Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Saturday, May 22, 2010

Islam Kaffah

Sekali-kali janganlah diakui ada satu peraturan lain yang lebih baik dari peraturan Islam (Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, 1983:173, re tafsiran ayat QS 2:208). Belumlah “masul Islam keseluruhannya”, kalau masih belum menurut peraturan AlQur:an. Cukup hanya mengakui Isam sat-satuny aturan hukum.

Semakin tertanam keyakinan bahwa hukum Islam itu lebih baik dari yang lain, maka akan semakin gencar tuduhan, tudingan sebagai teroris. Semua tersangka, tertuduh teroris yang tertangkap, terbuhuh adalah ang punya keyakinan bahwa ukum Islam itu lebih baik dari yang lain dan punya keinginan, kemauan untuk menegakkan hukum Islam itu secara nyata.

Islam sama seali harus tampil nyata berbeda dengan non-Islam. Simak antara lain “Perbedaan antara Seorang Muslim dan Serang Kafir” dalam “Dasar-Dasar Islam” (Fndamentals of Islam) oleh Abul A’la Maududi.

Rocker Hari Mukti lebih ngakngikngok dari Elvis Presly. Tampil di panggung/pentas jingkrak-jingkrak bagai cacing kepanasan. Menjelang usia 40 tauan, ia mengakiri dnia artis, dan mlai menggeluti dunia dakwah sampai kini, ikut terlibat dalam pembinaan berbagai taklim.

Pada tayangan kuliah Ramadhan d televise disaksikan para pendakwah yang senang dielilingi oleh para artis, para selebwritisw. Parapendakwah ini tampl sebagai artis, seleberitis. Pendakwah Hari Mukti tampil menjauhi artis, seleberitis.

“Dan tinggaanlah orang-orang yang mejadkan agama mereka sebagai manmain dan sendagurau, dan mereka telah ditipu le keidupa dunia” (QS 6:70)..

“Apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah dikar dan diolok-olokan oleh orang-rang afir, maka janganlah kamu dudu bersama mereka, seingga mereka memaski pembicaraan yang lain. Sesngghna kalau kamu berbuat demikian, tentulah kamu serupa denga mereka” (QS 4:140; simak juga QS 6:68).

Pendidikan Islam Kaffah bisa saja antaralain memanfa’atkan cerpen, novel, roan, fetures, snetron, flm, musik, danlain-lain sebagainya. Buah karya tersebut benar-benar sebagai media dawah, mendakwahkan Islam Kaffah. Sosok Islam Kaffah dapat disimak, diamati dari sosok parasahabat Rasulullah.

Perilaku Seorang Muslim

Seorang Mslim bersahadat, mengaku bahwa “Tak ada Tuhan selain Allah” (QS 3:18), bahwa “Muhammad Rasul/Utusan Allah” (QS 3:144). Mengaku bahwa “tak ada hukum/undang-undang ang lebih baik dari hukum/undang-undang Allah” (QS 6:57). Tidak bermesraan, bergabung, bersamasaa dengan yang mengolok-olokkan, mempermainan, melecehkan, memusuhi Islam (QS 58:22).

Seorang Muslim menolak berhukum dengan hukum thagut (QS 4:60;5:50). Seorang Muslim tak mengakuiyangmenolak sarit Islam sebagai ulil amri (QS 5:57). Seorang Muslim tampil nyata berbeda sama sekali dengan yang bukan Muslim, dalam segala segi, baik dalam beretika, bersopan santn, bermu’amalah, bermasyarakat, berbangsa, bernegara (QS 4:140).

Seorang Muslim bersyahadat, mengaku bawa tidak ada yang berkuasa, berdalat atas dirinya kecal llah. Bahwa tidak ada hukum yang pantas atas dirinya kecuali hukum Allah. Tida tunduk, tidak path kepada perntah/undang-undang/hukum ang diluar perntah Alla. Tidak terikat kepada adapt, kebiasaan ang menentang kebenaran. Seorang Muslim menolak segala sesuatu di luar Allah (Abul A’la lMaududi : “Metoda Revolusi Islam”, 1983:64-65; “Dasar-Dasar Isa”, 1984:58-59).

Seorang Muslim meakukan shaat, saum, zakat, haji pada waktunya, mengikuti tuntunan aQuran dan Sunnah. Seorang Muslm menikah, berkeluarga sesuai dengan tuntunan alQur:an dan unnah. Seorang Msim bermu’amaah, bertransaksaki, berinteraksi sesuai dengan tntunan alQr:an dan Sunnah. Seorang Mslim bergaul sesuai dengan tntunan alQur:an da Sunnah. Pedoman idup seorang Muslim hanyalah alQur:an dan Sunnah.

(Asrir BKS1005161400)

Loyalitas

Di kalangan mereka yang diduga teroris loyalitasnya sangat rapuh. Anggota yang tertangkap mudah saja membocorkan rahasia kelompoknya. Tak cukup setia membela, melindungi keluarga dan pimpinan yang lebih tinggi. Tak cukup setia memegang bai’ah..

Di kalangan Mafioso (yang benar-benar mafia) terdapat kode etik yang disebut omerta (bai’ah ?). Anggota yang tertangkap tak akan mudah membongkar kasus anggota lainnya. Loyalitas kepada pimpinan yang lebih tinggi tak bisa ditawar-tawar. Anggota yang diciduk polisi akan pasang badan guna melindungi keluarga dan pimpinan yang lebih tinggi. (SUARA ISLAN, Edisi 49, 1-14 Agustus 2008, halaman 18, “Nasional : Negara Drakula Dutelikung Mafia).

Teroris itu manusia juga

Menewaskan yang diduga teroris adalah membunuh manusia. Kata Idrus “Pembunuhan manusia adalah satu perbuatan kejahatan, siapapun yang melakukannya. Pendindasan manusia juga satu perbuatan kejahatan, dari saiapa pun juga datangnya. Dan jiwa satu manusia lebih berharga dari jiwa Negara sekalipun.”. Kata Hazil “Individu tidak bleh diletakkan di bawah Negara” (HB Jassin : “Kesusasteraan Indonesia modern dalam Kritik dan Essay”, 1954:220,222). “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS 5:32).

Lebih teroris

TV (terutama MetroTV dan TVOne) dan Polri lebih teroris dari yang diduga teroris. Berita penggerebekan meneror, menimbulkan ketakutan di kalangan rakyat banyak. Penembakan yang menewaskan yang diduga teroris melanggar HAM. Penembak jita bias saja menembak tanpa menewaskan. Alasan korban melawan tanpa dukungan saksi. “Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa ang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi” (QS 3:118).

Jihad melalui internet

Forum Penulis Laras Indonesia (dari Maros Sulsel) sejak 1993 melancarkan “jihad pena” untuk melawan seularisme, orientalisme dan westernisme di Asia Tenggara. Mereka berupaya melawan konspirasi Barat dan komunis dengan menerbitkan essai dan artkel seni budaya dalam bentuk buku. Dalam konteks kekinian sudah saatnya mendakwahkan “jihad via internet”

Cuci otak

Siapa pun kita. Kita tak pernah menyadari bahwa otak kita telah dicuci secara total. Rasionalitas kita telah dikendalikan oleh kekuatan adikuasa. Pikiran kita telah dikontrol melalui penggnaan kata-kata dan pemberian makna tertentu. Kata-kata telah dimaknai, diplintir dengan makna tertentu. Pandangan realitas kita telah dibatasi.

