Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Saturday, June 26, 2010


Biang Kehancuran (Bahaya Sikap Mental Materialisme)

Di mana-mana bisa saja ditemukan keresahan, kerusuhan, kekacauan. Konflik, bentrok fisik berdarah. Konflik horizontal, antara sesama rakyat, antara sesama penguasa, penyelenggara anegara, antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Konflik vertikal, antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat. Konflik antara etnis, antara suku.

Salah satu larangan yang tercantum dalam alQur:an adalah larangan membuat kerusakan, kerusuhan, kekacauan, larangan berbuat onar dan maker (Simak antara lain QS 7:85;11:85;26:183;26:77).

Dari kisah kaum Nabi Syu’aib as dan kisah rajadiraja konglomerat Qarun dalam alQur:an dipahami bahwa berbuat onar, maker itu mengandung arti berperilaku kikir, bakhil, pelit, loba, tamak, rakus, serakah, angkuh, congkak, pongah, sosmbng, curang, asosial, hanya sibuk dengan urusan peningkatan hasil bisnis-ekonomi sendiri, tak peduli dengan kepentingan social masyarakat, cuek dengan sesame, menghalalkan segala cara.

Semua arti tersebut tercakup, terangkum dalam sabda Rasulullah yang indonesianya : Ada tiga sumber utama pemicu terjadi kekacauan, malapetaka. Pertama memperturutkan hawa nafsu. Kedua memenuhi ajakan, seruan kikir. Ketiga ujub, sombong, pamer diri (HR Abusyaikh dari Anas).

Pola Hidup tamak, rakus, serakah.

Hawa itu pantang kerendahan. Nafsu itu pantang kekurangan. Tak pernah puas dengan posisi, jabatan. Senantiasa berupaya naik keatas tanpa batas. Mengakumulasi kekuasaan. Serba kuasa. Tak pernah puas dengan harta kekayaan. Senantiasa berupaya menumpuk, melipatgandakan harta kekayaan, menginvestasikan kekayaan di mana-mana. Motivasinya untuk menjadi orang nomor satu. Bukan untuk memenuhi kepentingan umum, seperti untuk menyediakan lapangan kerja bagi para tuna karya. Takatsur (akumulasi kekuasaan dan kekayaan) sepanjang hidup, menyebabkan manusia tak sadar diri (QS Takatsur 102:1-2, Lahab 111:2, An’am 6:44, Hasyar 59:19). Harta itu adalah laksana air asin. Semakin banyak diminum, maka semakin haus (Dr Schoppenhauer). Manusia itu tak pernah puas. Senantiasa berupaya memonopoli kekuasaan dan memonopoli kekyaaan. "Andaikan anak Adam memiliki sepenuh lembah harta kekayaan, pasti ia ingin sebanya itu lagi, dan tiada yang dapat memuaskan pandangan mata anak Adam kecuali tanah, dan Allah akan memberi taubat, kepada siapa yang tobat (HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik).

Keserakahan tak terkendali merupakan faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Orang serakah taka pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan (monopoli) menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakaibatkan permasalahan ekonomi yang parah (Sayid Mujtaba Musai Lari : "Menumpas Penyakit Hati", 1999:161). Rasulullah mengkhawatirkan, kalau nanti terhampar luas, terbuka lebar kemewahan dan keindahan dunia bagi ummatnya, seperti telah pernah terhampar pada orang-orang dahulu sebelum mereka, kemudian mereka berlomba-lomba sehingga membinasakan mereka, seperti telah membinasakan orang-orang dahulu (HR Bukhari, Muslim dari Amr bi Aauf al-Anshari).

Pola hidup tamak, rakus, serakah melahirkan perilaku hidup mewah, berorientasi pada pemenuhan kebutuhan (syahwat) perut dan kelamin, berorientasi pada privat profit duniawi semata (hubbun dunya wa karihatul maut), serta prilaku hidup cuek, masa bodoh, tanpa mempedulikan halal atau haram, tanpa mempedulikan keadaan sesama, pokoknya asal terpenuhi kebutuhan perut dan kelamin, tak punya rasa malu sama sekali, tak punya rasa kepekaan sosial.

Pola hidup rakus menghalalkan segala cara, termasuk diantaranya mengalalkan riba, menghalalkan harta anak yatim.

Pola hidup pelit, kikir.

Untuk mengamankan harta kekayaan agar tidak susut, agar tidak berkurang, maka diperlukan sikap mental, pola hidup pelit, kikir. Pelit, kikir merupakan kerabat dekat dari tamak, serakah, rakus. Pelit, kikir merefleksikan egois seutuhnya. Senantiasa cemas, kawatir kalau-kalau kekayaan susut, berkurang. Orang kikir merasa seluruh harta kekayaan itu adalah hasil kerja kerasnya dan hasil kecakapannya semata (QS Qashash 28:78). Setan menakut-nakuti akan berkurangnya harta, dan membisikkan agar berbuat kikir (QS Baqarah 2:266). Pikiran orang kikir hanya terfokus, terpusat disekitar materi dan kekayaan. Takut akan berkurangnya harta kekyaannya, sangat mempengaruhi pikiran si kikir. Seorang kikir senantiasa dalam kecemasan dan depresi. Ada suatu hubungan langsung antara kekayaan dan kekikiran. Kebanyakan orang kaya cenderung kikir. Yang menolong orang miskin biasanya dilakukan oleh kalangan menengah, bukan orang kaya. Kekiran punya peran menyulut kejahatan dan perpecahan ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:152-153). Rasulullah mengingatkan ummatnya agar menjaga diri dari sifat kikir, karena sifat kikir itu telah membinasakan ummat-ummat dahulu, mendrong mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan semua yang diharamkan Allah (HR Muslim dari Jabir.

