbulkan golongan madzhab baru. Semuanya dihadapi dan diantang oleh golongan madzhab "Ahli Sunnah" (M Natsir : "Rationalisme dalam Islam dan Reactie atasnya", ALMANAR).

Ulil Abshar Abdallah dengan "jaringan Islam Liberal menganggap bahwa misi Islam yang penting sekarang adalah bagaimana menegakkan keadilan di muka bumi, terutama di bidang politik dan ekonomi (juga di bidang budaya), bukan menegakkan jilbab, mengurung perempuan kembali, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana, dan tetek bengek masalah yang menurutnya amat bersifat furu'iyah (KOMPAS, Senin, 18 November 2002). Namun tak jelas bagaimana "keadilan versi Ulil". 1

Hubungan antara pemimpin dan rakyat

Selagi pemimpin belum duduk dalam pemerintahan, maka hubungan antara pemimpin dan rakyat cukup baik, ramah, serasi, harmonis. Namun setelah masuk, duduk dalam pemerintahan sebagai pejabat, penguasa, apalagi sebagai presiden, maka hubungan antara pemimpin dan rakyat segera renggang, bahkan terputus sama sekali.

Salah satu penyebab terputusnya hubungan penguasa dengan rakyat, di manapun dan kapanpun adalah oleh karena sistim protokoler. Semuanya serba diada-adakan. Semuanya berbau feodalisme, keningratan, dan bukan bersemangat republikein, demokrasi.

Kita semua boleh saja sinis terhadap Saudi Arabia yang berstatus kerajaan, yang sistim pemerintahannya monarki, yang kekuasaannya dipegang oleh para raja secara turun temurun. Namun rakyat Saudi Arabia di mana saja, kapan saja menjumpai rajanya bebas merdeka menyampaikan permasalahannya kepada rajanya tanpa harus terbelenggu dengan aturanaturan protokoler.

Siapapun yang terpilin nanti jadi Presiden Indonesia untuk periode 2004-2009, seharusnya mulai menegakkan semangat demokasi dengan menghapus semua aturan-aturan protokoler. Semua aturan-aturan protokoler itu adalah musuh dari semangat demokrasi.

dd>Secara definitive, protocol (protocollum, protos-kolla) disebutkan aalah aturan-aturan etiket atau tatacara kesusilaan yang harus dipedomani seseoang di dalam pergaulan hiudp. Dalam pergaulan internasional, maka protocol itu sebenarnya wujud kesuperioritasan negara-negara kuat-adikuasa, dalam Perjanjian Westphalen, Perjanjian Utrecht, Kongres Wina (J Badri : "Perwakilan Diplomatik dan Konsuler", 1952:51-52, Protokol Preseance).

Rasulullah sangat tidak menyukai atacara memberbedakan sesama manusia karena perbedaan status social-ekonominya. Ketika para shabatnya berdiri menghormati kedatangannya, maka Rasulullah menyuruh semuanya duduk. "Jangan kamu mendewakan saya". "Saya ini hanyalah seorang Hamba Allah dan RasulNya" (Simak KH Firdaus AN : "Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah", 1982:74, "Matan Shahih Bukhari", Edisi AsSindi, jilid IV, hal 92, 180) 1

Sent: Monday, December 30, 2002 1:36 PM
Subject: Pernyataan Osama bin Laden


> Pernyataan Osama Bin Laden
>
> Puja dan puji hanya milik Allah, pertolongan dan
> ampunan juga milik Allah. Kami berlindung dan memohon
> ampun pada Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada Tuhan
> selain Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
>
> Sesungguhnya kejadian di AS 11 September lalu
> memprihatinkan banyak manusia. Itu merupakan serangan
> terhebat yang pernah dialami AS. Mediaa massa dan pers
> menjadikan peristiwa itu sebagai berita besar.
>
> Akibat opini media massa, sikap manusia terbagi
> menjadi dua kelompok : pendukung serangan dan
> penentang. Setelah itu, AS menyerang negara Islam
> Afghanistan. Manusia juga terbagi : mendukung dan
> menolak serangan As ke Afghanistan.
>
> Umat Islam harus paham dan mengerti apa yang
> sebenarnya terjadi, sehingga tidak larut dan terbawa
> dalam debat panjang tentang penyerangan terhadap
> saudaranya sendiri. Kesalahpahaman dan dukungan
> terhadap koalisi AS hanya akan memecah umat Islam
> dunia.
>
> Akibatnya muncul berbagai demonstrasi di dunia Islam
> dan timur hingga barat, dari Indonesia, Filipina,
> India, Pakistan, Dunia Arab, Nigeria, Mauritinia, dan
> lainnya. Ini menunjukkan hakikat perang AS terhadap
> Afghanistan, dan lebih dari itu ini adalah perang
> agama.
>
> Mayoritas masyarakat Timur yang Muslim kini
> berhadapan dengan Barat. Karena itu, barangsiapa yang
> menutup mata bahwa perang ini bukanlah perang agama,
> maka mereka telah menipu hati nurani dan umat manusia
> dunia tanpa mau mengerti apa hakekat perseteruan.
>
> Semua itu telah dijelaskan dalam kitab Allah dan
> Sunnah Rasulullah. Oleh karenanya, mustahil dalam
> kondisi dan situasi apa pun melupakan permusuhan
> antara kami (umat Islam) dengan mereka (Barat).
>
> . Masalah keyakinan adalah masalah akidah, tidak
> seperti apa yang digambarkan Bush dan Blair, yang
> menyatakan perang adalah menumpas teroris global.
>
> Serangan AS terhadap Afghanistan merupakan serial
> panjang dari lanjutan perang sejak usainya peraang
> dunia pertama, 83 tahun lalu, terhadap dunia Islam. Di
> Palestina, imperiaalisme Barat membagi-bagi
> Paalestina.
>
> Di Kashmir, selama 50 tahun umat Islam berjuang
> mempertaruhkan darah dan nyawa untuk merdeka dan bebas
> dari penjajahan. Penindasan juga di alami di Filipina,
> Sudan Selatan, Nigeria, Somalia, dan tempat-temapt
> lainnya. Dalam semua kasus penindasan umat Islam, PBB
> bungkam.
>
> Kini, tanpa bukti sama sekali, PBB mendukung penuh
> serangan AS ke negeri yang lemah. Sama seperti yang
> dilakukan Rusia saat menumpas Islam di Chechnya. PBB
> adalah alat kejahatan terhadap umat Islam. Israel dan
> AS itulah musuh sejati umat Islam dunia. Mereka
> mengkhianati Tuhan, Rasul, dan umat manusia.
>
> Perang ini harus dilihat secara menyeluruh. Yaitu,
> bagian dari perang Islam dan Barat yang sangat kejam.
>
> Saya menghimbau umat Islam dunia terus berupaya
> menghentikan seangan AS dan sekutunya. (REPUBLIKA,
> Senin, 5 November 2001, hal 12, "Usamah " Ini Perang
> Agama").

