Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Saturday, January 31, 2009

Bahaya Yahudi

Yahudiisme adalah gerakan maeralistis yang tidak percaya kepada Allah, Hari Kemudian dan nilai-nilai kerohanian serta akhlak. Yahaudiisme tak kenal dengan moral, etika, sopan santun. Karena mereka telah melanggar aturan Allah yang ditetapkan bagi mereka, maka jadilah mereka itu punya watak, karakter, kepribadian monyet (Simak antara lain QS 2:65). Mereka tak kenal dengan kemanusiaan. Siapa saja, dan apa saja yang mereka pandang akan mengganggu eksistensi Negara Israel akan mereka tumpas habis, akan mereka lenyapkan, akan mereka musnahkan dengan segala cara, Diri mereka taki punya hati nurani. (Simak SYI’AR ISLAM, Bekasi, Edisi X Februari 2009, Hal 20, tentang Fakta-Fakta Kebiadaban Yahudi).



Yahudiisme adalah gerakan ang memperalat agama, undang-undang dan adapt-istiadat dalam memenuhi nafsu loba dan rakus. Semuanya hanya untuk keserakahan, kerakusan, kelobaan, ketamakan mereka. Mereka menjalankan politik Machiavelisme yang membolehkan melakukan pelanggaran akhlak, seperti membunuh, merusak, mengancam demi untk mencapai tujuannya. Segala cara bleh dilakukan untuk mencapai tujuan. Tujuan menghalalkan segala cara. Bagi orang Yahudi, tidak ad agama selaim memenuhi nafsu loba dan rakus.

Yahudiisme adalah gerakan permushan Yang menimbulkan peperangan dan saling bermusuhan di antara golongan-golongan. Di permukaan antara mereka kelihatan kompak bersatu padu, tetapi di hati mereka saling terpecah belah (Simak antara lain QS 57:19). Karena kedurhakaan dan kekafiran mereka terhadap Allah, maka di antara mereka akan timbul permusuhan dan kebencian sesama mereka sampai hari kiamat. Mereka selalu saja menyalakan, mengobarkan api peperangan, menyulut peperangan, membuat kerusakan (Simak antara lain QS 5:64).

Orang Yahudi tela merobohkan segala-galanya, telah membuat anak-anak menjadi yatim piatu, telah melakukan halocoust, pengusiran, pembantaian. Tujuan pokok Yahudi ialah ingin hidup sebagai bangsa dengan menghancurkan umat beragama, umat yang mengenal kerohaniaan, moral, akhlak. Yahudiisme mengancam orang-orang Arab, orang-orang Muslim.

Gerakan Yahaudiisme bergerak dengan meminta bantuan keada komunisme di samping juga meminta bantuan kepada negara-negara demokrasi Barat Kristen. Orang Yahudi menjadi tiang utama gerakan komunis di Eropah dan Amerika. Bahkan gerakan spionase yang membawa kegoncangan di Amerika, Inggeris dan negara Barat Kristen lainnya juga dipimpin oleh tokoh-tokh Yahudi. Orang-oang Yahudi yang belum terbuka kedoknya masih banyak di Eropah dan Amerika. Orang-orang Yahudi banyak yang tergolong sebagai pengkhianat, tak bisa dipercayai.

Unsur-unsur Yahudi yang kuat itulah yang kini sedang mengendalikan politik Barat Kristen dan berusaha menguasai beberapa tokoh, kepala pemerintahan, anggota parlemen dan lain-lain di Eropah dan Amerika. Unsur-unsur ini juga akan melakkan hal yang sama di negara-negara Arab dan negara-negara Muslim. (Petikan terjemahan pidato Dr Musthafa asSiba’i yang disampaikan dalam Kongres Gabungan Islam Kristen di Bahandoum, Libanon, pada tanggal 22 sampai 27 April 1954, dalam “Sistem Masyarakat Islam”, saduran HA Malik Ahmad, terbitan Pustaka AlHidayah, 1987:258-261).

Agen intel Yahudi Mossad bisa menyusup ke sarang lawannya tanpa ketahuan (MAHKAMAH, Edisi IV, Januari 2009, hal 5, “Intelijen”, oleh Irawan Santoso). Tom Peter Lamto, anggota Kongres Amerika, pria kelahiran Yahudi Hungaria 1 Februari 1928, adalah pendukung utama Israel di parlemen Amerika dan sangat bersemangat mengacak-acak negara-negara Arab di Timur Tengah( idem, hal 50, “Empat Serangkai Paman Sam”). Di Amerika Tom Lamto pernah “Menipu” parlemen Amerika (idem, hal 52, “Kisah Skandal Perawat Nuriyah”).

Adian Husaini (dalam SUARA MUSLIM, Bekasi, Edisi 09/I/2009) membahas “Mengapa Kita Kalah ?”. Dari sudut sejarah berdirinya negara Israel, barangkali perlu pula ada pembahasan “Mengapa Yahudi begitu ulet, tekun, teguh, gigih memperjuangkan Tanah yang Dijanjikan ?”. Dan dari sudut sejarah ormas dan porpol Islam di Indonesia, barangkali perlu pula ada pembahasan “Mengapa perjuangan tegaknya syari’at Islam di Indonesia semakin lemah, semakin mengendor ?”. Padahal umat Islam itu terunggul (QS 3:139, 47:35), sedangkan umat lain itu terpecah (QS 59:14, 3:110).