Pola hidup pelit, kikir, bakhil melahirkan perilaku hidup sibuk menabung, menyimpan, berinvestasi melipatgandakan modal kekyaan, sibuk dengan rencana, rancangan, planning, serta perilaku hidup aniaya, sadis, zhalim, monopoli, melindas usaha kecil, tak membiarkan hidup yang akan dapat menjadi saingan.

Pola hidup kikir berupaya menghindar dari perjuangan membela kebenaran, bahkan lari dari medan perang.

Pola hidup sombong

Karena memonopoli kekuasaan dan kekyaan, maka tumbuhlah sifat dan sikap ujub, sombong, pamer diri. Tak pernah berpuas diri, bilamana belum sempat memamerkan kekuasaan dan kekayaan. Si sosmbong merasa seakan-akan semua orang berniat merugikannya. Timbul kebencian dan rasa dendam terhadap masyaakat. Jiwanya tidak bisa tenteram sebelum ia dapat membalas dendamnya. Orang-orang sombong (mutrafin) selalu menantang seruan para nabi dan rasul, dan mencegah orang lain menerima seruan para nabi dan rasul ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:99). Pamer kekuasaan dan pamer kekayaan sangat mengganggu keseimbangan sosial, mengundang kecemburuan sosial.

Pola hidup pamer, sombong, angkuh, congkak melahirkan perilaku hidup ghibah, sibuk dengan gossip dan issu, sibuk bergunjing, sibuk menyalahkan orang, tak pernah mengoreksi diri, serta perilaku keras kepala, kepala batu, tak masuk kebenaran, tak mau menerima nasehat, merasa benar selalu.

Kesombongan itu beragam. Ada kesombongan individual, ada kesombongan kolektif. Bentuk kesombongan individual antara lain bias dilihat dari penampilannya. “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong” (QS 17:37).

Bentuk kesombongan kolektif bias terlihat antara lain pada pembangunan gedong-gedong mewah pencakar langit di tengah-tengah gubuk-gubuk reyot. Juga pembangunan mall-mall di tengah-tengah pasar tradisional.

Keangkuhan, diskriminasi sedemikian akut di kalangan orang-orang cerdas di Iram dari kaum ‘Ad (umat Nabi Hud) hingga tibalah penghancuran akaibat durhaka mereka. Pembangunan gedung bertingkat, menara menjulang merupakan refleksi, indikasi kemegahaan dan keangkuhan (Yusuf Maulana : “Bencana Gedung DPR dan Kaum ‘Ad”, SUARA BEKASI, Edisi, 13 Mei 2010)

Perilaku tercela

Pola hidup sombong melahirkan perbuatan syirik, sihir, membunuh yang tak bersalah, menuduh sembarangan. Rasulullah berpesan agar menjauhi tujuh perbuatan yang membinasakan, yaitu : syirik, sihir, membunuh tanpa hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuduh wanita baik-baik berbuat serong.

Rasulullah saw mengingatkan bahwa ada enam perilaku, pola hidup yang berbahaya, yang mengikis pahala. Pertama, sibuk membicarakan cacat cela dan aib sesama. Kedua, kesat, kasar hati. Ketiga, cinta dunia. Keempat, kurang rasa malu. Kelima, panjang angan-angan. Keenam, senantiasa berlaku aniaya (HR Dailami dari ‘Adi bin Hatim).

Rasulullah saw juga mengingatkan dan mengajarkan supaya biasa berdo’a memohon kepada Allah swt agar terhindar, terlepas dari pola hidup, perilaku sial yang membahayakan diri pribadi, maupun hidup bersama. Antara lain prilaku risau, gundah gulana. Perilaku suka bersedih. Perilaku lemah, tak bergairah, tak bersemangat. Perilaku malas, suka menganggur. Perilaku bakhil, kikir, pelit. Perilaku mudah cemas, kawatir, takut. Takut terhindik, takut tersaingi. Takut celaa, takut cacian. Perilaku suka berhutang. Perilaku gampang tergoda oleh kemewahan dunia (HR Bukhari dari Anas). Perilaku risau, suka bersedih, tak bersemangat, malas bisa saja lahir, datang, tumbuh akibat kegagalan dalam merancang investasi, akibat angan-angan yang tak dapat terwujud. Perilaku takut tersaingi, juga perilaku suka berhutang, bisa saja lahir, datang, tumbuh dari dorongan pamer diri, akibat hawa pantang kerendahan, nafsu pantang kekurangan. Pokoknya semua halal, tak ada yang haram, asal sesuai dengan hawa nafsu. Semuanya berpangkal pada pola hidup, perilaku yang berorientasi pada privat profit duniawi semata.

Pesan moral, pesan agama, bahwa pola hidup tamak, rakus, seakah, pola hidup pelit, kikir, kedekut, pola hidup sombong, congkak, angkuh, pamer, dan yang semacam itu mengundang kekacauan, kerusuhan, memicu konflik, bentrokan, sudah masanya disampaikan, dikemas, diterjemahkan dalam multi bahasa, dalam bahasa sosio-budaya, dalaqm bahasa sosio-ekonomi, dalam bahasa sosio-politik, dalam bahasa sosiologi. Kami – kata Rasulullah – diperintahakan supaya berbicara kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka masing-masing (M.Natsir : "Fiqhud Dakwah", 1981:162).