(0301052101) 1

Sent: Tuesday, December 31, 2002 2:11 PM
Subject: Sikap Umat Islam sedunia


> Sikap Umat Islam Sedunia
>
> Umat Islam sedunia seyogianya mendukung sepenuhnya
> alQaeda pimpinan Osama bin Laden sebagai satu-satunya
> organisasi perjuangan penegakkan Syari'at Islam di
> seluruh dunia, sebagaimana Yahudi mendukung Zionisme
> ciptaan Theodror Herzl untuk mendirikan "De Joodse
> Staat" (Negara Zionis Yahudi Israel).
>
> Umat Islam sedunia mendukung alQaeda dengan sikap
> kritis. Settiap keb ijakan dan tindakan alQaeda yang
> tak sesuai dengan ruh, semangat Islam harus
> diluruskan, dibetulkan, dikoreksi. Sedangkan yang
> sejalan dengan Islam didukung dengan kompak.
>
> Dalam kaitan dengan tragedi Bali 12 Oktober 2002,
> Umat Islam sedunia seyogianya dengan jiwa besar
> menyampaikan permohonan ma'af kepada seluruh keluarga
> korban atas kekeliruan ijtihad pelakunya, dan
> menghimpun dana serta menyerahkannya kepada keluarga
> korban sebagai diat (tebusan darah). Dan kepada para
> pelakunya dihimbau agar menyadari kekeliruan
> ijtihadnya dan kembali kepada ijtihad yang benar,
> yaitu berdasarkan tuntunan sunnah perjuangan jihad
> yang diteladankan Rasulullah saw, serta beristighfar
> memohon ampun atas semua kekhilafan yang dilakukan.

(0301052102) 1

Sent: Monday, December 30, 2002 2:42 PM
Subject: Palestina perlu belajar dari Israel


> Palestina perlu belajar dari Zionis Israel
>
> Palestina khususnya, Arab umumnya, bagamanapun perlu
> belajar dari realitas sejarah dari Perlu merenungkan
> keberhasilan perjuangan zionis Israel. Apa kekuatan
> ajaran Theodore Herzl , sehingga ia mampu membangun
> gerakan zionisme, mampu menarik simpati dan dukungan
> moril dan materil dari Inggeris dan Amerika, mampu
> melahirkan negara Yahudi Israel di bumi Palestina ?
> Bandingkan dengan lawatan diplomasi Arafat melobi para
> pemimpin negara-negara dunia.
>
> Theoder Herzl, seorang miskin yang seluruh uang hasil
> pencahariannya dari "die Neue Freie Presse",
> digunakannya untuk Zionisme. Bahkan nasib dirinya
> sendiri tak dipedulikannya, tenaga dan kepandaaaiannya
> dikorbannya untuk membela bangsanya yang terlantar di
> segenap penjuru dunia. Selama delapan tahun lamanya,
> tiap saat ia pergi ke segenap sudut Eropa,
> menganjurkan dan memperkokoh barisan gerakan Zionisme.
> Bandingkan dengan Jamaluddin alAfghanistan dengan Pan
> Islamnya (PANJI ISLAM, No.16, 5 Juni 1938, hal
> 366/2568, "Asal oesoelnya Gerakan Zionisme", oleh
> Alfia Yoesoef Halim). Theodore Herzl dengan
> Zionismenya berhasil mendirikan negara Israel.
>
> Bagaimana proses terjadinya masyarakat Yahudi yang
> tadinya terpencar dan tak terkoordinir bisa menjadi
> terkoordinir di bawah satu komando, saling mengadakan
> kontak bersama ? Berjuang menuntut persamaan hak
> politik, mempropagandakan gagasan nasionalisme dengan
> gencar. Apa basis sosialnya ? Sukses mendirikan negara
> Yahudi, dengan hanya sekitar 2 juta orang Yahudi yang
> kelahiran asli. Bagaimana proses terjadinya bangsa
> yang telah bercerai-berai selama dua ribu tahun dapat
> dipersatukan kembali anak cucunya menjadi satu
> kebangsaan, satu negara Israel ? Bagaimana proses
> tumbunya id Yahudi ? Bandingkan dengan Cina dan Minang
> misalnya. Apakah terdapat ide Cina, ide Minang ?
> (Beberapa puluh tahun yang lalu pernah muncul Gerakan
> Minang Merdeka di daerah Pasaman Sumatera Barat). Jika
> ya, apa basis sosialnya ? Dan bagaimana pertumbuhan
> serta perkembangannya ?
>
> Rabbi Judah al-Kalai (1798-1878) dan kawan-kawan
> aktif membuat pamflet, menulis artikel dan brosur
> untuk menyebar-luaskan misinya. Bahkan melakukan
> perjaalanan ke Eropa Barat, dan kemudian menetap di
> Palestina, untuk meyakinkan Yahudi maupun non-Yahudi
> akan kebenaran misinya. Ia berusaha mengajak
> masyarakat untuk bergabung ke dalam misi nasionalis
> dan program pemukiman kembali bangsa Yahudi di Israel.
> Propaganda nasionalis Yahudi menggunakan bahasa Ibrani
> sebagai bahasa persatuannya. Bandingkan dengban
> aktivitaS Jamaluddin alAfghani dan Muhammad Abduh yang
> membawakan ide persatuan Pan-Islam. Sampai berapa jauh
> terwujud ide Pan-Islam Jamaaluddin tersebut ?
> bagaimana pertumbuhan dan perkembangan dari ide
> Pan-Islam Jamal tersebut ?
>
> Zevi Hirch Kalischer, sarjana Yahudi Jerman asal
> Polandia menolak kedudukan dalam masyarakatnya. Ia
> menjelaskan kasus/situasi dengan bahasa Yahudi serta
> tradisinya. Ia pernah mengusulkan untuk membeli
> seluruh wilayah Paalestina atau paling tidak kota
> Yerusalem, sebagai langkah awal pembebasan bangsa
> Yahudi. A berupaya menafsirkan setiap kasus, membentuk
> publik opini untuk menuntut pemukiman Yahudi.
>
> Moses Hess, seorang filosof dan revolusioner sosial
> Yahudi, seorang tokoh sosialis dengan pola pikir
> Hgelian menjadi seorang nasionalis Yahudi. Ia
> meresapkan ke dalam kehidupan bangsa Yahudi teori
> zionisnya yang berdasarkan pada konsep semangat
> nasional. Pemikiran Hess diungkapkan seperti
> kebangsaan, kebangkitan nasional, bangsa genius,
> digunakan jadi dasar gerakan ideologinya. Bagaimana
> prosesnya menyatukan orang-orang yang punya latar
> belakang berbeda, bermacam-macam ? Bandingkan dengan
> Golkar yang mampu menghimpun, menyatukan berbagai
> kalangan yang berbeda latar belakangnya satu sama
> lain.
>
> Ide untuk memulihkan kembali tanah air bangsa Yahudi
> muncul saat minat untuk mengkaji kitab perjanjian lama
> berkembang untuk mempelajari sejarah Yahudi. Secara
> serempak masyarakat Yahudi mengemb angkan setiap
> gagasan untuk membangun suatu persemakmuran bangsa
> Yahudi di mana saja.
>
> Morderai M Noasch, konsul Amerika di Tunis pada
> taahun 1825 mengeluarkan imbauan kepada masyarakat
> Yahudi di Eropa untuk mendirikan sebuah negara Yahudi.
> Pada mulanya masyarakat Yahudi tidak terpengaruh oleh
> setiap gagasan yang muncul tersebut. Berkat kegigihan
> tokohnya yang saling dukung-mendukung, mereka berhasil
> membentuk satu kelompok yang saling berhubungan. Pada
> tahun 1880-an mereka berhasil memunculkan sebuah
> gerakan yang diberi nama Hibbat Zion. Pada kalangan
> Islam tak bisa dipersatukan dengan semangat bahwa
> Islam itu yads'lu wa-la yu'la 'alaihi?
> (Catatan dari : "Zionisme dan Akar Nasionalisme
> Israel", oleh Kurdi Latief Ash, dalam ALMUSLIMUN,
> No.293, Agustus 1994, hal 60-63, "Tsaqafah").