Dari sudut sejarah perjuangan ummat Isam perlu pla ada pembahasan “ Mengapa gagasan Datul Islam Kartosoewirjo hancurlebur berantakan, tenggelam tanpa kembali ?”. “Mengapa Darul Islam Alchaidar mati terhenti di tengah jalan ?”. Padahal ia adalah media Islam Radkal yang memberian pendekatan Militant Journalism, yang konsisten pada pemikiran yang “mengakar”, objective, dari kalangan Islam radikal, reformis, progresif, revolusiner, intelelegensia, yang menyuarakan tafsiran mengenai perlunya Negara Islam Madinah ditelaah, dikaji, diaktualisasikan.

Semangat anti Yahudi di Eropah mendorong Yahudi mendirikan Negara Islam. Namun semangat anti Islam di Barat tak mendorong Islam mendirikan Darul Islam. Kenapa ? Mahatir Mohammad di KTT OKI di Kuala umpr (16/10/2003) sda mengingatkan akan bahaya kekuasaan Yahudi di dunia, dan menyerukan agar umat Islam belajar dari sejarah Yahudi, bangsa kecil yang mengalami penindasan selama ribuan tahun bisa berhasil menjadi salah satu kekuatan dunia, kekuatan militant dengan menggunakan otak (SUARA MUSLIM Edisi 09/I/2009, hal 19).

(BKS09011020)