Sudah sa’atnya dijelaskan secara lugas, gamblang tentang bahaya rakus, tamak, serakah, bahaya kikir, pelit, kedekut, bahaya angkuh, congkak, sombong, pamer dan baahaya perilaku tercela lai, baik terhadap diri dan masyarakat secara sosiologis dan ekonomis.

Sudah sa’atnya dakwah memusatkan diri menyampaikan tuntnan-panduan Islam daalam upaya mencegah timbulnya konflik sosial, baik konflik vertikal (antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat), maupun konflik horizontal (sesama rakyat, sesama penguasa, antara eksekutif dan legislatif). Menyampaikan ajaran "salam" yang dapat membuahkan kasih sayang secara konkrit.

Kekancuran Tata Nilai, Tata Niaga, Tata Negara

Pola hidup rakus, pola hidup kikir, pola hidup sombong merupakan biang kehancuran tiga Tata Ni, kehancuran Tata Nilai, kehancuran Tata Niaga, kehancuran Tata Negara. “Maka betapa banyak negeri (township) yang telah Kami binasakan/hancurkan karena (penduduknya) dakam keadaan zalim (sinful), sehingga (bangunannya) runtuh/robh (terbalik) menimpa atapnya, dan (betapa bayaknya pula) sumur (sumber air) yang telah ditinggalkan dan istana megah yang menjulang tinggi (yang tidak ada lagi penghuniny) (QS 22:45).

Dari ayat tersebut dipahami, betapa banyak negeri yang telah dimusnahkan Allah penduduknya karena mereka berbuat zalim, berbuat dosa, berbuat durhaka, berbuat maksiat, sehingga bangunan/rumahnya terbalik, sumber air (sumber ekonominya), istana (gedung kerajaannya) tak terurus lagi, bagaikan “nagari dialahkan garudo”, menjadi negeri mati yang menyisakan puing-puing. Penduduk yang telah dimusnahkan itu, kemudian diganti Allah dengan penduduk yang baru.

“Dan berapa banyak (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami jadikan generasi yang lain setelah mereka itu (sebagai penggantinya” (QS 21:11). “Kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan generasi yang lain, setelah generasi mereka” (QS 6:6). Umat Nabi Nuh, kaum ‘Ad (umat Nabi Hud), karena berbuat zalim, aniaya, dosa, durhaka, maksiat dibinasakan, dihancurkan, dimusnahkan Allah dan “Kemudian setelah mereka, diciptakan Allah umat yang lain” (QS 23:31; 23:42).

Dalam konteks kekinian, letusan gunung Krakatau di Selat Sunda, Gempa bumi di Padang Panjang, gelombang tsunami di Aceh, semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, gempa bumi di Padang Pariaman apakah disebabkan karena penduduknya berbuat zalim, aniaya, dosa, durhaka, maksiat, dan apakah sempat memusnahkan satu generasi ?

(Asrir BKS1005201145)

Kemenangan pemelintir ajaran Islam



Dulu, nama-nama firqah, kelompok Islam antara lain Qadariah, Shifatiah, Khawarij, Syubhah, Haruriah, Jahmiah, Murjiah, Rafidhah, Jabariah, dan lain-lain (Simak Syahrastani, Ibnul Jauzi). Kini, nama-namaa firqah, kelompok Islam itu antara lain Fundamentalis, Moderat, Tradisional, Liberal, dan lain-lain. Semuanya dapat dikembalikan kepada Pembela Kebenaran (firqah najiah) dan Pembela Kesesatan (firqah dhallun wa mudhillun). Sepanjang masa terjadi Psywar (ghazwul fikr) antara keduanya. Pembela Kesesatan menggunakan pola tadhlil, taswis, tasykik, tasywih, tagrhib, tadzhib, dan lain-lain.



Ajaran Islam sangat lentur, sangat elastis. Dapat dipelintir, diputar kemana suka. Bisa dipelintir ke komunis, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham komunis. Islam dipelintir ke nasionalis, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham nasionalis. Islam dipelintir ke pancasilais, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham pacasialis. Bisa dipelintir ke kapitalis, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham kapitalis.



Bahkan iblis, setan dipandang paling bertauhid. Islam dikondisikan tak punya musuh. Semua adalah saudara, kawan, kamerad, termasuk iblis, setan, komunis, kapitalis. Tak ada musuh meskipun secara ideologis, politis. Ajaran Islam itu mepunyai sifat rahmatan lilalamin. Dunia ini milik semua. Amerika Serikat, Israel dan sekutunya adalah kawan, kamerad. (Simak antara lain KORAN TEMPO, Sabtu, 1 Juni 2010, halaman A5, Nasional : “PKS :Kedekatan dengan Amerika Kebutuhan”).



Konsep “rahmatanlil’alaman” tidaklah seperti yang dipelintir itu. Konsep kebebasan, kemerdekaan dalam Islam adalah penghambaan diri hanya kepada Allah, penguasa alam semesta, berdaulatnya Hukum Allah. Mengacu kepada konsep itu, maka Islam haruslah untuk semua.



Konsep masyarakat Islam dciptakan Allah untuk kebahagiaan seluruh alam, tidak haya terbatas untuk umat Islam. Karena itu yang harus berdaulat adalah Hukum Isam. Islam membawa sistim yang dapat membawa ketenangan jiwa, keteteraman hati, ketertiban dan ketenteraman masyarakata. Islam adalah sistim untuk semua orang.