Ke dalam otak kita telah dibenamkan bahwa teroris itu adalah Bin Laden, Hambali, Amrozi, Azhari, Mukhlas, Imam Samudra, Abu Bakar Baasyir, Abu Jibril dan orang-orang yang sepaham dengan mereka. Mereka-mereka yang berupaya agar hukum, syari’at Islam berlaku sebagai hukum positif adalah teroris. Mereka-mereka yang anti atas kebijakan-kebijakan musuh-musuh Islam adalah teroris. Musuh-musuh Islam itu ada yang musuh secara fisik, dan ada pula yang musuh secara ideologis.
Tentara dan Peperangan

Tugas tentara, militer itu adalah untuk berperang. Bila peperangan tak ada, maka tentara mengnganggur. Pengangguran tentara dalam negeri bisa menimbulkan gangguan keamanan. Agar dalam negari dapat aman, maka di luar negeri dengan berbagai alas an diciptakan peperangan. Tentara dikirim ke luar negeri untuk berperang. Berperang di Filipina, di Hindia Belanda, di Indo Cina, di Irak, di Afghanistan. Di Pakistan, di Yaman, di Sudan, di Somalia, di Haiti, di mana-mana.

Berani karena takut

Bersumber rasa takut bias saja keluar rentetan kejadian yang disangka sebagai keberanian. Yang takaut dikatakan tidak mau membela nusa dan bangsa, ia ikut berevolusi, mengangkat senjata. Yang takut dikatakan pengkhianat, ia bungkem, tidak mengaku, tidak membuka rahasia teman, kawan, meskipun ia disiksa, disakiti (HB Jassin : “Kesusasteraan Indonesia odern dalam Kritik dan Essay”, 1954:221-222).
Yang takut dkataan tak loyal, ia menjilat, hingga ia dkatakan setia. Yang takut dimakzulan, ia menumpas lawan politiknya. Yang takut mati konyol, tak ikut berjuang, berevolusi, meski untuk itu ia dimahkotai gelar pahlawan (B Soelarto : Domba-Domba Revolusi”, 1962).

Antara citra diri dan kepentingan rakyat

Bangsa Indonesia, sungguh sangat berbahagia punya Kepala Negara yang sangat teguh menjaga citra dirinya. Menjaga jarak dengan semua pihak dalam kasus perseteruan antara cicak dan buaya. Agar citraa dirinya bersih, tak tercemar dengan noda intervensi.

Dalam kondisi cicak sudah terdesak, barangkali pencitraan diri dapat dikorbankan untuk kepentingan rakyat. Rasanya tak perlu berlepas tangan, apalagi cuci tangan. Alangkah baiknya jika Kepala Negara mengorbankan citra dirinya dengan bersikap otoriter mengambil alih jabatan Kapolri dan Kejagung.

Tim8 tak akan menghasilkan apa-apa selama apencitraan diri lebih dominan dari pada kepentingan rakyat. Setelah rekomendasi diterima, mau diapakan ? Rekomendasi apapun tak akan ada artinya selama masih suka berlepas taangan, apalagi cuci tangan demi citra dirinya. Tim8 hanya sekedar pelindung citra diri agar tak ternoda dengan dengan stigma otoriter.

Keadilan di pengadilan.

Keadilan seharusnya (das Sollen) dapat diperoleh dari keputusan pengadilan. Namun dalam kenyataannya (das Sein) keadilan itu tak sesuai dengan kebenaran dan hati nurani. Yang diperoleh hanyalah keadilan yang berpihak kepada kebenaran semu (samar, rekayasa, artificial).

Evaluasi menyeluruh

Diperlukan evaluasi kebijakan secaramenyeluruh dari Manipol, GBHN, mana yang sudah berhasil, dan mana yang masih harus dituntaskan di bidang pertanian, industry,pertambangan,energy, pariwisata, perdagangan, koperasi, tenaga kerja, transmigrasi, lingkungan hidup, agama, pendidikan, kebudayaan, iptek, riset, kesehatan,kependudukan, perumahan, hokum,penerangan, keamanan, dan lain-lain.
Sistem Hukum Tatanegara

Presiden SBY pernah melontarkan wacana untuk mengupayakan melakukan kaji ulang atas amandemen UUD-45. Bahkan rasanya perlu melakukan kaji ulang atas sistem ketatanegaraan Indnesia secsara menyeluruh. Apakah bentuk Negara kesatuan ataukah bentuk Negara federasi yang lebih sesuai dengan Indonesa sekarang ? Apakah sistem presidensial ataukan sistem parlementer yang lebih sesuai untuk Indonesia masa kini ? Apakah lembaga legsilatf terdiri atas DPR dan MPR ataukah cukup DPR atau MPR saja ? Apakah Presiden yang sedang berkuasa dapat dipilh kembali dalam pemilu ataukah tidak ? Apakah Presiden ataukah MPR yang sebaiknya membat program pembangunan ?

Human Rights (Ganti UUD-45 dengan UUDS-50)

Kasus pelanggaran HAM di negeri ini tak pernah diusut tuntas. Bagi negeri ini yang mengakui demokrasi, dalam UUD-45 tak tterdapat rincian HAM. Hanya tiga pasal yang menjamin HAM (pasal 27,28,29). Sedangkan UUDS-50 memuat HAM secara rinci seperti dalam Deklarasi HAM PBB (pasal 7 sampai 43). (Mr Muhaqmmad Yamin : “Proklamasi dan Konstitusi RI”, 1952:90-92).

Kembalikan GBHN

National Submit tak perlu. Kembali saja kepada GBHN mengikuti UUD-45. GBHN diupdate sekali 5 tahun setiap 28 Oktober.

Wakil Menteri juga tak perlu. Kenaikan gaji Menteri/Pejabat/Pegawai ditetapkan setelah kenaikan biaya Air minum, Gas, Listrik, Tilpon, Transportasi ditetapkan. Total Take Home Pay Keala Negara maksimal sepuluh kali Total Take Home Pay Pegawai terendah.


Kubu Demokrat, Nasionalis dan Islam

Aburizal Bakri dari Golkar bersama SBY dari Demokrat mencoba merealisir kubu, koalisi Demokrat-Religius.

Tanpa rekayasa, PDIP dan Hanura menuju brgabung ke dalam kubu, koalisi Nasionalis-Religius.

Surya Paloh dari Golkar mencoba merealisir kubu, koalisi Nasionalis-Demokrat.

KH Firdaus AN mengusung gagasan dua kubu, koalisi. Satu kubu, koalisi Islam, dan satu lagi kubu, koalisi Pancasila (“Dosa-Dosa Politik Orla dan Orba”, 1999:186).

Dulu, Soekarno menggagas tiga kubu, koalisi : Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi dan Ketuhanan, yang bermuara pada koalisi besar Nasakom, Nasamarx, Marhaenisme (Soegiarso Soerojo : “Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai”, 1988:107).

Kembali ke Sistem Parlementer

Dengan terlembaganya Sekber Koalisi Parpol Pendkung Demokrat, dengan Ketua umumnya Aburizal Bakri, suda sa’atnya meninggalkan Sistm Presidensial dan kembali ke Sistim Parlementer.

Aburizal Bakr sealigus memegang jabatan Perdana Menteri, sebagai pati Gajahmadanya Susilo Bambang Yudhoono. Namun, Aburizal Bakri harus loyal, setia kepada rakyat, harus memperhatikan nasib para korban lumpur lapindo, harus memperhatikan nasib rakyat bayak, seerti ang pernah dilakukan oleh Burhanuddin Harahap pada masa Orla, atau seperti yang pernah dilakkan ole Mahmud Yunus di Bangladesh.


Budaya hewani

Budaya hewani adalah budaya bebas sebebasnya tanpa batas, budaya tanpa malu. Bebas seenaknya tanpa mengenal norma dan hukum.
Budaya manusiawi adalah budaya bebas terbatas, budaya mengenal malu. Bebas secara terbatas dengan mengindahkan norma dan hukum.

Hamdi Muluk bicara kepemimpinan

Bagaimana bisa memberantas KKN kalau pemimpinnya sendiri mencontokan KKN. Bagaimana mau disiplin, kalau pemimpinnya sendiri melangggar. Bagaimana mau menanamkan visi pada arakyat, kalau pemimpinnya sendiri mempertontonkan inkonsistensi.Bagaimana mungkin menyuruh rakyat berskap democrat, sementara pemimpinnya sendiri memperihatkan sikap otoriter.