Wednesday, January 28, 2009

From: asrir sutan
Subject : Re De-Islamisasi
Deislamisasi
Deislamisasi adalah aktivitas yang bertujuan dan berupaya untuk menggeser, menggusur, meminggirkan, menyingkirkan, memasung, mencabut Syari’at Islam dari mu’amalah (sosial, kultural, ekonomi, hukum, politik, militer, dll).
Deislamisasi dilakukan terprogram secara sistimatis, terencana, terarah, berkesinambungan.
Diislamisasi dilakukan oleh yang bukan Muslim, dan juga oleh yang mengaku Muslim, bahkan oleh pakar Islam sendiri yang paham akan Kitab Kuning.
Yang bukan Muslim berupaya merusak kepercayaan akan Tauhid, merusak kepercayaan akan Rasul Alla at bangsa biadab. Islam dicap terkebelakang, kolot, anti kemajuan.
Islam dipandang sebagai agama para penghasut, pengikut fanatik. Umat Islam dipandang sebagai orang yang bersedia mati dengan cara kekerasan (teroris), orang-orang bodoh yang secara buas siap menyerbu kemedan peang untuk mendapatkan rampasan perang kalau hidup, ataau mendapatkan surga kalau mati (Orientalis Washington Irving, dalam Muhammad Husain Haekal : "Sejarah Hidup Muhammad", 1984:693, Prof Dr Hamka : "Tafsir Al-Azhar", juzuk VIII, hal 97, juzuk XX, hal 28).
Yang mengaku Muslim berperan aktif menyebarkan isu bahwa Islam itu hanya cocok bagi masyarakat seragam (homogen), tak cocok bagi masyarakat beragam (heterogen). Untuk masyarakat majemuk (heterogen) "harus dicarikan acuan lain yang bisa dipakai bersama dalam komunitas yang pluralistik".
Dengan memanipulasi dalil-dalil syar’I, yang mengaku Muslim sendiri juga turut berperan aktif mengebiri, melumpuhkan, memenggal, mengikis Islam, berupaya mereduksi makna Islam sedemikian rupa.
Dengan memanipulasi makna ayat QS 3:3, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa "yang telah beragama jangan didakwahi masuk Islam". "Jangan didakwahkan Islam itu sebagai acuan tunggal (alternatif). Bahwa "Islam itu urusan pribadi, soal nilai". Pemerintah taka berhak memaksa rakyat melaksanakan Syari’at Islam. Aktivitas politik haruslah dipisahkan dari Islam. Padahal Islam itu merupakan satu kesatuan IPOLEKSOSBUDMIL, seperti diungkapkan Sayyid Quthub bahwa "banyak ayat alQur:an yang menggambarkan janji-janji Allah di dunia ini dalam kaitannya dengan komunitas (society, masyarakat) dan bukan individu (perorangan pribadi). "Untuk bisa turunnya berkah dari Allah, seperti yang dijanjikanNya, harus terwujud ketakwaan komunal (jama’ah)", kata Abdul Haris Lc (Majalah UMMI, No.10/IX, 1998, hal 28).
Yang mengaku Muslim aktif menyebar isu bahwa hak individu tidak boleh diintervensi, diatur oleh siapa pun, termasuk oleh Islam sendiri. "Tak ada paksaan dalam Islam". Jangan teraapkan Islam itu secara formal. Jangan formalisasikan ketentuan Syari’at Islam sebagai hukum positif ke dalam peraturan perundangan negara.
Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa "setiap upaya untuk memformalkan ajaran Islam ke dalam peraturan perundang-undangan akan bersifat diskriminatif (zhalim, aniaya, tidak adil) terhadap kelompok yang lain".
Yang mengaku Muslim berupaya menyear isu, bahwa alQur:an tidak pernah secara spesifik berb icara tentang negara Islam (Islamic State), karena itu ide (gagsan tentang negara Islam) tidak ada dan harus tidak ada, karena akan menimbulkan perpecahan bangsa, distabilitas dan disintegrasi nasional. (Siapa yang sebenarnya memecah persatuan antara Timor Barat dan Timor Timur, antara Papua Barat dan Papua Timur, antara Borneo Selatan dan Borneo Utara, antara Korea Selatan dan Korea Utara, antara Yaman Selatan dan Yaman Utara, antara Jerman Barat dan Jerman Timur, dan lain-lain ?)
Yang mengaku Muslim berupaya aktif menyebarkan isu agar tidak melegalisasikan ajaran Islam ke dalam perundang-undangan. "Tak ada ketentuan Fiqih yang mengharuskan negara diatur oleh Islam". Akhirnya Islam diatur oleh negara. Dan paling akhir, Islam tinggal hanya sekedar nama. Taka da mu’amalah, tak ada ‘ubudiyah, tak ada ‘aqidah.
Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku Muslim menyebarkan isu bahwa lembaga pendidikan Madrasah, IAIN, Peradilan Agama, RUU Zakat bersifat diskriminatif (zhalim, aniaya, tidak adil). Karenanya haruslah ditolak,
Elite politik Muslim yang mendukung Fraksi Islam paling banyak seperlima, yaitu dari kalangan Muslim di PPP, PBB, PK, PNU, PSII, P. Sedangkan elite politik yang menantang Fraksi Islam paling sedikit empat perlima, yaitu dari kalangan Muslim di PDI-P, Golkar, PAN, PKB, PKP, PDKP, PDR, IKKI, PP, PNI.
Yang mengaku Muslim turut meredusir, menurunkan pengertian jihad dari pengertian istilah (kontekstuaal, keagamaan) menjadi pengertian lughawi (tekstual, grammatikal, leksikal, kebahasaan), yang hanya berarti bekerja keras atau berjuang. Juga pengertian ukhuwah diturunkan dari ukhuwah Islamiyah menjadi ukhuwah syhu’ubiyah/wathaniyah.
Yang mengaku Muslim turut aktif menyerukan agar prinsip-prinsip Islam harus diselaraskan, disesuaikan, diakomodasikan dengan dunia modern (modernisme). Pengundangan sanksi moral oleh negara haruslah ditolak.
Yang mengaku Muslim juga menuding, mencap Islam sekretarian, primodial, ekstrim, fundamentalisme. Umat Islam dituding berpikiran picik, sempit, sontok, sektoral, parsial.
Yang mengaku Muslim sendiri menyerukan bahwa umat Islam haruslah berpikiran luas dalam skala besar, menjangkau kepentingan nasional, tidak berpikiran sempit, hanya mementingkan kepentingan Islam.
Jebakan deislamisasi : Yang ya’lu, yang unggul adalah Nasionalisme, bukan Islam. Haruslah berpikir nasionalis, jangan Islami.
Yang mengaku Muslim juga melakukan sinkretisasi, mencampurkan yang bukan Islam ke dalam Islam (talbisul haq bil bathil). Tokoh-tokoh masa kini yang dijadikan rujukandan acuan dalam sinkretisasi antara lain Ir Mahmud Muhammad Thaha, Abdullah Naim (keduanya tokoh pluralis Sudan yang menentang keras islamisasi pemerintahan). Hasan Hanafi (tokoh kiri Mesir yang menyatakan bahwa hakikat agama itu tidak ada), Muhammad Imarah, Rifa’at Thahthawi dan lain-lain tokoh sekular yang menyandang predikat Islam (Islam di permukaan, ‘ala harfin, tak lebih dari tenggorokan). Rifa’ah Thahthawi dikirim untuk belajar di Perancis. Di sana ia tinggal selama lima tahun (1826-1831). Sarjana lain yang tugas belajar di Perancis ialah Khairuddin alTunisia. Di Perancis ia menghabiskan waktu empat tahun (1852-1856). Setelah kembali keduanaya menyebarkan ide-ide untuk menata masyarakat dengan dasar sekularisme rasional (WAMY : "Gerakan Pemikiran dan Keagamaan", hal 26).
Pernah Rasulullah didatangi seseorang yang cekung matanya, menonjol tulang pipinya dan nonong dahinya, lebat jenggotnya, botak kepalanya. Orang itu berkata : "Hai Muhammad, bertakwalah kepada Allah" (Berlaku adillah dalam pembagian ghanimah). Rasulullah menjawab : "Siapakah yang ta’at kepada Allah, jika aku maksiat (tidak berlaku adil). Apakah kalian tidak percaya padaku, sedang Allah telah mempercayai aku terhadap penduduk bumi ?". Setelah oang itu pergi Rasulullah berkata : "Sesungguhnya akan keluar dari turunan orang itu orang-orang yang pandai (lancar) membaca Kitab Allah (alQur:an), tetapi tidak lebih dari tenggorokannya, mereka terlepas (keluar) dari agama (Islam), bagaikan anak panah terlepas dari busurnya (ketika dilepaskan), mereka akan membunuh orang-orang Islam dan membiarkan orang-orang kafir" (deislamisasi) (Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi : "AlLukluk walMarjan", hadits no.639-642, HR Bukhari, Muslim dari Abi Sa’id alKhudri, tentang "Orang-orang Khawarij dan sifat mereka".
Orang-orang Timur membasmi musuh dengan memenggal kepalanya. Tetapi Barat dan pendukungnya hanya dengan merobah hati dan tabi’atnya (Abul Hasan Ali alHusni anNadwi : "Pertarungan antara Alam Fikiran Islam dengan Alam Fikiran Barat", 1983:162).