Dengan melaksanakan sistim kemasyarakatan Islam tidaklah berarti penguasaan umat Islam atas umat lain. Tetapi berdaulat, berkuasanya hukum, ajaran Allah, Raja manusia, Tuhan manusia, Tuhan alam semesta (Simak Musthafa asSiba’I : “Sistem Masyarakat Islam”, 1987:1,20).



Tak ada keterbukaan mutlak. Hanya ada keterbukaan nisbi, dibatasi oleh syarat tertentu. Adakalanya dibatasi oleh usia, umur, kesehatan, kecakapan, keahlian, lokasi, tempat dan bermacam ragam surat resmi. Bahkan sistim protokoler memperlihatkan batasan yang dibuat-buat, yang diada-adakan.



Iblis, setan, khannas berwujud manusia berhasil mendorong, menggiring kalangan Nahdiyin ke dalam parpol terbuka (sekuler, plural, liberal) PKB, menggiring kalangan Muhammadiyah ke parpol terbuka PAN, menggiring Majlis Taklim ke dalam Parpol terbuka PKS. Kini tak ada lagi yang berkeinginan, berupaya tegaknya Hukum Islam. Semuanya di bawah kendali Hukum Iblis.



Ajaran Islam dipelintir , digiring ke dalam jaringan Pluralisme, Liberalisme, Inklusivisme, Sekularisme dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqih, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme, Inkusivisme, sehingga ormas, parpol, Negara hanya berdasarkan Pancasila.



Politisi Mahfudz Sidik dari PKS dalam TARBAWI, Edisi 182, 3 Juli 2008, halaman 50-52, secara mempesona, memukau menggiring pembaca masuk ke dalam jaring Pluralisme, Liberalisme, Inklusivisme dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqih secara manipulatif. PKS, PAN, PKB menolak Islam sebagai dasar ormas, parpol, negara.



“Dunia ini milik bersama, bukan milik satu golongan”, bahkan juga milik iblis, setan, khannas. “Ajaran Islam mempunyai sifat rahmatan lil’alamin”, tak ada musuh. Semua adakah saudara, kawan, kamerad, termasuk Fir’aun, Qarun, Haman masa kini. Adalah suatu keniscayaan untuk saling dekat mendekati antara sesama saudara, kawan, kamerad. Sungguh pintar iblis, setan, khannas mempelintir ajara Islam (Simak KORAN TEMPO, Sabtu, 19 Juni 2010, hal A5, Nasional : “PKS : Kedekatan dengan Amerika Kebutuhan”)



Ajaran Islam tentang persamaan juga dipelintir. Padahal Islam menempatkan sesuatu pada tempatnya yang pantas. Menyamakan sesuatu pada yang pantas disamakan. Membedakan sesuatu pada yang pantas dibedakan. Dalam ketaqwaan, Islam tak membedakan gender, etnis. Dalam warisan, kepemipinan (wala), pertemanan (bithanah) Islam membedakan antara pria dan wanita, antara yang Islam dan yang bukan IslamYahudi, Nasrani, Zinonis, Komnis, dll.



Islam sangat tak suka mempelintir yng sudah terang (muhkamat) menjadi yang kabur (mutasyabihat)dMembuat hal-hal yang sudah diyakini (qaht’i), yang sudah disepakat (ijma’) menjadi hal-hal yang diperdebatkan, yang dperselsihkan. Mepelntir yang sudah terang menjadi yang kabur adalah merupakan fitnah(bahaya) terbesar yang dihadapi Islam.



Deislamisasi, Deformalisasi Syari’at Isam bergandengan dengan mepelintir yang muhkamat, yang sudah jelas, yang sudah pasti menjadi yang mutasyabihat, yang diragukan, yang abu-abu. Orag-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mecaricari takwilnya” (S 3:7). Waspadalah terhadaa rayuan, aktivitas pemelintir ajaran Islam.







(Asrir BKS1004291730)

1 Privasi dan Hak Publik



Hubungan intim antara suami dan isteri di ruang tertutup bersifat privasi. Siapa pun tak boleh tahu. Hubungan intim bukan antara suami dan isteri bukanlah bersifat privasi. Siapa pun berhak tahu. Hubungan intim antara suami dan isteri di ruang terbuka bukanlah bersifat privasi, tetap konsumsi publik. Hubungan intim bukan antara suami dan isteri di ruang terbuka bukanlah bersifat privasi, tetapi konsumsi publik.



Hubungan intim di rang terbuka yang dilakukan oleh siapa pun layaknya sebagai perilaku hewan. Hewan sama sekali bebas dari sanksi hukum. Manusia yang berperilaku sebagai hewan pun bebas dari sanksi hukum. Sanksi hukum hanya untuk manusia yang manusia.



Pamer aurat (buka dada, buka pusar, buka punggung, buka paha) adalah perbuatan nyerempet-nyerempet porno, taqrabuz zina, mengundang selera, mata publik ramai-ramai untuk mengusap, mengelus yang terbuka itu(Simak antara lain Emha Ainun Nadjib : “Surat Kepada Kanjeng Nabi”, Mizan, 1997:43,”Dehumanisasi Wanita”, dari WAWASAN, 1 Mei 1991).