Yang dibutuhkan negeri ini pemimpin yang mapu memberikan teladan. Kepemimpinan itu adalah keteladanan. Pemimpin itu menyuruh melakukan sesuatu yang dia sendiri telah melakukan (GATRA, No.35, 21 Juli 2001, halaman 47).

Tugas Pejabat Negara

Setiap pejabat Negara bak di eksekutif, legislative, yudikatif mengemban tugas, tanggungjawab untuk mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat. Pembukaan UUD-1945 mengamanatan agar pemerintah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan tanggungjawab seluru pejabat Negara. Setiap hari, pejabat Negara seharusnya memkirkan, merumuskan, mewujudkan kesejahteraan rakyat secara terpadu, terntegral, karena satu samalain saling terkait.

Sosok teladan paripurna selalu sibuk memeikirkan keseahteraan umat di dunia dan d akirat. Siang malam beliau memikirkan urusan-urusan manusia dan masyaraat dan berupaya menyelesaikan masalah mereka dengan cara saksama dan bijaksana. Beliau berkata : “Lebh baik sekiranya saya beralan membantu kepentingan seorang saudara dan lebih menyenangkan hatinya daripada saya beriktikaf dalam masjidku ini selama sebulan” (Simak antara lain Khald Muammad Khalid : “Insaniyah Muhammad”, pasal “Musykiluhun naas ‘ibadatuhu”).

Pembisik

Setiap Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Kepala Kepolisian, Kepala Pengadilan dan Kepala-Kepala lain senantiasa dikelilingi oleh pembisik-pembisik. Ada pembisik yang baik-baik dan ada pula pembisik-pembisik yang jahat sekaligus penjilat. Kini pembisik itu bisa sebagai staf ahli, pembantu ahli, staf khusus, pembantu khusus.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abi Sa’id dan Abi Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda “Allah tiada mengutus seorang Nabi atau mengangkat seorang Khalifah, melainkan dua orang kepercayaan pribadi, seorang yang menganjurkan kebaikan dan seorang yang menganjurkan kejahatan. Sedang orang yang selamat ialah yang dipelihara oleh Allah” (Dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Anjuran Kepada Raja Memilih Menteri Yang Saleh.

The right man on the right place

Meskipun ini adalah produk, hasil pilihan rakyat (pemilu) sendiri, namun kini bisa saja rakyat bertanya-tana, melakukan self koreksi terhadap hasil pilihannya itu. Apakah sosok semacam Taufik Kiemas, Marzuki Ali, Suryadarma Ali, Muhaimin Iskandar, Saleh AlJufri, Syarif Hasan, Agung Laksono, Hatta Radjasa, dan lain-lain sudah berada pada posisi yang tepat ? Bahkan termasuk juga Boediono dan Susilo Bambang Yuoyono ? Juga yang semacam Nurdin Halid ?

Pendidikan olahraga
Pendidikan olahraga bertujuan untuk melahirkan sosok warga yang sportif, jujur, sehat. Bukan untuk melahirkan sosok warga yang bringas, sadis, brutal. Juga bukan untuk menciptakan sarana bisnis bagi spekulan, pejudi. Para pelatih asing hanya sebatas untuk melatih, membina pelatih nasional. Dalam olahraga sepakbola misalnya, dipercayai bila ke dalam tim kesebelasannya dipasangkan satu dua pemain sepakbola asing, maka tim kesebelannya itu akan memiliki kwalitas bermain yang tinggi. Pemakaian pemain asing di dalam persepakbolaan ini, merupakan penyimpangan dari tujuan pendidikan olahraga. Ini merefleksikan mental budak.

Mental budak, mental inlander, mental anak jajahan tercermin dari sikap yang mempercayai tenaga ahli asing dari pada mempercayai tenaga ahli bangsa sendiri.

Suatu perusahaan diyakini akan menjadi baik kinerjanya kalau pimpinannya orang asing, meskipun yang bekerja semua orang Indonesia. Mental demikian meyakini bahwa mustahil berprestasi besar tanpa pengawasan orang asing. Demikian disimak dari analisa Kwik Kian Gie (KOMPAS, Senin, 3 Februari 1997, hal 15).

Dalam penilaian berhasil tidaknya suatu pemilu dipercayakan kepada pemantau pemilu asing. Bila pemantau pemilu asing menyatakan pemilu berjalan lancar, sukses, demokratis, maka pernyataan itulah yang diterima sebagai kebenaran.

Menggugat Imperialisme Ekonomi (Investasi asing)

Kita ini selalu dinina bobokkan , bahwa kemajuan bangsa ini bisa diraih dengan dana investor asing. Tanpa dana investor asing bangsa ini tak akan pernah maju. Tanpa dana investor asng, maka angka pengangguran akan membengkak. Yang memberi makan bangsa ini adalah investor asing. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah investor asing itu memperbudak bangsa ini, menjadkan bangsa ini hanya sebaga kulinya, memeras keringat bangsa ini untuk kepentngan pundi-pundi keuangannya. Mempertahankan investor asing berarti mempertahankan perbudakan, penjajahan ekonomi.

Selalu didengung-dengungkan, diintrodusir, bahwa kesejahteran bangsa ini terantung pada belas kasihan bantuan asing, belas kasihan IMF, Bank Dunia, belas kasihan PMA, belas kasihan perusahaan asing di Indonesia. Bila buruh berulang macam-macam, maka perusahaan asing akan cabut merelokasi perusahaannya ke negara lain. Akibatnya jutan orang kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan. Akhirnya terjadi krisis sosial-ekonomi-politik.

Bustanuddin Agus, Guru Besar Sosiologi Agama UNAND dalam tulisannya “Imperialisme Modern” (REPUBLIKA, Kamis, 9 Nopember 2006, hal 4, Opini) menggugat kebijakan yang berorientasi pada investasi asing. Semua persoalan bisa diselesaikan dengan mengundang investasi asing. “Persoalan pengangguran, obatnya investasi. Defisit keuangan negara, obatnya pinjaman luar negeri atau investasi yang capable”. “Persoalan ekonomi kait-mengait dengan faktor sosial budaya yang lain”. “Ikut latah dengan investasi asing membawa akibat menjadi buruh di tanah sendiri”.

Kalangan akademisi seyogianya menjadikan “Gugatan” Bustanuddin Agus itu sebagai pokok “kajian akademis” di setiap forum akademi, baik di simposium, di seminar, di lokakarya, atau lainnya.

Dalam hubungan ini, diharapkan kiranya adanya sajian tentang “Kajian dan Sorotan Terhadap kebijakan Perekonomin dan Keuagn”, seperti :

- Hubungan antara turun naiknya nilai kurs rupiaah dengan aktivita pasar valuta asing (jual beli dengan uang).
- Hubungan antara kemakmuran rakyat banyak (meningkatnya daya beli masyarakat) dengan Penanamn Modal Asing (PMA) dan Penanamn Modal Domestik (PMDN).
- Hubungan antara pembanagunan kesejahteraan rakyat banyak dengan bantuan pinjaman Luar Negeri (utang bunga berbunga).
- Hubungan antara perluasan lapangan kerja (penurunan angka pengangguran) dengan penurunan tingkat suku bunga (riba).
- Faktor-faktor social-politik-moral-budaya yang merupakan penyebab terjadinya resesi/krisis ekonomi dan moneter.
- Perbandingan teoriti dan praktis antara teori ekonomi menurut Islam dengan teori Marx dan dengan teori Keynes.
- Pokok-pokok pikiran/pandangan dari pakar ekonomi Muslim, semacam Abdurrahman Maliki (As-Siyatul Iqtishadiyah al-Mustla?), Abdul Qadil Zallum (Al-Amwal Fi Daulah Khilafah), Taqiyuddin An-Nabhny (Nidzamul Iqtishady fi Islam).