(0301052101) 1

Sent: Monday, December 30, 2002 1:11 PM
Subject: Kurikulum Kaderisasi Mujahidin Indonesia


> Kurikulum Kaderisasi Mujahid Dakwah
> (Cara, metoda, serta sistim Dakwah, Jihad, Kaderisasi
> yang benar)
>
> 1 Mengenal Allah (Makrifatullah, Tauhid). Materi ini
> diberikan agar para mujahid mengenal Allah secara
> benar, sempurna, yakni mengenal Rububiyah, Uluhiyah
> dan Asma was Sifat, sehingga propestifnya tentang
> Allah swt tidak meragukan (syubhat). Banayk umat Islam
> yang perspektifnya terhadap Allah swt keliru, sehingga
> menganggap Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila
> sama dengan "La ilaaha illallah". Ini menunjukkan
> perspektifnya tentang Allah swt kacau, karena tidak
> adanya pembinaan yang jelas mengikuti sunnah.
>
> 2 Pengertian dua kalimah Syahadat dan perkara yang
> membatalkannya. Materi ini perlu diberikan secara
> matang dan mendalam agar pemahaamannya sehat, sehingga
> meb uahkan sikap tauhid yang jelas dan sikap ittiba'
> (mengikuti) sunnah Rasul saw. Di samping itu, perlu
> diperkenalkan perkara-perkara yang membatalkan
> syahadah, agar tidak terjerumus ke dalamnya.
>
> 3 AlWala dan AlBara. Materi ini merupakan buah yang
> konkret dari pemahaaman dua kalimat syahadat, sehingga
> jelas sikapnya kepada siaapa dia harus membela dan
> kepada siapa dia harus memusuhi. Hal ini penting
> supaya tidak salah di dalam mengamalkan sikap
> toleransi, yang akibatnya akan membahayakan tauhid.
> Sebagai contoh toleransi yang keliru, yaitu toleransi
> umat Islam yang diberikan kepada kaum Salib di
> Indonesia ini, sampai-sampai umat Islam sanggujp
> mengorbanakan sebagian syariah demi menjaga persatuan
> dan kesatuan di dalam berbangsa dan bernegara. Ini
> adalah kekeliruan yang sangat fatal, sehingga
> menimbulkan bencana sampai hari ini. Kekeliruan
> semacam ini seenarnya erasal dari ketidaktahuannya
> terhadap alwala dan albara karena tidak pernah
> mendapatkan pembinaan yang benar.
>
> 4 Hakikat Thagut. Materi ini diperlukan agar mujahid
> dapat mengetahui bentuk-bentuk thagut yang sangat
> berbahaya yang dapat menghancurkan iman dan tauhid.
> Para ulama sepakat bahwa iman seseorang tidak sah
> kecuali dia mengkafiri thagut dengan tegas. Pendapat
> mereka berdasarkan firman Allah swt : "Allah pelindung
> orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari
> kegelapan (kekafiran) kepada cahayaa (iman). Dan
> orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah
> setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada
> kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal
> didalamnya" (QS alBaqarah 2:257). Karena kaburnya
> pengertian tentang thagut ini, menyebabkan umat Islam
> tidak mampu bersikap tegas dalam bermuamalah dengan
> thagut (setan).
>
> 5 Macam-macam syirik. Sebagaimana thagut, syirik juga
> merupakan bahaya laten aqidah yang sangat akut,
> bagaikan kanker ganas dalam tubuh manusia. Maka,
> mujahid wajib memahami bahaya syirik dengan benr,
> misalnya macam-macam syirik, seperti kekuburan maupun
> syirik membuat undang-undang yang bertentangan dengan
> syariah. Banyak umat Islam, kecuali mereka yang
> dirahmati Allah, yang masih bergelimang di dalam
> kemusyrikan tersebut.
>
> 6 Pokok-pokok Dienul Islam. Materi ini perlu
> diberikan agar para mujahid mengetahui secara garis
> besar dan kalau bisa secara detail tentang dienul
> Islam. Banyak umat Islam yang tidak mengenal hakikat
> dienul Islam, sehingga mereka menyangka bahwa dienul
> Islam hanya dibatasioleh Rukun Islam dan Rukun Iman
> saja. Akibatnya, mereka rela bermukim di bawah
> kekuasaan kafir asal dapat menjalankan rukun Islam,
> karena mereka menyangka bahwa mereka sudah mengamalkan
> dienul Islam secara utuh. Dalam materi ini perlu
> diberikan antaraa lain : makna Islam, makna Muslim,
> makna Mukmin, makna Muhsin, makna Addien, sifat-sifat
> dienul Islam, cara mengamalkan dienul Islam menurut
> tuntunan alQur:an dan asSunnah, cara menegakkan dienul
> Islam sesuai syariah, dsb.
>
> 7 Fiqhul Jihad. Mujahid perlu diberikan materi fiqhul
> jihad agar memahami secara garis besar masalah jihad,
> antara lain meliputi : makna jihad, tahap-tahap
> disyariatkannya jihad, hukum jihad, terutama setelah
> runtuhnya khilafah Islam, keutamaan jihad, kemuliaan
> yang dicapai oleh orang yang mati syahid, istiqamah di
> dalam melaksanakan jihad, dll. Materi fiqhul jihad ini
> perlu diberikan di samping untuk memahami syariat
> jihad, juga dapat membuahkan ruhul jihad, sehinggaa
> mujahid cinta kepada jihad dan mati syahid. Allah swt
> berfirman : "Jika bapak-bapak, anak-anak,
> saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta
> kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
> takuti kerugiannya dan rumah-rumah temapt tinggal yang
> kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
> RasulNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
> orang-orang fasiq" (QS atTaubah 9:24). Sebenarnya,
> ruhul jihad (cinta jihad dan mati syahid) inilah yang
> dimatikan oleh musuh-musuh Islam dari jiwa umat Islam.
> Karena musuh-musuh Islam dari jiwa umat Islam. Karena
> musuh-musuh Islam tahu, bahwa selama umat Islam sudah
> tidaak ada pemahaman tentang jihad dan mati semangat
> jihadnya, maka selama itu pula mereka mudah dikuasai
> meskipun perjuangaan mereka di segi lain bersemangat.
> Oleh karena itu, menumbuhkan pengertian dan ruhul
> jihad sampai mencintai jihad dan mati syahid di dalam
> jiwa mujahid adalah tugas terpenting dari ormas Islam
> di dalam membina para anggotanya. Kita yakin, tanpa
> pelaksanaan jihad fi sabilillah, pemantapan kedudukan
> dienul Islam tidak mungkin tercapai.
>
> 8 Fiqhul Qital. Yang dimaksud dengan fiqhul qital
> adalah usaha-usaha untuk memberi pelajaran taktik dan
> strategi perang dan melatih keahlian tempur serta
> menggunakan senjata. Para sahabat Nabi tidak ada yang
> tidak dapat menggunakan senjata, meskipun keahliannya
> tidak sama. Khusus untuk membina fiqhul jihad dan
> fiqhul qital seaiknya tandzim mempunyai kamp pelatihan
> sendiri.
>
> Inilah kurang lebih delapan materi yang mesti
> diberikan kepada para mujahidin sehingga diharapkan
> mereka dapat menjadi penegak dienul Islam sampai
> terwujudnya tamqinuddin.
> (Fauzan alAnshari : "Saya Teroris", 2002:59-63. Simak
> juga : Ibnu Abdul Wahhab : "Bersihkan Tauhid Anda dari
> Noda Syirik", "Karakteristik Perihidup Jahiliyah".
> Muhammad Saleh alUthaimin : "Aqidah Ahlu Sunnah wal
> Jama'ah", Abdullah Azzam : "Aqidah Landasan Pokok
> Membina Umat", Zainuddin Hamidy : "Ilmu Tauhid", Ibnu
> Ismail asShan'ani : "Penghancuran Kepercayaan Bathil",
> Abdul Madjid Aziz azZandani : "Jalan Menuju Iman",
> Ibnu Sulaiman atTamimi : "Dasar-Dasar Islam", Ali
> Gharisah : "beriman Yang Benar", Mohammad Soebari :
> "Bukan Sembarang Nama", Abdurrahim Manafi : "Kitabus
> Sa'adah", Malik Ahmad : "Strategi Dakwah Islamiyah",
> Sayyid Quthub : "Petunjuk Jalan", Abul A'la alMaududi
> : "Metoda Revolusi Islam", "Bagaimana Memahami
> Qur:an", "Prinsip-Prinsip Islam", "Dasar-Dasar Islam",
> Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim", A Hasymi :
> "Muhammad Sebagai Panglima Perang").