Islam melarang siapa pun untuk berperilaku sebagai hewan, nyerempet-nyerempet porno, taqrabuz zina. Islam sangat mencela perbuatan mujaharah, membuka hal yang merupakan rahasia pribadi (Simak antara lain HR Bukhari, Muslim dari Abi Hurairah tentang “Larangan Membuka Rahasia Sendiri”, dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, tafsiran ayat QS 24:19). Islam sangat mencela perbuatan mengintip-ngintip.”Siapa yang gemar mengintip rumah orang - tanpa seidzin pemilik rumah - maka terhadap pemilik rmah itu bebas dari ‘hukum qisas’ apabila mengorek mata ‘si pengintip’”. Islam sangat mencela perbuatan “selalu ingin tahu persoalan orang” (Simak Khalid Muhammad Khalid : “Kemanusiaan Muhammad”, Progressif, Surabaya, 1984:90).



Disebutkan bahwa hukum itu adalah peraturan, norma, kaidah untuk tata hidup kemasyarakatan. Jadi hukum itu berperan sosial, uuntuk menata, menertibkan, mengamankan kehidupan masyarakat agar tak terjadi keresahan, kerusuhan, kegelisahan dalam masyarakat (Simak antara lain Mr Alfred Hoetaoerroek dkk : “Garis Besar Tatahukum Indonesia’, Erlangga, Djakarta, 1961: 6; Mr Soemntardjo dkk : Tata Hukum Indnesia” , Pembimbing, Djakarta, 19551:13)



Tindak pidana bisa dipandang dari sudut juridis dan sosiologis. Dari sudut pandang sosologis, maka tindak pidana adalah perbuatan yang merugikan secara ekonomis, yang mergikan secara psikologis, yang merugikan norma moral (Simak Sidik Soeriadiredja : “Kriminologi”, Politeia, Bogor, 1955:7).



Persoalan hukum memiliki sanksi hukum dalam hukum posistif, dalam hukum di dunia. Persoalan moral, juga persoalan sosial tak memiliki sanksi hukum di dunia. Sanksinya hanya sanksi moral, sanksi sosial di dunia. Barulah nanti di akhirat mendapat sanksi hukum dari Hakim Yang Maha Adil.



Biasanya persoalan hukum diselesaikan di dalam sidang pengadilan. Namun ada yang luput dalam sidang pengadilan, yaitu penegakkan keadilan antara individu dan masyarakat, antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat, antara kebebasan individu dan kebebasan masyarakat. Hak-hak masyarakat yang ta boleh dilanggar individu. Setiap individu bebas dala batas-batas hak masyarakat (Dalam hubungan ini simak pula antara lain A Lysen :”Individu en Gemeenschap”, 1946).



Publik berhak mendapatkan ajaran, informasi, tontonan, tayangan yang baik danbenar. Pencemaran, penodaaan, penistaan agama dan penyebaran aliran sesat adalah pelanggaran hak publik. Aktivitas cabul, mesm, pornografi, pornoaksi juga adalah pelanggaran hak publik, tak bisa berlindung, bersembunyi di balik privasi.



Freud menyalahkan norma agama, norma moral, norma etika, norma social yang menyebabkan terjadinya pornografi, pornoaksi, karena tidak memberikan kebebasan penuh bagi penyaluran naluri seksual (Simaak antara lain Muh Quthub : “Jawaan Terhadap Alam Fikiran Barat Yang Keliru Tentang AlIslam”, Diponegoro, Bandung, 1981:178, dari “AlInsan bainal Maadiyah wal Islam”. Seluruh tindakan yang meresahkan publik, baik fisik maupun psikis haruslah dipidana.



(Asrir BKS1006150600)



2 Himbauan kepada Da’i



Diharapkan kepada ustadz, ustadzah, muballigh, muballighat, da’i, penceramah, terutama yang rutin tampil di tayangan televise agarpro aktif menyeru pemilik, pengelola televise untuk tidak menayangkan acara yang nyerempet-nyerempet porno (taqrabuz zina) seperti adegan pamer aurat (buka dada, buka punggung, buka paha), sexappealbebas, sengol-senggolan, cium-ciumn, dekap-dekapan, rangkul-rangkulan, peluk-pelukan, minum-minuman. Semua itu adalah kenikmatan hewani (Simak Sayid Quthub : “Masyarakat Islam”, AlMa’arif, Bandung, 1983:12; Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, Panjimas, 1984:245).



(BKS1006121130)



3 Era Globalisasi



Dalam era globalisasi masa kini, sekat-sekat kewilayahan sudah sangat kabur. Hampir tak nyata lagi batasantara negar mereka dengan Negara kita. Batasnya hanya dalam skala maya. Bahkan dunia ini seluruhnya adalah daerah pertempuran, wilayah pertarungan, daarul harbi.Pertarungan ideology, politik, ekonomi, social,budaya, militer.



Dari sudut pandang Islam kaffah, dunia sekarang ini adalah lading jihad fi sabilillah melawan thagut,khannas dalam berbagai wujud, bentuknya.



(BKS1006061400)



4 Posisi jihad



Jihad fisabilillah adalah amal utama setelah iman, shalat, berbakti kepada orang tua. Jihad fi sabilillah lebih baik dari keuntungan dunia seisinya. Jihad fi sabilillah lebih utama dari shalat 70 tahun di rumah.