Mencari pejuang ksesejahteraan rakyat

Indonesia butuh akan sosok pejuang kesejahteraan bangsa. Yang sejak muda sudah aktif meperjuangkan kesejahteraan bangsa. Aktif memkirkan, mengupayakan agar status sosial-ekonomi warga yang terabaikan dapat diperhatikan. Agar benar-benar Fakir miskin dan anak-aak terlantar dipelhara leh negara”. Agar benar-benar “kekayaan alam Indonesia dipergunakan untuk keseahteraan rakyat”.

Namun saying, telah berulang kali berganti pimpinan nasional, tak pernah muncul sosok pejuang kesejahteraan bangsa. Yang baru tampil adalah sosok penjilat, sosok pengkhianat kesejahteraan bangsa.

Juga tak satu pun parpol yang aktif memperjuangkan kesejahteraan bangsa. Yang ada hanya punya predikat parpol wong cilik, parpol keseahteraan. Tapi ta pernah benar-benar memperjuagkan kesejahteraan bangsa, hanya sekedar mengusung jargon pro wong cilik, pro rakyat kecil.

Antara orientasi pengabdian dan orientasi kekuasaan

Ada yang berorientasi pengabdian dan ada pula yang berorientasi kekuasaan. Bagi yang berorientasi pengabdian, di mana pun bisa berperan mengabdikan, memanfa’atkan yang dimiliki untuk kepentingan bersama. Petani, pedagang, pengusaha, pendidik, dokter, arsitek, tekisi, buruh, karyawan, pegawai, militer, nelayan, dan lainnya bisa mengabdikan, memanfa’atkan yang dimilikinya untuk kepentingan bangsa, negara.

Salah satu contoh yang berorientasi pengabdian adalah Muhammad Yunus dari Bangladesh, peraih Nobel Perdamaian. Harmoko menyebut Muhammad Yunus sebagai pejuang dan pekerja gigih dalam mengentaskan kemiskinan di Bangladesh. Melalui Grameen Bank Prakalpa (semacam proyek Bank Pedesaan) Muhammad Yunus memberikan kredit kepada penduduk miskin. Hasilnya dapat dirasakan oleh penduduk Bangladesh. Muhammad Yunus memerangi kemiskinan melalui kredit bank yang dipimpinnya. Muhammad Yunus bukanlah aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat, bukan pula seorang politisi, namun tetap menyatu dengan penderitaan rakyat. Muhammad Yunus bisa dijadikan teladan bagi pengentasan kemiskinan (POSKOTA, Senin, 30 Oktober 2006, hal 10, Kopi Pagi : “M Yunus dan Si Miskin” oleh Harmoko. Simak juga SUARA ‘AISYIYAH, No.1, Th ke-84, Januari 2007, hal 31, “Kesrempet”. “Dokter ekonomi yang malas blamana tak mampu mengangkat derajat hidup warga melarat”).

Barrack Obama membuktikan politik pengabdian. Ia cari lowongan untuk penganggur, mendirikan pusat pendidikan remaja, memaksa gubernur membongkar asbestos karena bahan bangunan itu sumber kanker, memperluas anti kenakalan remaja, membuat sistem manajemen pembuangan sampah, serta memperbaiki jalan rusak dan selokan yang tersumbat (KOMPAS, Sabtu, 5 Januari 2008, hal 13, “Sebuah Tuntutan Perubahan”, oleh Budiarto Shambazy).

Romomangun menata perkampungan kumuh sepanjang Kalicode Yogyakarta dan penghuninya menjadi lokasi yang asri berwawasan arsitektur dengan penghuninya yang terangkat harkat-martabatnya.

Bagi yang berorientasi kekuasaan, maka “pengabdian” hanyalah kemasan untuk memoles kehausannya akan kekuasaan. Yang berorientasi kekuasaan, hanya berupaya memenuhi kerakusannya akan kekuasaan. Ia tak pernah menyatu dengan penderitaan raykat, tak pernah merasakan penderitaan rakyat. Bagaimanapun banyak perusahaannya, bagaimanapun berlimpah kekayaannya, ia tak pernah memikirkan untuk memanfa’atkan kekayaannya itu untuk mengurangi pengangguran, untuk mengurangi kemiskinan, penderitaan rakyat, untuk menanggulangi bencana. Dalam benaknya hanyalah untuk memanfa’atkan kekayaanya untuk mendapatkan kekuasaan. Dengan kekuasaan, ia dapat menguasai, mengendalikan semuanya. Segala jalan bisa ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan.

Pemimpin yang berorientasi kekuasaan, kebijakannya tak pernah berpihak kepada rakyat. Seluruh kebijakannya hanya untuk kepetingan diri. Acuannya adalah ajaran Machiavelli. sedangkan yang berorientasi pengabdian, kebijakannya berpihak kepada rakyat. Di kalangan Islam, acuanya adalah Muhammad Rasulullah saw, Umar bin Khaththab, Umar bin Abdul Aziz. Di kalangan Kristen, acuannya adalah Yesus Kristus. Di kalangan Hindu, acuannya bisa Mahatma Ghandi.

Sedikit di kalangan penguasa adalah mereka yang dikenal dengan despot yang arif. Sejarah mencatat adanya penguasa yang punya rasa pengabdian yang disebut dengan despot yang arif, yang bijak, yang cerdas seperti yang ditampilan oleh Peter yang Agung 1689-1725) dan Katharina II (162-1796) dari Rusia, Friedrich II Agng (1740-1786), Joseph II (1765-1790) dari Prusiaa (Jerman).

Secara umum, raja-raja Jawa sejak Mpu Sindok (sebelumnya Sanjaya) tampil sebagai despot yang arif, yang bijak, yang cerdas (Anwar Sanusi : “Sejarah Indonesia untuk Sekolah Menengah”, I, 1954:22,28).

Prof Dr A Syalabi dalam bukuna “ Negara dan Pemerintahan dalam Islam” (hal 38) menls bahwa kewajban yang utama dari pemerintah Islam ialah bekerja untuk kebahagiaan rakyat. Pemerintah Islam harus berusaha agar rakyat senang. Pemerintah haruslah berjaga-jaga agar rakyat dapat tidur dengan aman dan tenteram.

Islam membawa prinsip-prinsip yang lebih murni dari pada yang dicita-citakan setiap orang. Prinsip-pirnsip itu dapat disimpulkan dalam beberapa patah kata saja. Pertama, keadilan. Kedua, Kepala Negara yang miskin.

Islam menyerukan persamaan di waktu sistem hidup berkasta-kasta telah berurat berakar di seluruh penjuru alam. Islam menyerukan keadilan di kala keadilan itu dipandang suatu kelemahan dan kehinaan.

Islam menyeru agar seorang Kepala Negara bekerja untuk kebahagiaan rakyat, bukan untuk kebahagiaan dirinya sendiri. Islam menciptakan Kepala Negara model baru yaitu Kepala Negara yang miskin. Kepala Negara yang harta kekayaannya habis dibelanjakannya pada jalan Allah, untuk kepentingan umat. Kepala Negara yang hidupnya sangat sederhana, sandang, pangan, papan yang dipakainya sama dengan yang dipakai orang-orang miskin (“Sejarah Kebudayaan Islam”, jilid I, hal 338-329).

Membasmi korupsi (Demokrasi dan Khlafah)

Masih layakkah berharap pada demokrasi ? Demokrasi itu culas. Dalam system demokrasi yang berbicara, yang berkuasa adalah kekuatan uang, modal, kaptal. Yang kaya berpesta pora, yang melarat terglas menderita, merana. Masyarakat cenderung muak terhadap demokrasi dan pendukungnya.

Demokrasi ta mengenal moral, apalagi aklak. Semuanya halal. Tak ada yang aram. Gaya hidup hedonis jadi tujuan.