(0301052101) 1

Masalah Ummat

Masalah (problematika) ummat Islam masa kini adalah kesejangan antara Das Sollen dan Das Sein, antara teori dan praktek, antara ilmu dan amal, antara harapan dan kenyataan, antara yang seharusnya dan yang terjadi di semua aktivitas bidang kehidupan. Di bidang politik, negara, kekuasaan, kepemimpinan. Di bidang sosial, kemasyarakatan, cultural, budaya, spiritual, keyakinan, akidah. Di bidang keumatan, jama’ah, kesatuan, persatuan, pergerakan. Di bidang keulamaan, keilmuan. Pilar negara sejahtera itu mencakup : kepakaran teknokrat (konsep yang ilmiah, ilmu orang pintar, kecakapan cendekiawan), kebijakan brokrat (supermasi hukum, keadilan penguasa/pejabat), kesosialan konglomerat (kedermawanan pengusaha, kepedulian sosial orang kaya), peran serta yang melarat (partisipasi orang miskin, kegotongroyongan masyarakat).

Seharusnya umat Islam ini adalah umat pemenang, bukan umat pecundang. Sebagai umat yang memimpin, bukan yang dipimpin. Dalam segala hal umat Islam ini dikendalikan oleh pihak lain, bukan sebagai pemegang kendali. “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang berimana” (QS 3:139).

Seharusnya umat Islam ini mencegah kemunkaran, kemaksiatan, kejahatan, kekerasan, kekejian. Namun nyatanya umat Islam malah ikut-ikutan terlibat dalam segala macam tindak yang tidak senonoh. “Sesunggunya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, munkar dan permusuhan” (QS 16:90). Aktivitas yang merusak akidah, ibadah, akhlak, mu’amalah bermunculan di mana-mana. Krisis dalam segala hal.

Seharusnya umat Islam ini kompak bersatu padu, memelihara persatuan, menjaga kesatuan. Namun nyatanya umat Islam terpecah-belah, saling bermusuhan. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agaa) Allah dan janganlah kamu bercerai berai” (QS 3:103). “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS 5:2).

Seharusnya tokoh-tokoh umat Islam ini menuntun, membimbing umat dengan sepenuh daya dan dana, bukan malah memanfa’atkan umat untuk memperoleh dana dan nama (ketenaran). Hidup di tengah-tengah umat melarat, bukan malah bersama-sama selebiritis di acara infotainment. “Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah” (QS 9:324). “Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui” (QS 2:146). Sebahagian tokoh-tokoh umat Islam ini terkena penyakit Yahudi dan Nasrani, pintar berargumentasi, berhelah, berdalih.

Seharusnya umat Islam ini eksklusif, tampak beda dengan lawan dalam segala hal, dalam akidah, ibadah, mu’amalah, politik, ekonomi, sosial, budaya, perilaku. Berbeda dalam memperlakukan wanita, dalam berpenampilan, dalam berhari raya, dan lain-lain (Simak antara lain Buletin DAKWAH, No.47, Th.XXXV, 21 November 2008, “Awas Tasyabbuh”, oleh Dewi Haani). Namun nyatanya umat Islam tak ada bedanya sama sekali dengan yang lain. “Karena sesunggunya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka” (QS 4:140).

Seharusnya umat Islam ini cerdas, paham akan hikmah, akan kebijaksanaan. Paham akan hikmah beribadah, beramal, berkorban. Paham akan taqarrub ilallah. Paham akan fungsi harta kekayaan. Paham akan arti kedermawanan. Paham akan arti kehormatan diri. Tidak punya sikap mental pengemis (tangan di bawah), tetapi pemberi (tangan di atas). Tidak punya sikap mental angkuh, congkak, pongah, sombong, pamer, takabbur, tapi bersikap tawadhu’, rendah hati. Dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi terdapat pasal tentang keutamaan zuhud, qana’ah, kejelekan mengemis, agar pemurah, tidak kikir. Beramal secara cerdas, bukan hanya sekedar ikut-ikutan. “Dan janganlah kamu mengikut apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (QS 17:36).

(BKS0812080800)

Seruan Islam

Islam menyeru, mengajak masuk ke dalam komunitas,masyarakat beradab, masyarakat madani, masyarakat berakhlak paripurna. “Saya – kata Rasulullah – diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.

Islam menyeru, mengajak masuk ke dalam komunitas, masyarakat yang penuh kedamaian, kesejahteraan, kesentosaan, keamanan, kenyamanan. “Dan tiadalah Kami – kata Allah – mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (QS 21:107). “Semoga keselamatan bagi kalian, serta rahmat dan berkat Allah” (HR Abu Daud, Tirmidzi dari Imran bin Hushain dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawai, pasal “Cara Memberi Salam”).