(1)
--- asrir sutan wrotee:
Deislamisasi

Deislamisasi adalah aktivitas yang bertujuan dan
berupaya untuk menggeser, menggusur, meminggirkan,
menyingkirkan, memasung, mencabut Syari’at Islam
dari
mu’amalah (sosial, kultural, ekonomi, hukum,
politik,
militer, dll).

Deislamisasi dilakukan terprogram secara
sistimatis,
terencana, terarah, berkesinambungan.

Diislamisasi dilakukan oleh yang bukan Muslim, dan
juga oleh yang mengaku Muslim, bahkan oleh pakar
Islam
sendiri yang paham akan Kitab Kuning.

Yang bukan Muslim berupaya merusak kepercayaan akan
Tauhid, merusak kepercayaan akan Rasul Allah,
mencaci-maki, menjelek-jelekkan Islam dan umat
Islam.
Berupaya merusak kepercayaan akan Kitab Allah.
Berupaya merusak kepercayaan akan Takdir Allah,
merusak kepercayaan akan hari pembalasan.

Yang bukan Muslim berupaya menyebar isu neatif,
menjelekkan dan menghina serta merendahkan Islam,
Qur:an dan Nabi Muhammad.

Islam digambarkan sebagai agama orang primitif,
barbar, sadis, bengis, beringas, sangar, seram,
brutal, haus darah, penumpah darah, kejam, jorok,
dekil, kumal, yang cocok buat bangsa biadab. Islam
dicap terkebelakang, kolot, anti kemajuan.

Islam dipandang sebagai agama para penghasut,
pengikut fanatik. Umat Islam dipandang sebagai orang
yang bersedia mati dengan cara kekerasan (teroris),
orang-orang bodoh yang secara buas siap menyerbu
kemedan peang untuk mendapatkan rampasan perang
kalau
hidup, ataau mendapatkan surga kalau mati
(Orientalis
Washington Irving, dalam Muhammad Husain Haekal :
“Sejarah Hidup Muhammad”, 1984:693, Prof Dr Hamka :
“Tafsir Al-Azhar”, juzuk VIII, hal 97, juzuk XX, hal
28).

Yang mengaku Muslim berperan aktif menyebarkan isu
bahwa Islam itu hanya cocok bagi masyarakat seragam
(homogen), tak cocok bagi masyarakat beragam
(heterogen). Untuk masyarakat majemuk (heterogen)
“harus dicarikan acuan lain yang bisa dipakai
bersama
dalam komunitas yang pluralistik”.

Dengan memanipulasi dalil-dalil syar’I, yang
mengaku
Muslim sendiri juga turut berperan aktif mengebiri,
melumpuhkan, memenggal, mengikis Islam, berupaya
mereduksi makna Islam sedemikian rupa.

Dengan memanipulasi makna ayat QS 3:3, yang mengaku
Muslim menyebarkan isu bahwa “yang telah beragama
jangan didakwahi masuk Islam”. “Jangan didakwahkan
Islam itu sebagai acuan tunggal (alternatif). Bahwa
“Islam itu urusan pribadi, soal nilai”. Pemerintah
taka berhak memaksa rakyat melaksanakan Syari’at
Islam. Aktivitas politik haruslah dipisahkan dari
Islam. Padahal Islam itu merupakan satu kesatuan
IPOLEKSOSBUDMIL, seperti diungkapkan Sayyid Quthub
bahwa ak boleh diintervensi, diatur oleh siapa
pun, termasuk oleh Islam sendiri. “Tak ada paksaan
dalam Islam”. Jangan teraapkan Islam itu secara
formal. Jangan formalisasikan ketentuan Syari’at
Islam
sebagai hukum positif ke dalam peraturan perundangan
negara.

Dengan memanipulasi makna keadilan, yang mengaku
Muslim menyebarkan isu bahwa “setiap upaya untuk
memformalkan ajaran Islam ke dalam peraturan
, grammatikal, leksikal, kebahasaan), yang
hanya berarti bekerja keras atau berjuang. Juga
pengertian ukhuwah diturunkan dari ukhuwah Islamiyah
menjadi ukhuwah syhu’ubiyah/wathaniyah.

Yang mengaku Muslim turut aktif menyerukan agar
prinsip-prinsip Islam harus diselaraskan,
disesuaikan,
diakomodasikan dengan dunia modern (modernisme).
Pengundangan sanksi moral oleh negara haruslah
ditolak.

Yang mengaku Muslim juga menuding, mencap Islam
sekretarian, primodial, ekstrim, fundamentalisme.
Umat
Islam dituding berpikiran picik, sempit, sontok,
sektoral, parsial.

Yang mengaku Muslim sendiri menyerukan bahwa umat
Islam haruslah berpikiran luas dalam skala besar,
menjangkau kepentingan nasional, tidak berpikiran
sempit, hanya mementingkan kepentingan Islam.