Substansi demokrasi Idonesia termaktub dalam UUD-1945, antara lain : Pancasla, Negara kesatuan, republic, presidensalissme, demokrasi konstitusional (KOMPAS, Sabtu, 19 Desember 2009, hal 7, Opini : “Demokrasi Tanpa Substansi”, le Donny Gahral Adian).

Teganya khilafah merupakan kewajiban syar’i. Kewajiban menegakkan khilafah tak bias ditnda-tunda lagi. Sdah saatnya Islam memimpin. Gaji guru sebesar 15 dinar (Rp.22 juta). Sapa ang bersedia tampil memegang tongkat komando (MU, Edisi 2, 6-19 November 2009).

Dalam Tatanegara Khilafah, Kepala Negara bertanggungjawab penuh atas tugas eksekutif (ri’ayah) dan yudikatif (qadhi). Korupsi, hedonis, kapitalis, kemunkaran, maksiat dilawan dengan dakwah dan penegakkan hokum secara syari’i.

Substansi demokrasi Islam termaktub dalam Qur:an dan Hadis, antara lain meliputi tauhid, khlafah, ukhuwah, musawah, musyawarah, ‘adalah (berlak adil, berbuat kebaikan, mempedulikan kerabat, tak berbuat keji, munkar, permusuhan, QS 16:90).


Menanti embrio komunitas Islami

Dunia menantikan sosok masyarakat teladan. Yang mudah dikenali dari penampilannya, perilakunya, yang menarik mempesona sekitarnya, yang menampilkan akidah, sistem dan konsep hidup yang agung.

Yang dibutuhkan dunia itu adalah embrio komnitas Islami. Komunitas, masyarakat yang terdiri dari orang-orang Islam yang tangguh, yang hidup matinya lillahi rabbil ‘alamin, yang rela diatur oleh hukum Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Di sekitarnya segenap orang tanpa membedakan asal, suku, agamanya yang bersedia melakukan yang baik dan tidak melakukan yang jahat serta siap sedia secara bersama-sama menindak yang melakukan kejahatan, dan menyelesaikan sengketa menurut hukum Allah.

Himbauan Firdaus AN

Umat Islam harus berpikir historis dan idelogis agar tak terumbang-ambing dihanytkan arus tapa arah, aruss kemusyrikan dan kebatilan, arus sekularisme (arus jahili).

Umat Islam haruslah tak berulangkali disengat kalajengking dalam lubang yang sama. Umat Islam Indonesia haruslah tak membiarkan diri berulangkali terlibat melakukan dosa-dosa politik.

Umat Islam haruslah membentuk satu jama’ah yang kuat, kokoh, kompak bersatu. Umat Islam haruslah membuat jarak dengan penguasa, agar mempunyai ruang gerak ntk menyampakan kebenaran yang sesungghnya, agar tak dipangku oleh lawan Islam.Umat Islam Indonesia haruslah berikrar, bersumpah setia : Satu Agama, gama Islam. Satu Kiblat, Masjidil Haram. Satu Partai, Parta Islam.

Umat Islam Indonesia haruslah menyadari, bahwa selama Pancasila dan UUD-45 yang menjadi nomor satu di Indonesia, sedangkan Islam, alQur:an dan asSunnah yang jadi nomor dua, itu berarti semangat jihad uUmat Islam Indonesia belumlah ptimal.

Yang ideal di Indonesia, cukup memiliki dua partai politik, yaitu Partai Islam, bagi yang berideologi Islam, dan Partai Pancasila, bagi yang bkan berideologi Islam.

(KH Firdaus AN : “Dosa-Dosa Politk Orde ama dan Orde Baru ang idak Boleh Berulang Lagi Di Era Refrmasi”, 1999169-190, “Lawan dan Kawan Dalam Dnia Politik”).
Belajar dari Cina

Kini era perdagangan bebas Asia-Cina. Cina adalah Negara Komunis. Pedoman komunis adalah “From each (everyone) according to his ability, to each (for everyone) according to his work (need)”. Komunis Cina secara bertahap merubah tuan tanah feodal menjadi rakyat pekerja. Perusahaan Swasta di bawah kendali Perusahaan Negara. Perusahaan Swasta diorganisir menjadi koperasi. Koperasi dimodali oleh Bank Negara. Koperasi menangani industri rumah tangga. Suku-suku cadang diproduksi oleh industri rumah tangga.. Jenis dan vlume produksi ditentukan oleh Negara.
Menangkal korupsi dengan mental zuhud

Islam Digest REPUBLIKA, Ahad, 17 Januari 2010 (halaman B8, Wawancara) menampilkan “Gerakan Memberi Untuk Berantas Korupsi” dari Prof Dr Imam Suprayogo, rector Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Ajaran qana’ah, zuhud, wara’, infaq, sadaqah sebenarnya dapat menangkal tindak korupsi. Imam anNawawi (Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf) dalam kitabnya “Riadhus Shalihin” terdapat hadits-hadits tentang keutamaan zuhud (tidak rakus pada dunia), keutamaan kemiskinan, qana’ah (menerima apa yang ada), makan dari hasil usaha sendiri, pemurah, wara’ (menjauhi sysubhat),tawadhu’.Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam kitabnya “alLukLuk walMarjan” terdapat hadits-hadits muttafaq ‘alaihi tentang zuhud, tawadhu’, sederhana.

Sayyid Qutthub dalam kitabnya ‘Keadilan Sosial Dalam Islam” (1994) memandang bahwa Islam membenci kemiskinan bagi manusia. Islammenghendaki agar manusia bebas dari tekanan kebutuhan-kebutuhan hidup material. Agar manusia tidak sampai menghabiskan seluruh tenaga dan waktunya hanya untuk mencukupi kebutuhannya. Islam menggabungkan antara pentingnya seseorang bekerja sendiri sekuat tenaga dan kemampuannya, dengan dorongan untuk menolong orang yang membutuhkan dengan sesuatu yang bias menunjang kebutuhannya, meringankan beban hidupnya, dan membantunya untuk hidup mulia, terhormat (halaman 184-191, Kewajiban zakat).

Namun Sayyid Qutthub memandang bahwa kemewahan sma sekali tidak perlu bagiorang yang ingin melaksanakan syari’at Islam di masyarakat. Untuk melaksanakan syari’at Islam di masyarakat diperlukan sosok yang memiliki sifat, sikap mental zuhud, wara’, qana’ah seperti ang ditampilkan oleh Khalifah Umarbin Khatthab, Ali bin Abi Thalib, Abidzar alGhifari.”Khalifah Umar bin Khatthab seringkali menyempit-nyempitkan diri, bakan dalam hal-hal yang dihalalkan bagi dirinya”. “Khalifah Ali bin Abi Thalib tahu bahwa Islam membolejkannya menikmati yang lebih dari pada yang ia makan dan minum saatitu, akan tetapi ia tidak mau meninggalkan sifat zuhud, wara’, qana’ah”.”Abudzar melakukan perlawanan terhadap politik kepemilikan yang mendorong terjadinya sikap hidup mewah”.

(Asrir BKS1005131215)

Loyalitas

Di kalangan mereka yang diduga teroris loyalitasnya sangat rapuh. Anggota yang tertangkap mudah saja membocorkan rahasia kelompoknya. Tak cukup setia membela, melindungi keluarga dan pimpinan yang lebih tinggi. Tak cukup setia memegang bai’ah..

Di kalangan Mafioso (yang benar-benar mafia) terdapat kode etik yang disebut omerta (bai’ah ?). Anggota yang tertangkap tak akan mudah membongkar kasus anggota lainnya. Loyalitas kepada pimpinan yang lebih tinggi tak bisa ditawar-tawar. Anggota yang diciduk polisi akan pasang badan guna melindungi keluarga dan pimpinan yang lebih tinggi. (SUARA ISLAN, Edisi 49, 1-14 Agustus 2008, halaman 18, “Nasional : Negara Drakula Dutelikung Mafia).