Posisi, kedudukan jihad itu di bawah urutan berbakti kepadaorang tua.Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud keutmaan jihad fi sabilillah itu sesudah urutan berbakti kepada orang tua (Simak “Riadhus Shalihin” Imam Nawai, bab Jihad). Dan dari Abdullaha bin Amr bin Al’Ash bahwa berbakti kepada orang tua itu lebih diperuoritaskan dari jihad fi sabilillah (idem, bab “Bakti ta’at kepada orang tua)



(Bks1006060830)



5 Bersatu tegun, bewrcerai runtuh



Pemerintah SBY adalah sekutu Amerika Serikat dan Israel.

PBB adalah alat Amerika Serikat dan Israel.

Rakyat Indonesia mendukung perjuangan Palestina.

Palestina terdiri dari berbagai fraksi yang saling bertikai.

Israel dan sekutunya mempersiapkan berdirinya Kerajaan Yahudi Raya yang menguasai seluruh dunia.

Yang lemah selalu menjadi bulan-bulanan yang kuat.

Kekuatan itu terletak pada persatuan, kekompakan.



Patut juga disadari bahwa Israel adalah anak haram hasil perselingkuhan, hubungan gelap Amerika Serikat, Inggeris, Perancis, Rusia. Bahwa strategi Yahudi/Israel/Zionis adalah bertujuan untuk menguasai dunia dengan mendirikan kerajaan Yahudi Raya dengan raja, pucuk pemerintahannya dari keturunan David dan penasehat kerajaan dari pemuka-pemuka Yahudi (Kerajaan King David). Caranya dengan kekuatan, kekuasaan, paksaan, ancaman, infiltrasi, penyusupan, provokasi, intimidasi, manipulasi, pemutarbalikkan fakta. Semua boleh dilakukan. Tujuan menghalalkan segala cara.



6 Menghadapi aliran sesat



Ahmadiyah dan aliran sesatlainnya, termasuk Yahudi, Nasarani, Majusi, semuanya adalah objek dakwah. Menjadi tugas, kewajiban para ajengan, kiyahi, ustadz, muballigh, da’i untuk menyeru, mengajak mereka ke jalan yang benar. Tak ada contoh, teladan untuk menggunakan tangn penguasa, minta bantuan penguasa, apalagi penguasa zalim dalam masalah ini. Bahkan penguasa, terutama penguasa zalim pun termasuk ke dalam kategori objek dakwah. Bagaimana bisa minta bantuan penguasa, sedangkan penguasa itu telah melakukan maker terhadap kesucian agama Islam dan melukai hati umat Islam.



Juga menjadi tugas,kewajiban para da’i untuk menerangkan, menjelaskan kesesatan aliran sesat tersebut. Termasuk juga menerangkan, menjelaskan tindak mkar, tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh penguasa, terutama oleh densus 88 terhadap Islam dan umatnya.



Para da’i sebagai pelanjut risalah, sebagai warisatul ambiyaa haruslah berupaya secara optimal, maksimal. Mohonkanlah bantuan Allah, jangan mengharapkan bantuan penguasa. Serahkanlah semuanya pada Allah. Ikutilah contoh, teladan yng telah ditinggalkan oleh Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nbi Musa, Nabi Muhammad saw. Senjata Mukmin adalah sabar, hijrah, jihad. Tak ada cengeng, mint bantuan penguasa.



Dalam masalah akidah,keyakinan, kepercaaan sama sekali tak ada paksaan. Islam memberikan kebebasan mutlak. Yang mau beriman silakan. Yang tetap kafir silakan. Tak adapaksaan sama sekali. Aliran sesat bebasdalam kesesatannya. Kekeliruan, kesesatan dalam akidah, keyakinan, kepercayaan tak bisa diadili, dihukum di dunia. Nanti Allah akan mengadili kita semuanya di akhirat.



Tindak kejahatan, tindak maker, siapa pun yang melakukannya haruslah dicegah, ditumpas secaraoptimal, maksimal. Bahkan segala aktivitas yang nyerempet-nyerempet menjurus kea rah perbuatan maksiat, munkar, jorok haruslah dicegah sedini mungkin.



(Asrir BKS1006150600)



7 Kita ini umat pecundang



Di mana-mana kita dijadikan bulan-bulanan oleh musuh-musuh kita. Sudah sunnatullah bahwa yang lemah selalu menjadi bulan-bulanan yang kuat. Di Irak, Afghanistan, Pakistan, Sudan Somalia, Aljazair dan di negeri-negeri Muslim lainnya, kita, umat Islam diinjak-injak, dipereteli olaha Amerika Serikat dan sekutunya. Relawan kemanusiaan pembawa bantuan penolong Palestina dihadang, ditembaki oleh tentara Israel. Umat Islam sedunia tak berbuat Apa-apa, selain mengecam, mengutuk. Benar-benar jadi umat pecundang.

“Serangan, pukulan hebat terhadap negeri-negeri Muslim” tak mampu membangunkan, membangkitkan, mendorong “kaum fanatic Islam berbondong-bondong menangkisnya” seperti dikhawatirkan oleh Jenkins (Simak antara lain Noam Chomsky : “Maling Teriak Maling : Amerika Serikat Sang Teroris ?”, 2001:XVI, wawancara).

Patut juga disadari bahwa Israel adalah anak haram hasil perselingkuhan, hubungan gelap Amerika Serikat, Inggeris, Perancis, Rusia. Bahwa strategi Yahudi/Israel/Zionis adalah bertujuan untuk menguasai dunia dengan mendirikan kerajaan Yahudi Raya dengan raja, pucuk pemerintahannya dari keturunan David dan penasehat kerajaan dari pemuka-pemuka Yahudi (Kerajaan King David). Caranya dengan kekuatan, kekuasaan, paksaan, ancaman, infiltrasi, penyusupan, provokasi, intimidasi, manipulasi, pemutarbalikkan fakta. Semua boleh dilakukan. Tujuan menghalalkan segala cara.