Jebakan deislamisasi : Yang ya’lu, yang unggul
adalah
Nasionalisme, bukan Isl agama itu tidak ada),
Muhammad Imarah, Rifa’at Thahthawi dan lain-lain
tokoh
sekular yang menyandang predikat Islam (Islam di
permukaan, ‘ala harfin, tak lebih dari tenggorokan).
Rifa’ah Thahthawi dikirim untuk belajar di Perancis.
Di sana ia tinggal selama lima tahun (1826-1831).
Sarjana lain yang tugas belajar di Perancis ialah
Khairuddin alTunisia. Di Perancis ia menghabiskan
waktu empat tahun (1852-1856). Setelah kembali
ke

=== message truncated ===

(2)
Date: Tue, 7 Jan 2003 22:58:48 -0800 (PST)
From: "Musa Arsyad"

Bung Asrir,

Tulisan Anda bagus sekali. Secara keseluruhan saya
tidak melihat ada masalah dengan data-data dan
rentetan dalil yang Anda tulis. Masalahnya mungkin
lebih pada cara Anda menerjemahkan data dan semua
dalil itu. Kalau saja Anda mau mencoba sudut pandang
lain, maka Islam sebagaimana yang menelan sayur
dan telor mentah plus sesendok minyak goreng, dan
mengocoknya di mulut hanya dengan mengandalkan air
liur), sampai ia mengalami proses olahan oleh para
pembacanya. Kitab suci diharapkan menjadi matang
setelah dimasak di kepala para pemeluknya. Sebagai
media yang memasakkan, kepala dengan sendirinya harus
diisi dengan berbagai piranti yang membantu proses
pemasakan. Piranti itu tidak jauh-jauh dari kemampuan
manusiawi saja, yang oleh Yang Maha Baik makanan yang dikerumuni lalat). Islam yang
bau-lemah-membusuk ini, apa boleh buat, terpaksa
diisolir dan dionggokkan ke tepi. Maka menjelmalah apa
yang oleh Bung Asrir disebut sebagai deislamisasi.
Deislamisasi adalah proses penyingkiran Islam, karena
berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan manusia.

Islam terinjak-injak itu tidak lain adalah Islam
prematur yang tersajikan karena proses pemasakan yang
tidak selesai, atau dimasak tanpa piranti yang
memadai. Tapi sekali lagi, ini sama sekali bukan
persoalan Islam atau bahan mentahnya, ini adalah
persoalan para koki yang tidak pandai mengolah
masakan. Tidak ada yang salah dan tidak pernah ada
masalah -- karena memang kebutuhan dasar -- dengan
bahan-bahan mentah (Anda boleh mengiyakan atau
menidakkan pernyataan ini). Tapi bagaimana halnya
dengan hasil olahan yang kurang matang?

Ya nggak Bung Sahrir, mana ada orang mau makan barang
basi.
From: asrir sutan
Sumber Syari’at Islam Di Mata Pengamat
Di antara kalangan Jaringan Islam Liberal memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan bahan mentah hidangan yang masih harus diproses, diolah lebih dahulu agar dapat disantap, dirasa, dinikmati. Menurutnya segala sesuatu yang datang dari alQur:an dan Sunnah harus ditimbang dulu sebelum diterima. "Sami’na wa fakkarna, baru wa atha’na" (kami dengar, kami pikirkan baru kami ta’ati) (SABILI, No.25.Th.IX, 13 Juni 2002, hal 82).
Di antara kalangan Ikhwanul Muslimin (Sayid Quthub) memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan komando, instruksi, perintah yang harus siap, segera dilaksanakan, diamalkan, bukan untuk dirasakan, dinikmati. Segala sesuatu yang diminta Qur:an haruslah siap, seera diamalkan, dilaksanakan, ditunaikan dalam sistim hidup sosial, politik, ekonomi, kultural, hukum, militer, dan lain-lain (Sayid Quthub : "Petunjuk Jalan", terjemahan A Rahman Zainuddin MA, tertian alMa’arif, Bandung, hal 18).
Di antara kalangan Islam Literal memandang Sumber Syari’at Islam bagaikan buku petunjuk (guide book, guideline, operation manual) yang harus diikuti tanpa membahas, mempersoalkan, mempermasalahkan, memperdebatkan, mendiskusikan isinya. "Kitab alQur:an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa" (QS 2:2). "Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu. Tidak ada Tuhan selain Dia. Dan berpalinglah dari orang-orang musyrik" (QS 6:106).
AlQur:an sebagai Sumber Syari’at Islam menjelaskan, bahwa dalam menghadapi alQur:an terdapat tiga kelompok orang. Pertama, kelompok Mukmin, yang menerima alQur:an sebagaia petunjuk secara utuh tanpa debat, antah, sanggah. Sikapnya "sami’na wa atha’na". Ia mengakui bahwa alQur:an itu adalah kebenaran (haq), serta mengikuti petunjukNya (QS 2:121). Kedua, kelompok kafir, yang sama sekali menolak alQur:an sebagai petunjuk. Ketiga, kelompok munafik, yang bersikap "sami’na wa ‘shaina" (kami dengar, tapi tak kami ikuti) (Depag RI : "AlQur:an Dan Terjemahnya", 1984/1985:8-11, Terjemah QS 2:1-20).
"Perumpamaan orang mukmin yang membaca alQur:an dan mengamalkan isinya, bagaikan buah jeruk manis, rasanya enak dan baunya harum. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang membaca alQur;an, bagaikan minyak wangi, baunya harum tetapi rasanya pahit" (Dari HSR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah, Darimi, Ahmad dari Abu Musa alAsy’ari, dalam Ali Mustafa Yaqub : "Nasihat Nabi kepada Pembaca dan Penghapal Qur:an", 1991:20).
Hubungan antara Sumber Syari’at Islam dengan Syari’at Islam itu dipandang agaikan hubungan antara poros, sumber lingkaran dengan lingkarannya. Sumber Syari’at Islam sebagai poros, sumber, pusat bersifat tetap, tidak berubah, tidak berkembang. Sedangkan Syari’at Islam berubah, berkembang, berputar, beredar sepanjang lingkaran edarnya.
Dalam menyikapi alQur:an sebagai Sumber Syari’at Islam, umat Islam secara garis besar terbelah dua. Pertama, kelompok yang menerima (muthi:in, literal, tekstual, orthodox, formal, tradisional), Kedua, yang menolak (aba:an, liberal, konstektual, deformal, sinkeretis, rasional) (H Rosihan Anwar : "Santri Dan Abangan", GELANGGANG, No.1 Desember 1966).