Teroris itu manusia juga

Menewaskan yang diduga teroris adalah membunuh manusia. Kata Idrus “Pembunuhan manusia adalah satu perbuatan kejahatan, siapapun yang melakukannya. Pendindasan manusia juga satu perbuatan kejahatan, dari saiapa pun juga datangnya. Dan jiwa satu manusia lebih berharga dari jiwa Negara sekalipun.”. Kata Hazil “Individu tidak bleh diletakkan di bawah Negara” (HB Jassin : “Kesusasteraan Indonesia modern dalam Kritik dan Essay”, 1954:220,222). “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS 5:32).

Lebih teroris

TV (terutama MetroTV dan TVOne) dan Polri lebih teroris dari yang diduga teroris. Berita penggerebekan meneror, menimbulkan ketakutan di kalangan rakyat banyak. Penembakan yang menewaskan yang diduga teroris melanggar HAM. Penembak jita bias saja menembak tanpa menewaskan. Alasan korban melawan tanpa dukungan saksi. “Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa ang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi” (QS 3:118).

Jihad melalui internet

Forum Penulis Laras Indonesia (dari Maros Sulsel) sejak 1993 melancarkan “jihad pena” untuk melawan seularisme, orientalisme dan westernisme di Asia Tenggara. Mereka berupaya melawan konspirasi Barat dan komunis dengan menerbitkan essai dan artkel seni budaya dalam bentuk buku. Dalam konteks kekinian sudah saatnya mendakwahkan “jihad via internet”

Cuci otak

Siapa pun kita. Kita tak pernah menyadari bahwa otak kita telah dicuci secara total. Rasionalitas kita telah dikendalikan oleh kekuatan adikuasa. Pikiran kita telah dikontrol melalui penggnaan kata-kata dan pemberian makna tertentu. Kata-kata telah dimaknai, diplintir dengan makna tertentu. Pandangan realitas kita telah dibatasi.

Ke dalam otak kita telah dibenamkan bahwa teroris itu adalah Bin Laden, Hambali, Amrozi, Azhari, Mukhlas, Imam Samudra, Abu Bakar Baasyir, Abu Jibril dan orang-orang yang sepaham dengan mereka. Mereka-mereka yang berupaya agar hukum, syari’at Islam berlaku sebagai hukum positif adalah teroris. Mereka-mereka yang anti atas kebijakan-kebijakan musuh-musuh Islam adalah teroris. Musuh-musuh Islam itu ada yang musuh secara fisik, dan ada pula yang musuh secara ideologis.
Tentara dan Peperangan

Tugas tentara, militer itu adalah untuk berperang. Bila peperangan tak ada, maka tentara mengnganggur. Pengangguran tentara dalam negeri bisa menimbulkan gangguan keamanan. Agar dalam negari dapat aman, maka di luar negeri dengan berbagai alas an diciptakan peperangan. Tentara dikirim ke luar negeri untuk berperang. Berperang di Filipina, di Hindia Belanda, di Indo Cina, di Irak, di Afghanistan. Di Pakistan, di Yaman, di Sudan, di Somalia, di Haiti, di mana-mana.

Berani karena takut

Bersumber rasa takut bias saja keluar rentetan kejadian yang disangka sebagai keberanian. Yang takaut dikatakan tidak mau membela nusa dan bangsa, ia ikut berevolusi, mengangkat senjata. Yang takut dikatakan pengkhianat, ia bungkem, tidak mengaku, tidak membuka rahasia teman, kawan, meskipun ia disiksa, disakiti (HB Jassin : “Kesusasteraan Indonesia odern dalam Kritik dan Essay”, 1954:221-222).
Yang takut dkataan tak loyal, ia menjilat, hingga ia dkatakan setia. Yang takut dimakzulan, ia menumpas lawan politiknya. Yang takut mati konyol, tak ikut berjuang, berevolusi, meski untuk itu ia dimahkotai gelar pahlawan (B Soelarto : Domba-Domba Revolusi”, 1962).

Antara citra diri dan kepentingan rakyat

Bangsa Indonesia, sungguh sangat berbahagia punya Kepala Negara yang sangat teguh menjaga citra dirinya. Menjaga jarak dengan semua pihak dalam kasus perseteruan antara cicak dan buaya. Agar citraa dirinya bersih, tak tercemar dengan noda intervensi.

Dalam kondisi cicak sudah terdesak, barangkali pencitraan diri dapat dikorbankan untuk kepentingan rakyat. Rasanya tak perlu berlepas tangan, apalagi cuci tangan. Alangkah baiknya jika Kepala Negara mengorbankan citra dirinya dengan bersikap otoriter mengambil alih jabatan Kapolri dan Kejagung.

Tim8 tak akan menghasilkan apa-apa selama apencitraan diri lebih dominan dari pada kepentingan rakyat. Setelah rekomendasi diterima, mau diapakan ? Rekomendasi apapun tak akan ada artinya selama masih suka berlepas taangan, apalagi cuci tangan demi citra dirinya. Tim8 hanya sekedar pelindung citra diri agar tak ternoda dengan dengan stigma otoriter.

Keadilan di pengadilan.

Keadilan seharusnya (das Sollen) dapat diperoleh dari keputusan pengadilan. Namun dalam kenyataannya (das Sein) keadilan itu tak sesuai dengan kebenaran dan hati nurani. Yang diperoleh hanyalah keadilan yang berpihak kepada kebenaran semu (samar, rekayasa, artificial).

Evaluasi menyeluruh

Diperlukan evaluasi kebijakan secaramenyeluruh dari Manipol, GBHN, mana yang sudah berhasil, dan mana yang masih harus dituntaskan di bidang pertanian, industry,pertambangan,energy, pariwisata, perdagangan, koperasi, tenaga kerja, transmigrasi, lingkungan hidup, agama, pendidikan, kebudayaan, iptek, riset, kesehatan,kependudukan, perumahan, hokum,penerangan, keamanan, dan lain-lain.
Sistem Hukum Tatanegara

Presiden SBY pernah melontarkan wacana untuk mengupayakan melakukan kaji ulang atas amandemen UUD-45. Bahkan rasanya perlu melakukan kaji ulang atas sistem ketatanegaraan Indnesia secsara menyeluruh. Apakah bentuk Negara kesatuan ataukah bentuk Negara federasi yang lebih sesuai dengan Indonesa sekarang ? Apakah sistem presidensial ataukan sistem parlementer yang lebih sesuai untuk Indonesia masa kini ? Apakah lembaga legsilatf terdiri atas DPR dan MPR ataukah cukup DPR atau MPR saja ? Apakah Presiden yang sedang berkuasa dapat dipilh kembali dalam pemilu ataukah tidak ? Apakah Presiden ataukah MPR yang sebaiknya membat program pembangunan ?

Human Rights (Ganti UUD-45 dengan UUDS-50)

Kasus pelanggaran HAM di negeri ini tak pernah diusut tuntas. Bagi negeri ini yang mengakui demokrasi, dalam UUD-45 tak tterdapat rincian HAM. Hanya tiga pasal yang menjamin HAM (pasal 27,28,29). Sedangkan UUDS-50 memuat HAM secara rinci seperti dalam Deklarasi HAM PBB (pasal 7 sampai 43). (Mr Muhaqmmad Yamin : “Proklamasi dan Konstitusi RI”, 1952:90-92).

Kembalikan GBHN

National Submit tak perlu. Kembali saja kepada GBHN mengikuti UUD-45. GBHN diupdate sekali 5 tahun setiap 28 Oktober.

Wakil Menteri juga tak perlu. Kenaikan gaji Menteri/Pejabat/Pegawai ditetapkan setelah kenaikan biaya Air minum, Gas, Listrik, Tilpon, Transportasi ditetapkan. Total Take Home Pay Keala Negara maksimal sepuluh kali Total Take Home Pay Pegawai terendah.


Kubu Demokrat, Nasionalis dan Islam

Aburizal Bakri dari Golkar bersama SBY dari Demokrat mencoba merealisir kubu, koalisi Demokrat-Religius.