Islam menyeru, mengajak masuk kedalam komunitas, masyarakat yang penuh keadilan, kebajikan, kebagusan, keindahan, kebersihan, kerapian, saling peduli. Islam menyeru, mengajak masuk ke dalam komunitas yang bajik, bagus, indah segalanya. Akidahnya bagus, indah, bersih, bebas dari syirik, bebas dari keyakinan yang karut marut. Pola pikirnya bagus, indah, bersih, bebas dari pikirin jorok, pikiran kumuh. Ibadahnya bagus, indah, bersih, bebas dari bid’ah, bebas dari ritual yang diada-adakan. Muamalahnya bagus, indah, bersih. Politik, Ekonomi, Sosial, Budayanya bersih dari jahili, dari sekuler.

Islam menyeru, mengajak pada kebajikan, berbuat baik, tak berbuat jahat, meraih kebahagian di surga. “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar” (QS 3:104). “Allah menyeru manusia ke sorga Darussalam” (QS 10:25). “Allah mengajak ke sorga dan ampunan dengan IdzinNya” (QS 2:221).

Islam sangat melarang siapa pun melakukan tindak kejahatan. Tindak kejahatan disebut juga perbuatan dosa. Pelakunya diancam hukuman siksa oleh Allah. Ada tiga tindak kejahatan pokok, yaitu fahsya (lewdness, porno/serong/mesum, perbuatan keji), munkar (abonomotive, maksiat), baghy (wickedness, permusuhan, penganiayaan). Seluruh perbuatan dosa masuk kedalam salah satu dari ketiga tindak kejahatan pokok tersebut. “Sesunguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan” (QS 16:90).

Untuk dapat menjaga diri dari berbuat jahat, berbuat dosa, Islam menuntun agar serius, tekun melaksanakan ibadah, setia melakukan rukun Islam, seperti shalat, shaum, zakat, haji. Seluruh ibadah itu mendidik, melatih agar mampu mengendalikan diri, baik dalam berbicara maupun dalam berbuat, baik perorangan, maupun secara bersama-sama. Ibadah itu membentuk sikap mental yang baik.



Ibadah apapun merupakan latihan, pendidikan untuk merubah sikap mental, perilaku yang cenderung ke kiri, jorok, fahsya, munkar, syaar, suu: fasad, fujur menjadi sikap mental, perilaku yang cenderung ke kanan, bersih, baik, makruf, khair, hasan, shaleh, biir, taqwa.

Larangan pada saat pendidikan, latihan sangat ketat, sangat keras dibandingkan dengn di luar pendidikan dan latihan. Demikian pula larangan pada saat melaksanakan ibadah lebih ketat, lebih keras dari pada bukan pada saat melakukan ibadah. Fungsi ibadah itu untuk membersihkan, mensucikan diri dari perilaku buruk, perilaku jahat dan menggantiya dengan perilaku baik, perilaku utama.

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dri perbuatan-perbuatan keji dan munkar” (QS 29:45). “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS 2:183). “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka” (QS 9:103). “Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji” (QS 2:197).

Pada saat mengerjakan ibadah haji, terlarang rafats (lewdness, bercumbu, menimbulkan birahi, bercakap kotor, bersenggama), fusuq (buse, durhaka, membuat kejahatan), jidal (angryconversation, bertengkar, berbantah-bantahan). Orang-orang yng mengikuti jalan yang lurus itu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan (simak QS 49:7). Islam menuntun agar tidak berbuat kufur (disbelief, kekafiran), fusuq (lewdness, melawan hukum), ‘ishya (rebellion, berantm, durhaka). Terlarang berbuat itsm (crime, dosa), ‘udwan (wrongdoing, mendurhakai ajaran Rasul) (simak QS 58:9).

Islam wanti-wanti menyeru agar memelihara, menjaga lidah (yang diantara kumis dan jenggot) dan kemaluan (yang diantara paha kanan dan paha kiri) (Simak antara lain HR Bukhari, Muslim dari Sahal bin Sa’ad, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Beberapa Larangan Ghibah dan Perintah Memelihara Lidah”). Termasuk meninggalkan perdebatan, pertengkaran, meskipun benar (“taraka al-mira:i wa in kaana muhiqqan”) (Simak HR Abu Daud dari Abu Umamah al-Bahili, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Husn al-Khuluq”, Baik budi).

Islam memberikan jaminan kebebasan untuk mempertahankan hak-hak dasar manusia. Namun hak memimpin, hak menghakimi bukanlah hak dasar manusia. Hak memimpin dan hak menghakimi tersebut adalah hak kesepakatan, persetujuan bersama yang bersifat temporal. Selama kesepakatan bersama itu berlaku, umat Islam berkewajiban memenuhinya. “Hai orang yang beriman, penuhilah perjanjian” (QS 5:1).

Kebebasan dalam Islm adalah kebebasan yang beradab. Bebas menyebarkan kebenaran dan kebajikan. Dan sama sekali tak memberikan kebebasan untuk menyebarkan kejahatan dan kekejian. “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangnlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS 5:2).

Islam mengajarkan agar selalu konsekwen, istiqamah melaksanakan hak-hak Allah, baik secara perorangan, bermasyarkat, maupun bernegara. Namun Islam dalam mewujudkan semuanya itu tanpa memaksa. Islam sangat menghormti kebebasan, tidak memaksa kehendak.

(BKS0808201430)