(3)
From: Agung Dharmawan (PDD)
Sent: Monday, January 06, 2003 1:24 PM

From: asrir sutan [SMTP:asrirs@yahoo.com]

AS--------
Orang-orang Timur membasmi musuh dengan memenggal
kepalanya. Tetapi Barat dan pendukungnya hanya dengan
merobah hati dan tabi'atnya (Abul Hasan Ali alHusni
anNadwi : "Pertarungan antara Alam Fikiran Islam
dengan Alam Fikiran Barat", 1983:162).
[Agung Dharmawan (PDD)]
-----------------------------------------
Disinilah letak keunggulan pemikiran Barat. Sebisa mungkin
menghindari
bentrok fisik untuk menaklukan Musuh.
Kita nggak usah malu untuk Belajar ber "Strategy", belajar ber
"Diplomasi", dan lebih folus lagi...menguasai teknik-teknik
menaklukan
musuh (Barat ??) dengan merobah hati mereka untuk condong kepada
Islam.....

salam
/ad


From: "Agung Dharmawan (PDD)"
Sent: Tuesday, January 07, 2003 8:21 PM
Subject: RE: Deislamisasi

Jangan lama-lama di sana....
nanti Yahudi-yahudinya keenakan mengeruk pajak orang Indonesia
(muslim).
(eh...emangnya ikhwan ini berada dimana sech...??)

(4)
From: "Mohamed Nepolian Ghozali (PDD)"
Date: Mon, 6 Jan 2003 14:03:13 +0400

Muhamad N. Ghozali
Sebenarnya semua manusia fitrahnya adalah islam (berserah diri) sejak
pertama kali ruh ditiupkan, karena factor orang tua, lingkungan dan
pendidikan yang membuat mereka menjadi beragama lain atau tidak
beragama
(1 milyar penduduk Cina). Mereka (Barat) kayaknya berstrategy untuk
mengalahkan Islam?, tapi yang yang mereka dapatkan adalah jasad
berlabel
islam, karena sudah jelas diatur dalam Al Qur'an dan Hadist bahwa
mulai
dari tarikan nafas sampai pemilihan presiden ada aturannya dalam
islam.
Akan tetapi aplikasi adalah tergantung keimanan masing2, dan sang
eksekutor tetaplah Allah SWT. Tidak ada jaminan apabila suatu negara
yg
berundang2kan Al Qur'an dan Hadist maka semua penduduk yang beriman
akan
lansung ke Al'Jannah, karena semua keputusan adalah karena belas
kasihan
Allah SWT

From: Mohamed Nepolian Ghozali (PDD)
Sent: Tuesday, January 07, 2003 1:18 PM

Hallo Ikhwan Achmad, bagaimana kabarnya disana apa masih bertahan di
tengah masyarakat disana,
Wass. Wr. Wb.

(5)
From: achmad ardiansyah [mailto:achmad@alabama.usa.com]
Sent: Tuesday, January 07, 2003 11:32 AM

Kalau sudah demikian mengetahui bahwa seluruh aktivitas kehidupan
harus
tunduk pada aturan Allah SWT, maka mestinya semua yang mengaku muslim
dan
mukmin tunduk dan patuh untuk menjalankan semua perintahnya dan
menjauhi
larangannya, sehingga secara jama'i sekaligus sbg fardhu 'ain bagi
masing-masing individu untuk li i'laikalimatillah (menjunjung kalimat
Allah SWT), apapun fungsi dan tugas masing-masing individu yang
terpenting
ketaqwaannya.
Banyak di Indonesia ini yang Doktor, Prof dll hanya menjual murah
ideologinya untuk kepentingan orang Barat (Yahudi).

(6)
Date: Tue, 07 Jan 2003 20:43:05 +1100
From: "Luthfi Assyaukanie"

Please, jangan reply all, saya kebagian sampahnya nih.

Luthfi

(7)
Date: 7 Jan 2003
From : “miriam abdullah”

comment:
Deislamisasi adalah umat yang mengaku murni Islam
tetapi menebar kebencian, atas nama Syariat Islam,
terhadap semua orang baik Muslim dan non muslim.
Deislamisasi adalah orang Islam yang melepaskan
substansi Islam demi memperjuangkan topeng Islam
padahal dibalik itu aalah nafsu pada kekuasaan dan
haus darah. Stopppppp!!! ngirim email kebencian itu
kepada saya hai munafik dan barbar.