Tanpa rekayasa, PDIP dan Hanura menuju brgabung ke dalam kubu, koalisi Nasionalis-Religius.

Surya Paloh dari Golkar mencoba merealisir kubu, koalisi Nasionalis-Demokrat.

KH Firdaus AN mengusung gagasan dua kubu, koalisi. Satu kubu, koalisi Islam, dan satu lagi kubu, koalisi Pancasila (“Dosa-Dosa Politik Orla dan Orba”, 1999:186).

Dulu, Soekarno menggagas tiga kubu, koalisi : Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi dan Ketuhanan, yang bermuara pada koalisi besar Nasakom, Nasamarx, Marhaenisme (Soegiarso Soerojo : “Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai”, 1988:107).

Kembali ke Sistem Parlementer

Dengan terlembaganya Sekber Koalisi Parpol Pendkung Demokrat, dengan Ketua umumnya Aburizal Bakri, suda sa’atnya meninggalkan Sistm Presidensial dan kembali ke Sistim Parlementer.

Aburizal Bakr sealigus memegang jabatan Perdana Menteri, sebagai pati Gajahmadanya Susilo Bambang Yudhoono. Namun, Aburizal Bakri harus loyal, setia kepada rakyat, harus memperhatikan nasib para korban lumpur lapindo, harus memperhatikan nasib rakyat bayak, seerti ang pernah dilakukan oleh Burhanuddin Harahap pada masa Orla, atau seperti yang pernah dilakkan ole Mahmud Yunus di Bangladesh.


Budaya hewani

Budaya hewani adalah budaya bebas sebebasnya tanpa batas, budaya tanpa malu. Bebas seenaknya tanpa mengenal norma dan hukum.
Budaya manusiawi adalah budaya bebas terbatas, budaya mengenal malu. Bebas secara terbatas dengan mengindahkan norma dan hukum.

Hamdi Muluk bicara kepemimpinan

Bagaimana bisa memberantas KKN kalau pemimpinnya sendiri mencontokan KKN. Bagaimana mau disiplin, kalau pemimpinnya sendiri melangggar. Bagaimana mau menanamkan visi pada arakyat, kalau pemimpinnya sendiri mempertontonkan inkonsistensi.Bagaimana mungkin menyuruh rakyat berskap democrat, sementara pemimpinnya sendiri memperihatkan sikap otoriter.

Yang dibutuhkan negeri ini pemimpin yang mapu memberikan teladan. Kepemimpinan itu adalah keteladanan. Pemimpin itu menyuruh melakukan sesuatu yang dia sendiri telah melakukan (GATRA, No.35, 21 Juli 2001, halaman 47).

Tugas Pejabat Negara

Setiap pejabat Negara bak di eksekutif, legislative, yudikatif mengemban tugas, tanggungjawab untuk mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat. Pembukaan UUD-1945 mengamanatan agar pemerintah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini merupakan tanggungjawab seluru pejabat Negara. Setiap hari, pejabat Negara seharusnya memkirkan, merumuskan, mewujudkan kesejahteraan rakyat secara terpadu, terntegral, karena satu samalain saling terkait.

Sosok teladan paripurna selalu sibuk memeikirkan keseahteraan umat di dunia dan d akirat. Siang malam beliau memikirkan urusan-urusan manusia dan masyaraat dan berupaya menyelesaikan masalah mereka dengan cara saksama dan bijaksana. Beliau berkata : “Lebh baik sekiranya saya beralan membantu kepentingan seorang saudara dan lebih menyenangkan hatinya daripada saya beriktikaf dalam masjidku ini selama sebulan” (Simak antara lain Khald Muammad Khalid : “Insaniyah Muhammad”, pasal “Musykiluhun naas ‘ibadatuhu”).

Pembisik

Setiap Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Kepala Kepolisian, Kepala Pengadilan dan Kepala-Kepala lain senantiasa dikelilingi oleh pembisik-pembisik. Ada pembisik yang baik-baik dan ada pula pembisik-pembisik yang jahat sekaligus penjilat. Kini pembisik itu bisa sebagai staf ahli, pembantu ahli, staf khusus, pembantu khusus.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abi Sa’id dan Abi Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda “Allah tiada mengutus seorang Nabi atau mengangkat seorang Khalifah, melainkan dua orang kepercayaan pribadi, seorang yang menganjurkan kebaikan dan seorang yang menganjurkan kejahatan. Sedang orang yang selamat ialah yang dipelihara oleh Allah” (Dalam “Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Anjuran Kepada Raja Memilih Menteri Yang Saleh.

The right man on the right place

Meskipun ini adalah produk, hasil pilihan rakyat (pemilu) sendiri, namun kini bisa saja rakyat bertanya-tana, melakukan self koreksi terhadap hasil pilihannya itu. Apakah sosok semacam Taufik Kiemas, Marzuki Ali, Suryadarma Ali, Muhaimin Iskandar, Saleh AlJufri, Syarif Hasan, Agung Laksono, Hatta Radjasa, dan lain-lain sudah berada pada posisi yang tepat ? Bahkan termasuk juga Boediono dan Susilo Bambang Yuoyono ? Juga yang semacam Nurdin Halid ?

Pendidikan olahraga
Pendidikan olahraga bertujuan untuk melahirkan sosok warga yang sportif, jujur, sehat. Bukan untuk melahirkan sosok warga yang bringas, sadis, brutal. Juga bukan untuk menciptakan sarana bisnis bagi spekulan, pejudi. Para pelatih asing hanya sebatas untuk melatih, membina pelatih nasional. Dalam olahraga sepakbola misalnya, dipercayai bila ke dalam tim kesebelasannya dipasangkan satu dua pemain sepakbola asing, maka tim kesebelannya itu akan memiliki kwalitas bermain yang tinggi. Pemakaian pemain asing di dalam persepakbolaan ini, merupakan penyimpangan dari tujuan pendidikan olahraga. Ini merefleksikan mental budak.

Mental budak, mental inlander, mental anak jajahan tercermin dari sikap yang mempercayai tenaga ahli asing dari pada mempercayai tenaga ahli bangsa sendiri.

Suatu perusahaan diyakini akan menjadi baik kinerjanya kalau pimpinannya orang asing, meskipun yang bekerja semua orang Indonesia. Mental demikian meyakini bahwa mustahil berprestasi besar tanpa pengawasan orang asing. Demikian disimak dari analisa Kwik Kian Gie (KOMPAS, Senin, 3 Februari 1997, hal 15).

Dalam penilaian berhasil tidaknya suatu pemilu dipercayakan kepada pemantau pemilu asing. Bila pemantau pemilu asing menyatakan pemilu berjalan lancar, sukses, demokratis, maka pernyataan itulah yang diterima sebagai kebenaran.

Menggugat Imperialisme Ekonomi (Investasi asing)

Kita ini selalu dinina bobokkan , bahwa kemajuan bangsa ini bisa diraih dengan dana investor asing. Tanpa dana investor asing bangsa ini tak akan pernah maju. Tanpa dana investor asng, maka angka pengangguran akan membengkak. Yang memberi makan bangsa ini adalah investor asing. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah investor asing itu memperbudak bangsa ini, menjadkan bangsa ini hanya sebaga kulinya, memeras keringat bangsa ini untuk kepentngan pundi-pundi keuangannya. Mempertahankan investor asing berarti mempertahankan perbudakan, penjajahan ekonomi.

Selalu didengung-dengungkan, diintrodusir, bahwa kesejahteran bangsa ini terantung pada belas kasihan bantuan asing, belas kasihan IMF, Bank Dunia, belas kasihan PMA, belas kasihan perusahaan asing di Indonesia. Bila buruh berulang macam-macam, maka perusahaan asing akan cabut merelokasi perusahaannya ke negara lain. Akibatnya jutan orang kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan. Akhirnya terjadi krisis sosial-ekonomi-politik.