Tuesday, December 09, 2008

Sent: Monday, December 30, 2002 1:07 PM
Subject: Himbauan Majelis Mujahidin


> Himbauan Majelis Mujahidin Indonesia
>
> 1 Sesungguhnya sumber segala masalah yang membuat
> bangsa Indonesia mengalami krisis multidimensional
> seperti sekarang ini adalah akibat diberlakukannya
> hukum yang bersumber dari sekularisme sebagai tatanan
> kehidupan berbangsa dan bernegara. Semestinya bangsa
> Indonesia menempatkan diri sebagai haamba Allah dengan
> mentaati dan menegakkan hukum-hukum-Nya, hingga dapat
> kembali kepada harkat kemanusiaan yang sebenarnya.
>
> 2 Selama 56 tahun Indonesia merdeka, kedaulatan
> pemerintahan negara berada di bawah kedaulatan yang
> menuimpang dari petunjuk Allah, bahkan menentang
> pelaksanaan hukum Aallah di dalam kehidupan berbangsa
> dan bernegara. Hal ini jelas merupakan pengingkaran
> terhadap rahmat Aallah dan kasih sayang Allah yang
> diturunkan kepada bangsa Indonesia sebagaimana diakui
> dan dicantumkan di dalam Pembukaan UUD-1945. Sebagai
> akibatnya, terjadilah krisis nasional : malapetaka
> politik (berupa perseteruan eksekutif-legislatif,
> fitnah, teror, adu domba seperti yang terjadi di
> Sampang-Madura), bencana ekonomi (kemelaratan sosial,
> nasib rakyat miskin yang terabaikan, ribuan pengungsi
> di Aceh, Maluku, dll, yang terancam kelaparan),
> tragedi kemanusiaan (perang agama di Maluku,
> pertikaian etnis di Sampit-Kalimantan Tengah, amuk
> massa, pembakaran sarana pendidikan, perkantoran,
> pasar, tempat ibadah, saling bunuh di antara warga dan
> tentara Aceh) serta berbagai kerusakan di hampir semua
> segi kehidupan, yang kesemuanya itu berujung pada
> konflik horizontal di antara sesama warga negara.
> Akhirnya, rakyat membenci pemerintahnya, sebaliknya
> pemerintah membenci rakyatnya, sehingga ancaman
> terjadinya disintegarasi bangsa semakin nyata.
>
> 3 Cara berpikir sinkretik dan perilaku munafik, yang
> selama ini digunakan Pemerintah dalam menyelesaikan
> konflik dan pertentangan warga bangsa, terbukti gagal
> menciptakan suasana kehidupan bersama yang damai,
> harmonis, jujur dan bertanggungjawab. Oleh karena itu,
> harus ada keberanian untuk mengubah orientasi
> berpikir, bersikap dan bertindak secara mendasar, yang
> menjamin keselamatan manusia secara sosial demi
> tercapainya masyarakat adil, makmur dan diridhai
> Aallah swt. Untuk mencapai maksud diatas, Majelis
> Mujahidin berkeyakinan, tidak ada cara lain kecuali
> memberlakukan syariat Islam secara kaffah (utuh) dalam
> kehidupan berbangsa dan bernegara yang realisasinya
> sebagai berikut :
>
> a Seluruh umat Islam, di orpol atau ormas manapun
> mereka berada, baik sebagai anggota MPR, DPR, menteri,
> pegawai negeri sipil/militer, rakyat biasa, mahasiswa
> dan lain-lainnya harus mempunyai komitmen yang jelas
> terhadap keislamannya, yaitu wajib taat kepada Allah
> dengan melaksanakan syariat-Nya secara utuh.
>
> b Sumber dari segala hukum dan kebijakan nasional
> harus berdasarkan alQur:an dan Sunnah Rasulullah saw.
>
> c Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hubungan
> antara muslim dan nonmuslim telah ditentukan di dalam
> syariat Islam, antara lain memberikan kebebasan
> beribadah kepada mereka yang beragama selain Islam.
>
> 4 Sistem pengelolaan dan pembangunan negara Indonesia
> yang tidak berdasarkan syariah dan tidak pula mengacu
> kepada ajaran moral Islam yang dianut oleh mayoritas
> penduduk negeri ini, telah membawa dampak sosial yang
> sangat parah dan merusak sendi-sendi tatanan hidup
> bermasyarakat. Akibatnya, potensi bangsa menjadi
> terkuras sia-sia akibat berbagai konflik dan
> pertentangan kepentingan. Sebagai contoh : penerapan
> hukum positif sekuler yang menghalalkan segala yang
> diharamkan Islam serta sistem peradilan dan ekonomi
> yang menyengsarakan masyarakat golongan lemah,
> menyebabkan terjadinya berbagai tindak kezaliman,
> permusuhan dan pertentangan yang berkepanjangan.
>
> 5 Reformasi total yang dapat menjamin kesejaahteraan
> dan perbaikan situasi dalam negeri hanyalah dengan
> penegakkan syariat Islam, bukan sekedar mengganti
> figur-figur yang mengelola lembaga-lembaga negara
> seperti presiden, menteri atau pejabat negara lainnya,
> melainkan harus adaperubahan sistem bernegara. Sistem
> yang buruk dan dilaksanakan oleh pejabat yang juga
> buruk, pasti tidaka akan membawa kebaikan bagi rakyat.
> Reformasi total hanya bisa membawa maslahat bagi
> rakyat Indonesia, bila seluruh landasan keyakinan,
> tujuan hidup dan tatanan segala aspek kehidupan
> berbangsa dan bernegara didasarkan kepada syariat
> Islam secara menyeluruh.
>
> 6 Komposisi masyarakat Indonesia yang majemuk, namun
> mayoritasnya beragama Islam harus diberikan hak
> konstitusionalnya untuk menjalankan syariat Islam.
> Sebab, syariat Islam yang hendak ditegakkan oleh umat
> Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan
> memberikan pengayoman kepada nonmuslim sebagaimaana
> yang diatur dalam syariat Islam itu sendiri, karena
> sesungguhnya Islam adalah rahmatan lil'alamin.
>
> 7 Demokrasi sekuler yang dianggap sebagai sebagai
> model sistem yang paling baik di dunia dan ingin
> ditegakkan di Indonesia, ternyata tidak mampu
> memberikan ketenangan, rasa keadilan dan rasa aman
> kepada manusia dari segala bentuk teror dan ancaman
> hidup, baik pribadi maupun masyarakat. Atas nama
> demokrasi, bahkan keruntuhan moral dibiarkan
> merajalela sehingga melahirkan berbagai kebobrokan
> sosial dan menyebarkan penyakit kejiwaan. Munculnya
> berbagai macam ketegangan akibat manipulasi politik
> maupun perselingkuhan moral di kalangan elit penguasa
> dalam mengelola negara dan menjalankan roda
> kekuasaannya, semua itu terjadi karena demokrasi
> sekuler memang tidak mengenal kontrol yang didasarkan
> pada ajaran agama.
>
> 8 Kekhawatiran akan terjadinya disintegarasi bangsa,
> diskriminasi rasial dan agama, apabila syariat Islam
> menjadi hukum positif dalam kehidpan berbangsa dan
> bernegara, adalah kekhawatiran yang tidak berdasar,
> bertentangan dengan nas alQur:an, Sunnah Rasulullah
> maupun fakta sejarah. Kekhawatiran demikian hanyalah
> opini buatan Zionis dan imperialisme Barat, karena
> mereka ingin melestarikan penjajahannya di senatero
> dunia. Padahal zionis dan imperialis Barat telah
> menebarkan teror maut dimana-mana, seperti teror
> Amerika di Irak, Rusia di Chechnya, dan Israel di
> Palestina.
>
> 9 Syariat Islam datang sebagai satu-satunya jalan
> yang memberikan penjelasan kepada manusia sebagaimana
> disampaikan para Rasul dan Nabi Allah untuk
> membersihkan manusia dari pengaruh jahat hawa nafsunya
> dan memberikan petunjuk tentang tujuan hidup
> manusiadengan meletakkan tatanan kehidupan individu,
> keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dalam fitrah
> yang digariskan oleh Allah demi terwujudnya
> kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hal seperti ini
> tidak dapat dilakukan oleh ajaran apa pun di luar
> syariat Islam, termasuk ajaran demokrasi dan
> sekularisme.
>
> 10 Oleh karena itu, Majelis Mujahidin menyerukan
> kepada segenap alim ulama, intelektual muslim serta
> tokoh-tokoh Islam khususnya, dimana pun mereka berada
> dan pada posisi apa pun mereka berperanserta, supaya
> menyadari, bahwa kelalaian maupun ketidakpedulian
> mereka terhadap tathbiqus-syari'ah (penegakkan syariat
> Islam) telah mengundang murka allah, sehingga
> menimbulkan malapetaka dan bencana di negeri ini,
> sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, dana akan
> terus demikian apabila faakta dan kenyataan yang ada
> sekarang ini tidak dijadikan sebagai ibrah dan
> kemudian mengikuti jalan Islam serta melakukan
> taubatan nasuha. Dan untuk itu, Anda harus
> bertanggungjawab kepada Allah dan kepada umat Islam
> bangsa Indonesia dengan secepat-cepatnya berjuang
> menegakkan syariat Islam di bumi Indonesia ini.
>
> Berdasarkan alasan-alasan ersebut diatas, maka
> Majelis Mujahidin menghimbau pemerintah supaya
> memerintah negeri ini dengan pemerintahan yang bersih,
> jujur, adil dan bermartabat sesuai dengan syariat
> Islam. Kemudian membuat kebijakan pemerintah serta
> aturan-aturan hukum dengan merujuk kepada alQur:an dan
> Sunnah Nabi Muhammad saw. Apabila tidak demikian, maka
> sesungguhnya Allah swt mengancam : tidak akan meberi
> rahmat, pertolongan dan jalan keluar dari segala
> kesulitan hidup, kepada pemimpin atau pemerintah yang
> menentang syariah-Nya. Wallahu a'lam bisshawab.
>
> Ya Allah, Engkau menyaksikan, kami telah
> menyampaikan.
> (Fauzan alAnshari : "Saya Teroris ?", 2002:68-74.
> Simak juga SABILI, No.6, Th.VIII, 6 September 2000,
> hal 42-45, Wawancara dengan Abu Bakar Baasyir, No.17,
> Th.IX, 21 Februari 2002 2002, hal 6-7, Rosail KH Abu
> Bakar Baasyir : "Seruan Majelis Mujahidin", No.19,
> Th.IX, 21 Maret 2002, hal 5-6, Rosail Drs Fauzan
> alAnshori,MM : "Seruan Dari Majelis Mujahidn
> Indonesia", No.16, Th.VIII, 31 Januari 2001, hal 6-7,
> Rosail UmarAbduh : ""awaban Kepada Fauzan alAnshari""
> No.02, Th.X, 8 Agustus 2002, hal 8-9, Komentar Fauzan
> alAnshari : "Vonis Agus Dwikarna Pasca Goci").