Umat islam itu tak akan hancur karena bencana kelaparan yang berkepanjangan, karena dikuasai oleh musuh Islam, tapi akan hancur karena kekuatan dari dalam sendiri. Pertolongan Allah terhalang oleh karena perpecahan ummat. Segala perjuangan umat Islam yang dilakukan tidak menggunakan Islam sebagai caa, program dan perjuangannya tidak akan mendapatkan pertolongan Allah (ESTAFET, No.36, Th.IV, Oktober 1988, hal 32, "Berita Kehancuran Yahudi").

Rasulullah menyampaikan, bahwa "Jika allah sudah menentukan suatu ketetapan, maka ketetapan itu tidak dapat dibatalkan, bahwa Allah tidak akan membiarkan umat Islam dikuasai oleh musuh mereka, kecuali kalau d antara umat Islam sendiri timbul pertentangan,sehingga satu sama lain saling menghancurkan" (Simak "Tafsir Ibnu katsir", jilid II, hal 144, "Zaadul Mi'ad", jilid I, hal 90).

Rasulullah bersabda : "Aku meminta Allah agar tidak menimpakan perpecahan kepada kami, tetapi Dia menolak permintaanku itu" (HR Ahmad dari Khabbab bin Arits, dalam Tafsir Ibnu katsir, jilid II, hal 144). "Kalau Aku (Allah) sudah menentukan suatu keputusan, maka keputusan itu tidak dapat dibatalkan" (HR Muslim dari Tsauban, dalam "Bersihkan Tauhid anda Dari Noda Syirik", 1984, hal 83, oleh Muhammad bin Abdul Wahhab).

“Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, mereka digoncangkan, sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang bersamanya : ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah ?” (QS 2:214).

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS 13:11).

(Asrir BKS1006010930)

8 Kemenangan Sekularisme, Pluralisme, Liberaisme, Inklusivisme



Iblis, setan, khannas berwujud manusia berhasil mendorong, menggiring kalangan Nahdiyin ke dalam parpol terbuka (sekuler, plural, liberal) PKB, menggiring kalangan Muhammadiyah ke parpol terbuka PAN, menggiring Majlis Taklim ke dalam Parpol terbuka PKS. Kini tak ada lagi yang berkeinginan, berupaya tegaknya Hukum Islam. Semuanya di bawah kendali Hukum Iblis.



Politisi Mahfudz Sidik dari PKS dalam TARBAWI, Edisi 182, 3 Juli 2008, halaman 50-52, secara mempesona, memukau menggiring pembaca masuk ke dalam jaring Pluralisme, Liberalisme, Inklusivisme dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqih secara manipulatif. PKS, PAN, PKB menolak Islam sebagai dasar ormas, parpol, negara.



(Asrir BKS1004291730)



9 Umat Islam Umat Pecundang (Korban Provokasi Terroris Global)

Kondisi Umat Islam dimana-mana adalah sebagai bangsa pecundang, bukan sebagai bangsa pemenang. Padahal umat Islam itu seharusnya (das Solen) adalah umat yang super (QS 3:139, 47:35). Namun nyatanya (das Sein), di Aljazair, di Sudan, di Somalia, di Bosnia, di Palestina, dan di lain-lain tempat, umat Islam jadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam yang dikomandani oleh kapitalis Barat (ghalabatir rijaal). AlQaeda, Taliban, Jama'ah Islamiyah, Majelis Mujahidin, Front Pembela Islam, Laskyar Jihad Ahlus Sunnah Wal Jama'ah jadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam. Media massa semacam koran PELITA, PANJI MASYARAKAT tak lagi menyuarakan Islam. Nanti, koran REPUBLIKA, SABILI bisa saja menyusul. Umat Islam lemah dalam segala hal. Lemah dalam information war, psy-war, ghazul fikri. Tak mampu melakukan tugas menangkis tudingan lawan dengan cara-cara yang paling baik (QS 18:125, 29:46), jitu. Sebaliknya, kapitalis Barat dengan jaringannya sebagai Sang Provokator amat piawai membangun, menggarap opini publik. Gencar menggarap opini publik, bahwa Irak (dengan Saddam Husseinnya) memproduksi senjata kimia pemusnah massal. Gencar menggarap opini publik, bahwa Taliban dan AlQaeda (dengan Osama bin Ladinnya) adalah terroris, pelaku serangan terror di Washington dan New York pada 11 September 2001. Gencar menggarap opini publik, bahwa Jama'ah Islamiyah dan Majelis Mujahidin (dengan Abu Bakar Baasyirnya) adalah terroris, anggota jaringan AlQaeda, otak pelaku Tragedi Bali 12 Oktober 2002. Umat Islam tak memiliki kemampuan untuk mengcounter (wa jadilhum billati hiya ahsan) tudingan lawan itu. Juga lemah dalam arena phisical-war. Lemah secara ideologis (imaana) dan secara fisik (Ihtisaaba). Lemah dalam kualitas dan kapasitas. Padahal untuk menghadapi lawan (musuh) haruslah (das Sollen) dengan menyiapkan kekuatan yang dapat menggentarkan lawan (musuh) yang nyata dan lawan yang tak nyata (QS 8:60). Dengan semangat berkobar-kobar, dengan kesabaran (ketahanan) tinggi, dengan pimpinan Muhammad Rasulullah, maka pasukan Islam dapat mengalahkan musuh (lawan) yang sepuluh kali banyaknya (QS 8:65), setidaknya dapat mengalahkan musuh (lawan) yang dua kalibanyaknya (QS 8:66). Setelah Muhammad Rasulullah sudah tidak ada lagi, setelah semangat tak berkobar-kobar lagi, setelah kesabaran sudah tak ada lagi, maka (das Sein) tak ada tercatat dalam sejarah, pasukan Islam yang dapat mengalahakan lawan yang lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Kini, umat Islam tinggal sebagai bangsa pecundang. Tak punya pimpinan pemersatu ummat. Tak punya kekuatan ideologi (akidah), organisasi (jama'ah), displin (bai'ah, nizhamiyah), logistik (perangkat lunak dan perangkat keras). Dimana-mana, umat islam tak lagi berlindung, bernaung dibawah kekuasaan Allah, dan tak lagi berlindung, bernaung dibawah kekuasaan penguasa Islam, tak lagi berpegang pada hablum minallah wa hablum.