Miriam Abdullah
From: asrir sutan
Manusia Munafik
Ada pendapat dari kalangan ulama, bahwa orang-orang munafik pada masa dahulu sama dengan orang-orang sekuler (‘ilmaniyun) sekarang. ‘Ilmaniyun dengan paham sekularismenya - yang berupaya memisahkan dunia dengan agama - senantiasa berusaha untuk mempersempit gerak dan aktivitas keIslaman. Padahal, ajaran Islam itu syamil dan kaffah, universal dan komprehensif (simak QS 2:208).
Manusia munafiq, bahasa dan ungkapan-ungkapannya bernada Islam. Penampilannya pun mengindikasikannya Islam. Namun usahanya melemahkan perjuangan Islam. Menghalangi segala gerak-gerik, program dan aktivitas yang berorientasikan Islam. Mereka adalah prototipe "musuh dalam selimut".
Barangsiapa yang perilaku, sikap, ideologi dan cara berpikirnya menyerupai manusia munafiq, maka ia sebenarnya pun termasuk manusia munafiq. Sabda Rasulullah "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka".
Manusia munafiq menolak berhukum kepada Allah dan RasulNya. Bahkan senantiasa menghalangi seluruh program yang menuju ke arah itu (simak A’aidl Abdullah alQarni : "30 Tanda-Tanda Orang Munafiq", 1993