(0301050144) 1

Sent: Monday, December 30, 2002 2:13 PM
Subject: Calon Presiden Mendatang

> Calon Presiden Mendatang
>
> Calon Presiden dan Wakil Presiden RI mendatang, untuk
> periode 2005-2010, hendaknya orang-orang yang
> benar-benar punya visi dan misi yang jelas dan tegas
> serta punya kemauan dan kemampuan keras terhadap
> pemberantasan KaKaEn (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
> Orang-orang semacam itu tampaknya pada saat ini adalah
> Abdullah Hehamahua dan Yusuf Syakir dari KPKPN (Komite
> Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara). Semua pihak, baik
> sipil, maupun non-sipil, baik Muslim, maupun
> non-Muslim, baik pekerja formal maupun non-formal
> hendaknya mendukung penuh kedua orang itu, yaitu
> Abdullah Hehamahua dan Yusuf Syakir, masisng-masing
> sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden periode
> 2005-2010. Semoga negara kita ini dapat bebas dari
> wabah korupsi, kolusi dan nepotisme. Amin.


(0301052101) 1

Catatan Terhadap Pemikiran Tokoh Islam Liberal

Setelah sebulan enam hari Bom Bali, Harian KOMPAS menurunkan tulisan Ulil Abshar Abdalla yang berjudul �Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam� (KOMPAS, 18/11/2002). Tulisan itu merupakan �Bom� pemikiran yang �diledakkan� mengiringi Bom Bali. Tanggapan pun kemudian muncul dari banyak pihak.

Yang diangkat Ulil Abshar dalam tulisan tersebut, sebagaimana dikatakannya, adalah �Mempersoalkan cara menafasirkan agama�, yang katanya sebagai �Jalan satu-satunya menuju kemajuan Islam�. Alasannya, ia melihat adanya �kecenderungan untuk memonumenkan Islam amat menonjol saat ini� atau menjadikan Islam sebagai �agama fosil�. Sementara ia sendiri meletakkan Islam sebagai �organisme� yang hidup atau sebuah agama yang berkembang.

Untuk menuju ke arah itu, kata Ulil, diperlukan beberapa hal. 1. Penafsiran Islam secara nonliteral, substansial, kontekstual, dan sesuai dengan peradaban yang terus berubah. 2. Memisahkan unsur budaya setempat (Arab) dengan nilai fundamental.

Akan tetapi, setelah dicermati, ternyata Ulil tidak lagi berbicara bagaimana menyegarkan pemahaman agama atau cara menafsirkan ajaran Islam. Pembicaraan lebih pada sikap dan pandangannya pada Islam. Karena itu kemudian melahirkan dalam uraian berikutnya banyak kerancuan (hampir tiap bagian, untuk tidak mengatakan tiap paragraf) dalam tulisan tersebut.

Sesuai dengan �tantangan�nya untuk menanggapi disertai dengan alsan (SABILI, Des 2002), maka penulis tertarik untuk memberikan beberapa catatan, tetapi terus terang, sebenarnya penulis merasa kerepotan untuk menanggapi. Bukan karena hebatnya gagasan dan kuatnya argumen, akan tetapi karena inkonsistensi dan kesemerawutan jalan pikirannya, di samping banyaknya kata/kalimat bersayap. Sehubungan dengan itu, tulisan ini bukan untuk membantah, tetapi sekedar menunjukkan kekeliruan atau keblingerannya. Sebab, jika seorang mempunyai pandangan, penilaian, dan sikap yang keliru, apapun yang terlahir dari pikirannya itu pasti akan keliru juga. Kalau betul, cuma kebetulan.

Penulis mengharapkan uraian ini dapat menjadi balance. Kalau bisa sekaligus sebagai taushiyah buat Ulil. Semoga Allah menunjuki Ulil dan menjadikannya sebagai pejuang Islam yang Tidak Sekedar cara Menafsirkan.

Dengan jelas Ulil, dalam tulisannya, mengajak untuk �Menyegarkan kembali pemahaman Islam�. Namun ternyata tidak demikian. Ulil, dalam uraiannya, justru menyatakan �sikap�, �pandangan�, dan �penilaian�nya terhadap Islam. Kemudian ia mengusulkan merombak Islam. Sama sekali ia tidak berbicara bagaiamana menafsirkan ajaran Islam. Pertama, kata-katanya yang diulang-ulang (dengan sedikit perbedaan redaksi), seperti : �Menurut sya, tidak ada yang disebut hukum Tuhan, yang ada adalah hukum manusia, bukan hukum Tuhan. Ia menegaskan dengan kata-kata : �Jangan dilupakan : �Tak ada hukum tuhan, yang ada adalah Sunnah Tuhan�. (Simak juga perbedaan antara �functional meaning� dengan �intentional Meaning� seperti dari Zainuddin Ahmad MA dalam �Filsafah Audio-Visual Communication�, Majalah ADMINISTRASI NEGARA, No.8-9, Tahun IV, Agust-Sept 1962, hal 224 - asrir).