Umat Islam pernah jaya, dihormati, dihargai orang, disegani, diperhitungkan lawan. Sehingga orang semacam Simon Jenkins (korespenden London Times) merasa khawatir "serangan hebat terhadap negara-negara Muslim" akan mampu memicu., mendorong "kaum fanatik berbondong-bondong mendukung Osama bin Laden" (Noam Avran Chomsky : "Maling Teriak Maling :Amerika Sang Teroris?", 2001:XVI). Karena Islam dipandang oleh orang semacam Washington Irving sebagai suatu ajaran yang mendorong sekelompok tentara yang bodoh tidak berpengalaman menyerbu secara buas ke medan perang, dengan keyakinan bahwa kalau hidup mendapat rampasan, kalau mati mendapat surga (Muhammad Husein Haekal : "Sejarah Hidup Muhammad", 1984:693). Demikianlah tafsiran, interpretasi orientalis tentang "'isy kariman au mut syahidan".

Namun kemudian umat Islam pernah pula tak berjaya, tak dihormati, tak dihargai orang, tak disegani, tak diperhitungkan lawan (khauf). Umat Islam susdah dilecehkan, dihinakan lawan (ditimpa dzillah, kehinaan luar biasa), kehilangan 'izzah (kemuliaan), tidak lagi memliki kekuatan apa pun, meskipun jumlahnya masih mayoritas. Sampai-sampai orang semacam Marshal Lord Allenby (wakil sekutu : Inggeris, Perancis, Italia, Rumania, Amerika) sesumbar pongah berteriak histeris di kuil Sulaiman di Yerusalem, pada akhir Perang Dunia Pertama, ketika kota itu ditaklukkan, didudukinya tahun 1918 "Sekarang Perang Salib sudah selesai" ("Sejarah Hidum Muhammad", 1984:260,731, "Rencana Barat Menghancurkan Islam", hal 16). Si pengigau (delirium) Bush kecil (George Walker Bush) tak gentar sama sekali mengikis habis sisa-sisa simbol Islam dengan dendam Salib meluncurkan demokrasi dengan rudal ke Irak.

Umat Islam kini sudah sama dengan umat lain, tak beda lagi dengan umat lain, tak lagi punya identitas (isyhadu bianna Muslimin). IPOLEKSOSBUDHANKAMTIB umat Islam tak beda dengan umat lain. Hal ini disebabkan karena umat Islam masa kini mengidap demam "wahnun (lemah semangat memperjuangkan Islam, tak punya motivasi memperjuangkan Islam), cinta dunia (lebih berorientasi pada kehidupan duniawi dari pada ukhrawi, lebih berorientasi pada kepentingan diri pribadi daripada kepentingan bersama, lebih cinta pada harta, kekayaan, pangkat, jabatakn, kedudukan, kekuasaan, ketenaran daripada Allah dan RasulNya serta berjihad fi sabilillah), panjang angan-angan (terlalu banyak mempertimbangkan risiko memperjuangkan Islam), takut mati (tak berani berjihad memperjuangkan Islam, tak berani menghadapi risiko stigmatisasi, lebelisasi, cap radikal, fundamentalis, teroris). Padahal umat Islam diperintah untuk lebih cinta pada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalan Allah dari pada cinta akan harta, kekayaan, pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan, ketenaran, sana-keluarga, bangsa, negara, tanah air (simak antara lain QS 9:23-24).

Rasulullah saw dan para sahabat di dakam usaha membangun umat sering mempringatkan bahwa perkembangan sejarah membawakan perkembangan pasang-surut dan pasang-naik. Rasulullah mengingatkan, bahwa nanti akan datang suatu masa, yang pada waktu itu umat Islam bagaikan buih yang terapung-apung di atas air. Dianggap enteng oleh orang lain, meskipun mereka banyak, mayoritas. Tak ada rasa segan atau gentar di hati orang yang melihatnya. Hal ini disebabkan di dalam ahti umat Islam bersarang dan berkembang virus "wahn", yaitu penyakit cinta, rakus dunia, dan takut mati (M Natsir : "Masjid, Qur:an, Disiplin", AlMunawwarah, KH Firdaus AN : "Detik-Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah", 1983:134, Hadits dari Tsauban, riwayat Abu Daud, nno.3745).