Wednesday, January 07, 2009

Biang Kehancuran
Di mana-mana bisa saja ditemukan keresahan, kerusuhan, kekacauan. Konflik, bentrok fisik berdarah. Konflik horizontal, antara sesama rakyat, antara sesama penguasa, penyelenggara anegara, antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Konflik vertikal, antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat. Konflik antara etnis, antara suku.
Ada tiga sumber utama pemicu terjadi kekacauan, malapetaka. Pertama memperturutkan hawa nafsu. Kedua memenuhi ajakan, seruan kikir. Ketiga ujub, sombong, pamer diri (HR Abusyaikh dari Anas).
Pola Hidup tamak, rakus, serakah.
Hawa itu pantang kerendahan. Nafsu itu pantang kekurangan. Tak pernah puas dengan posisi, jabatan. Senantiasa berupaya naik keatas tanpa batas. Mengakumulasi kekuasaan. Serba kuasa. Tak pernah puas dengan harta kekayaan. Senantiasa berupaya menumpuk, melipatgandakan harta kekayaan, menginvestasikan kekayaan di mana-mana. Motivasinya untuk menjadi orang nomor satu. Bukan untuk memenuhi kepentingan umum, seperti untuk menyediakan lapangan kerja bagi para tuna karya. Takatsur (akumulasi kekuasaan dan kekayaan) sepanjang hidup, menyebabkan manusia tak sadar diri (QS Takatsur 102:1-2, Lahab 111:2, An’am 6:44, Hasyar 59:19). Harta itu adalah laksana air asin. Semakin banyak diminum, maka semakin haus (Dr Schoppenhauer). Manusia itu tak pernah puas. Senantiasa berupaya memonopoli kekuasaan dan memonopoli kekyaaan. "Andaikan anak Adam memiliki sepenuh lembah harta kekayaan, pasti ia ingin sebanya itu lagi, dan tiada yang dapat memuaskan pandangan mata anak Adam kecuali tanah, dan Allah akan memberi taubat, kepada siapa yang tobat (HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik).
Keserakahan tak terkendali merupakan faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Orang serakah taka pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan (monopoli) menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakaibatkan permasalahan ekonomi yang parah (Sayid Mujtaba Musai Lari : "Menumpas Penyakit Hati", 1999:161). Rasulullah mengkhawatirkan, kalau nanti terhampar luas, terbuka lebar kemewahan dan keindahan dunia bagi ummatnya, seperti telah pernah terhampar pada orang-orang dahulu sebelum mereka, kemudian mereka berlomba-lomba sehingga membinasakan mereka, seperti telah membinasakan orang-orang dahulu (HR Bukhari, Muslim dari Amr bi Aauf al-Anshari).
Pola hidup tamak, rakus, serakah melahirkan perilaku hidup mewah, berorientasi pada pemenuhan kebutuhan (syahwat) perut dan kelamin, berorientasi pada privat profit duniawi semata (hubbun dunya wa karihatul maut), serta prilaku hidup cuek, masa bodoh, tanpa mempedulikan halal atau haram, tanpa mempedulikan keadaan sesama, pokoknya asal terpenuhi kebutuhan perut dan kelamin, tak punya rasa malu sama sekali, tak punya rasa kepekaan sosial.
Pola hidup pelit, kikir.
Untuk mengamankan harta kekayaan agar tidak susut, agar tidak berkurang, maka diperlukan sikap mental, pola hidup pelit, kikir. Pelit, kikir merupakan kerabat dekat dari tamak, serakah, rakus. Pelit, kikir merefleksikan egois seutuhnya. Senantiasa cemas, kawatir kalau-kalau kekayaan susut, berkurang. Orang kikir merasa seluruh harta kekayaan itu adalah hasil kerja kerasnya dan hasil kecakapannya semata (QS Qashash 28:78). Setan menakut-nakuti akan berkurangnya harta, dan membisikkan agar berbuat kikir (QS Baqarah 2:266). Pikiran orang kikir hanya terfokus, terpusat disekitar materi dan kekayaan. Takut akan berkurangnya harta kekyaannya, sangat mempengaruhi pikiran si kikir. Seorang kikir senantiasa dalam kecemasan dan depresi. Ada suatu hubungan langsung antara kekayaan dan kekikiran. Kebanyakan orang kaya cenderung kikir. Yang menolong orang miskin biasanya dilakukan oleh kalangan menengah, bukan orang kaya. Kekiran punya peran menyulut kejahatan dan perpecahan ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:152-153). Rasulullah mengingatkan ummatnya agar menjaga diri dari sifat kikir, karena sifat kikir itu telah membinasakan ummat-ummat dahulu, mendrong mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan semua yang diharamkan Allah (HR Muslim dari Jabir.
Pola hidup pelit, kikir, bakhil melahirkan perilaku hidup sibuk menabung, menyimpan, berinvestasi melipatgandakan modal kekyaan, sibuk dengan rencana, rancangan, planning, serta perilaku hidup aniaya, sadis, zhalim, monopoli, melindas usaha kecil, tak membiarkan hidup yang akan dapat menjadi saingan.
Pola hidup sombong
Karena memonopoli kekuasaan dan kekyaan, maka tumbuhlah sifat dan sikap ujub, sombong, pamer diri. Tak pernah berpuas diri, bilamana belum sempat memamerkan kekuasaan dan kekayaan. Si sosmbong merasa seakan-akan semua orang berniat merugikannya. Timbul kebencian dan rasa dendam terhadap masyaakat. Jiwanya tidak bisa tenteram sebelum ia dapat membalas dendamnya. Orang-orang sombong (mutrafin) selalu menantang seruan para nabi dan rasul, dan mencegah orang lain menerima seruan para nabi dan rasul ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:99). Pamer kekuasaan dan pamer kekayaan sangat mengganggu keseimbangan sosial, mengundang kecemburuan sosial.
Pola hidup pamer, sombong, angkuh, congkak melahirkan perilaku hidup ghibah, sibuk dengan gossip dan issu, sibuk bergunjing, sibuk menyalahkan orang, tak pernah mengoreksi diri, serta perilaku keras kepala, kepala batu, tak masuk kebenaran, tak mau menerima nasehat, merasa benar selalu.
Rasulullah saw mengingatkan bahwa ada enam perilaku, pola hidup yang berbahaya, yang mengikis pahala. Pertama, sibuk membicarakan cacat cela dan aib sesama. Kedua, kesat, kasar hati. Ketiga, cinta dunia. Keempat, kurang rasa malu. Kelima, panjang angan-angan. Keenam, senantiasa berlaku aniaya (HR Dailami dari ‘Adi bin Hatim).
Rasulullah saw juga mengingatkan dan mengajarkan supaya biasa berdo’a memohon kepada Allah swt agar terhindar, terlepas dari pola hidup, perilaku sial yang membahayakan diri pribadi, maupun hidup bersama. Antara lain prilaku risau, gundah gulana. Perilaku suka bersedih. Perilaku lemah, tak bergairah, tak bersemangat. Perilaku malas, suka menganggur. Perilaku bakhil, kikir, pelit. Perilaku mudah cemas, kawatir, takut. Takut terhindik, takut tersaingi. Takut celaa, takut cacian. Perilaku suka berhutang. Perilaku gampang tergoda oleh kemewahan dunia (HR Bukhari dari Anas). Perilaku risau, suka bersedih, tak bersemangat, malas bisa saja lahir, datang, tumbuh akibat kegagalan dalam merancang investasi, akibat angan-angan yang tak dapat terwujud. Perilaku takut tersaingi, juga perilaku suka berhutang, bisa saja lahir, datang, tumbuh dari dorongan pamer diri, akibat hawa pantang kerendahan, nafsu pantang kekurangan. Pokoknya semua halal, tak ada yang haram, asal sesuai dengan hawa nafsu. Semuanya berpangkal pada pola hidup, perilaku yang berorientasi pada privat profit duniawi semata.
Pesan moral, pesan agama, bahwa pola hidup tamak, rakus, seakah, pola hidup pelit, kikir, kedekut, pola hidup sombong, congkak, angkuh, pamer, dan yang semacam itu mengundang kekacauan, kerusuhan, memicu konflik, bentrokan, sudah masanya disampaikan, dikemas, diterjemahkan dalam multi bahasa, dalam bahasa sosio-budaya, dalaqm bahasa sosio-ekonomi, dalam bahasa sosio-politik, dalam bahasa sosiologi. Kami – kata Rasulullah – diperintahakan supaya berbicara kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka masing-masing (M.Natsir : "Fiqhud Dakwah", 1981:162).
Sudah sa’atnya dijelaskan secara lugas, gamblang tentang bahaya rakus, tamak, serakah, bahaya kikir, pelit, kedekut, bahaya angkuh, congkak, sombong, pamer dan baahaya perilaku tercela lai, baik terhadap diri dan masyarakat secara sosiologis dan ekonomis.
Sudah sa’atnya dakwah memusatkan diri menyampaikan tuntnan-panduan Islam daalam upaya mencegah timbulnya konflik sosial, baik konflik vertikal (antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat), maupun konflik horizontal (sesama rakyat, sesama penguasa, antara eksekutif dan legislatif). Menyampaikan ajaran "salam" yang dapat membuahkan kasih sayang secara konkrit.