Kalau seandainya saja Ulil membaca dan tidak membuang ayat alQur:an, pastilah ia akan menemukan ayat-ayat tentang hukum Tuhan, seperti ayat 50 QS alMaidah, atau ayat 40 QS Yusuf. Kalau ia mengetahui ayat-ayat tersebut, tentunya tidak akan mengatakan berulang-ulang bahwa hukum Tuhan tidak ada. Kecuali ia mengartikan atau menafsirkan hukma dengan �kepantasan umum� atau �tempe goreng�, baru tidak ada hukum Tuhan. (atau Ulil sengaja pura-pura tak menemukan ayat tersebut, atau ia menggunakan �functional meaning� otaknya dan meninggalkan �intentional maning� Qur:an - asrir).

Dengan menghilangkan hukum Tuhan seperti itu, maka Ulil tidak bericara tentang bagaimana menyegarkan pemahaman terhadap Islam, bukan bagaimana cara menafsirkan Islam. Ia sesungguhnya telah mempreteli ayat-ayat Allah dalam AlQur:an, mempersempit Islam dan menyudutkan Islam ke pojok yang pengap. Sejarah akan mencatat, Ulil akan gagal total jika tidak bertaubat nashuha. Mungkin Ulil termasuk dalam apa yang disinyalir dalam bagian akhir ayat 40 QS Yusuf, yang artinya �akan tetapi sebagian besar manusia tidak mengetahui�.

Kedua, kesamaan agama. Rupanya Ulil lupa kalau ada ayat QS AlKafirun yang menjelaskan, bahwa kemusyrikan dan kekafiran pun termasuk sebagai diin (agama). Islam secara substansial mengajarkan monotheisme (tauhidullah), sedangkan kemusyrikan mengajarkan politheisme, dan kekafiran mengajarkan atheisme. Kalau Ulil menggunakan akal sehat, tak akan mungkin mengatakan bahwa semua agama (diin) itu benar. Mengingkari Metode Ilmiah

Ulil melakukan penafsiran non-literal (ngawur). Tidak menggunakan referensi, maraji�, literatur Islam yang bersumber dari AlQur:an dan Sunnah rasul. Akibatnya ia jatuh pada cara yang tidak ilmiah. Subjektif (su:uz zhaan? - asrir), tidak objetif.

AdDiin (dalam ayat 19 QS Ali Imran) ditafsirkan Ulil (sesuai dengan �functional meaning� otaknya - asrir) �jalan religiutas yang benar� dan AlIslam ditafsirkannya �proses yang tak pernah selesai menuju ketundukan (kepada Yang Maha Besar)�. Ia lupa atau tidak tahu (tidak mau tahu) bahwa lafal kata itu lengkapnya adalah AlIslam, bukan Islam saja. AlIslam adalah sebuah nama, bukan istilah (term). Setiap menyebut atau membicaakan Islam sebagai agama, AlQur:an selalu menggunakan al (alif lam) dal lengkapnya AlIslam (misalnya dalam QS Ali Imran 3:19, dan QS AlMaaidah 5:3). Kegerahan dan Provokasi

Tulisan Ulil tersebut merefleksikan beberapa sikapnya.

Pertama, ada kegerahan yang akut. Mungkin usahanya melakukan liberalisasi Islam kurang segera berhasil, sementara iaa melihat (secara berlebihan) adanya salah satu kecenderungan sebagian (kecil) umat Islam yang ingin menegakkan syari�ah Islam. Ia sewot, lantas mengklaimnya bahwa mereka memonumenkan Islam dan menjadikannya sebagai �agama fosil�.

Orang yang memahami syari�ah Islam bersifat lengkap dan ingin menegakkan syari�ah dikatakannya sebagai tidak berdaya, tidak rasional, kolot dan dogmatis. Orang yang ingin menjadikan Islam sebagai solusi dikatakannya sebagai kemalasan berpikir dan eskapisme.

Kedua, sebagai lanjutan dari kegerahan akutnya tersebut, ia cenderung provokatif. Ini terlihat dari kata-katanya seperti �tidak usah diikuti�.

Setiap orang sesungguhnya mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan keyakinan dan agamanya sendiri, bebas untuk ikut budaya manapun sesuai dngan selera dan �kepantasan� masing-masing. Anehnya, Ulil menganut paham liberal, tetapi sikapnya tidak demokratis, tidak mencerminkan label �liberal� yang disandangnya. Ia ngata-ngataian orang seenaknya. Ia mau liberal hanya untuk dirinya sendiri. Sungguh ironis dan tidak adil. Tuan makan Senjata

Dalam pemahaman agama dan penafsiran agama (Islam) Ulil maunya tanpa referensi (dalam bahasa dia non-literal). Anenya, karena harus menyebut �Nabi�nya, ia ternyata menggunakan referensi. Ia mengutip kata-kata Nurcholis madjid. Ia menulis �Islam seperti pernah dikemukakan Cak Nur dan sejumlah pemikiran lain ...�.

Kaidah penafsiran yang ditetapkannya, yakni non-literal dianggapnya sendiri, di�caplok�nya sendiri. Rupanya sulit untuk konsisten. Tuan makan senjata.

Ulil mati-matian mengatakan bahwa �tak ada hukum Tuhan, yang ada adalah Sunnah Tuhan�. Namun, ketika mengusulkan penyelesaian masalah kemanusiaan, ia mengatakan �...harus merujuk kepada hukum-hukum atau sunnah yang telah diletakkan Allah sendiri dalam setiap bidang masalah�. Katanya hukum Tuhan tidak ada, tetapi ia merujuk pada hukum Tuhan. Katanya, yang ada sunnah Tuhan, tetapi ia merujuk pada hukum atau sunnah Tuhan. Sungguh tak logis. Gegabah dan Sembrono

Ulil mengatakan bahwa �Jalan satu-satunya untuk menuju kemajuan Islam� adalah dengan �mempersoalkan cara menafsirkan agama�. Logikanya, kalau Ulil sudah ribut bin sibuk mempersoalkan cara menafsirkan agama, sebagaimana dalam tulisannya itu, Islam akan maju. Kalau sudah membuat penafsiran baru sak karepe dhewe (sesukanya sendiri), Islam akan maju. Sungguh tak logis sama sekali. Hanya orang-orang yang tidak waras (irrasional - asrir) saja yang akan menerima cara memahami atau menafsirkan Islam ala Ulil dan konco-konconya di Jaringan Islam Liberal, seprti yang diusulkannya itu, yang katanya �satu-satunya jalan�. (tafsiran manipulatif - asrir) Khatimah

Sebenarnya ulil tidak sedang mengajak menyegarkan kembali pemahaman Islam, tetapi malah mengajak memporakporandakan Islam. Apa yang dikatakan oleh Ulil dengan JILnya itu, tidak lain hanayalah merusak Islam dari dalam. Pihak lain memburukkan citra Islam dan ummatnya dengan bom, maka Ulil dan kawan-kawannya memburukkan citra Islam dengan �bom pemikiran�. Se,oga Allah menunjuki orang-orang yang dikehendakiNya dan melaknat orang-orang yang zhalim. Semoga keselamtan atas orang yang mengikuti petunjuk. (Abu �Azmi �Azizah AlMuslim, Lisanmalam, Surabaya : �Catatan Terhadap Pemikiran Tokoh Islam Liberal�, dalam Lembaran Dakwah USWATN HASANAH, Np.759/Th.XV, 2 Mei 2003). 1