Bustanuddin Agus, Guru Besar Sosiologi Agama UNAND dalam tulisannya “Imperialisme Modern” (REPUBLIKA, Kamis, 9 Nopember 2006, hal 4, Opini) menggugat kebijakan yang berorientasi pada investasi asing. Semua persoalan bisa diselesaikan dengan mengundang investasi asing. “Persoalan pengangguran, obatnya investasi. Defisit keuangan negara, obatnya pinjaman luar negeri atau investasi yang capable”. “Persoalan ekonomi kait-mengait dengan faktor sosial budaya yang lain”. “Ikut latah dengan investasi asing membawa akibat menjadi buruh di tanah sendiri”.

Kalangan akademisi seyogianya menjadikan “Gugatan” Bustanuddin Agus itu sebagai pokok “kajian akademis” di setiap forum akademi, baik di simposium, di seminar, di lokakarya, atau lainnya.

Dalam hubungan ini, diharapkan kiranya adanya sajian tentang “Kajian dan Sorotan Terhadap kebijakan Perekonomin dan Keuagn”, seperti :

- Hubungan antara turun naiknya nilai kurs rupiaah dengan aktivita pasar valuta asing (jual beli dengan uang).
- Hubungan antara kemakmuran rakyat banyak (meningkatnya daya beli masyarakat) dengan Penanamn Modal Asing (PMA) dan Penanamn Modal Domestik (PMDN).
- Hubungan antara pembanagunan kesejahteraan rakyat banyak dengan bantuan pinjaman Luar Negeri (utang bunga berbunga).
- Hubungan antara perluasan lapangan kerja (penurunan angka pengangguran) dengan penurunan tingkat suku bunga (riba).
- Faktor-faktor social-politik-moral-budaya yang merupakan penyebab terjadinya resesi/krisis ekonomi dan moneter.
- Perbandingan teoriti dan praktis antara teori ekonomi menurut Islam dengan teori Marx dan dengan teori Keynes.
- Pokok-pokok pikiran/pandangan dari pakar ekonomi Muslim, semacam Abdurrahman Maliki (As-Siyatul Iqtishadiyah al-Mustla?), Abdul Qadil Zallum (Al-Amwal Fi Daulah Khilafah), Taqiyuddin An-Nabhny (Nidzamul Iqtishady fi Islam).

Mencari pejuang ksesejahteraan rakyat

Indonesia butuh akan sosok pejuang kesejahteraan bangsa. Yang sejak muda sudah aktif meperjuangkan kesejahteraan bangsa. Aktif memkirkan, mengupayakan agar status sosial-ekonomi warga yang terabaikan dapat diperhatikan. Agar benar-benar Fakir miskin dan anak-aak terlantar dipelhara leh negara”. Agar benar-benar “kekayaan alam Indonesia dipergunakan untuk keseahteraan rakyat”.

Namun saying, telah berulang kali berganti pimpinan nasional, tak pernah muncul sosok pejuang kesejahteraan bangsa. Yang baru tampil adalah sosok penjilat, sosok pengkhianat kesejahteraan bangsa.

Juga tak satu pun parpol yang aktif memperjuangkan kesejahteraan bangsa. Yang ada hanya punya predikat parpol wong cilik, parpol keseahteraan. Tapi ta pernah benar-benar memperjuagkan kesejahteraan bangsa, hanya sekedar mengusung jargon pro wong cilik, pro rakyat kecil.

Antara orientasi pengabdian dan orientasi kekuasaan

Ada yang berorientasi pengabdian dan ada pula yang berorientasi kekuasaan. Bagi yang berorientasi pengabdian, di mana pun bisa berperan mengabdikan, memanfa’atkan yang dimiliki untuk kepentingan bersama. Petani, pedagang, pengusaha, pendidik, dokter, arsitek, tekisi, buruh, karyawan, pegawai, militer, nelayan, dan lainnya bisa mengabdikan, memanfa’atkan yang dimilikinya untuk kepentingan bangsa, negara.

Salah satu contoh yang berorientasi pengabdian adalah Muhammad Yunus dari Bangladesh, peraih Nobel Perdamaian. Harmoko menyebut Muhammad Yunus sebagai pejuang dan pekerja gigih dalam mengentaskan kemiskinan di Bangladesh. Melalui Grameen Bank Prakalpa (semacam proyek Bank Pedesaan) Muhammad Yunus memberikan kredit kepada penduduk miskin. Hasilnya dapat dirasakan oleh penduduk Bangladesh. Muhammad Yunus memerangi kemiskinan melalui kredit bank yang dipimpinnya. Muhammad Yunus bukanlah aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat, bukan pula seorang politisi, namun tetap menyatu dengan penderitaan rakyat. Muhammad Yunus bisa dijadikan teladan bagi pengentasan kemiskinan (POSKOTA, Senin, 30 Oktober 2006, hal 10, Kopi Pagi : “M Yunus dan Si Miskin” oleh Harmoko. Simak juga SUARA ‘AISYIYAH, No.1, Th ke-84, Januari 2007, hal 31, “Kesrempet”. “Dokter ekonomi yang malas blamana tak mampu mengangkat derajat hidup warga melarat”).

Barrack Obama membuktikan politik pengabdian. Ia cari lowongan untuk penganggur, mendirikan pusat pendidikan remaja, memaksa gubernur membongkar asbestos karena bahan bangunan itu sumber kanker, memperluas anti kenakalan remaja, membuat sistem manajemen pembuangan sampah, serta memperbaiki jalan rusak dan selokan yang tersumbat (KOMPAS, Sabtu, 5 Januari 2008, hal 13, “Sebuah Tuntutan Perubahan”, oleh Budiarto Shambazy).

Romomangun menata perkampungan kumuh sepanjang Kalicode Yogyakarta dan penghuninya menjadi lokasi yang asri berwawasan arsitektur dengan penghuninya yang terangkat harkat-martabatnya.

Bagi yang berorientasi kekuasaan, maka “pengabdian” hanyalah kemasan untuk memoles kehausannya akan kekuasaan. Yang berorientasi kekuasaan, hanya berupaya memenuhi kerakusannya akan kekuasaan. Ia tak pernah menyatu dengan penderitaan raykat, tak pernah merasakan penderitaan rakyat. Bagaimanapun banyak perusahaannya, bagaimanapun berlimpah kekayaannya, ia tak pernah memikirkan untuk memanfa’atkan kekayaannya itu untuk mengurangi pengangguran, untuk mengurangi kemiskinan, penderitaan rakyat, untuk menanggulangi bencana. Dalam benaknya hanyalah untuk memanfa’atkan kekayaanya untuk mendapatkan kekuasaan. Dengan kekuasaan, ia dapat menguasai, mengendalikan semuanya. Segala jalan bisa ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan.

Pemimpin yang berorientasi kekuasaan, kebijakannya tak pernah berpihak kepada rakyat. Seluruh kebijakannya hanya untuk kepetingan diri. Acuannya adalah ajaran Machiavelli. sedangkan yang berorientasi pengabdian, kebijakannya berpihak kepada rakyat. Di kalangan Islam, acuanya adalah Muhammad Rasulullah saw, Umar bin Khaththab, Umar bin Abdul Aziz. Di kalangan Kristen, acuannya adalah Yesus Kristus. Di kalangan Hindu, acuannya bisa Mahatma Ghandi.

Sedikit di kalangan penguasa adalah mereka yang dikenal dengan despot yang arif. Sejarah mencatat adanya penguasa yang punya rasa pengabdian yang disebut dengan despot yang arif, yang bijak, yang cerdas seperti yang ditampilan oleh Peter yang Agung 1689-1725) dan Katharina II (162-1796) dari Rusia, Friedrich II Agng (1740-1786), Joseph II (1765-1790) dari Prusiaa (Jerman).

Secara umum, raja-raja Jawa sejak Mpu Sindok (sebelumnya Sanjaya) tampil sebagai despot yang arif, yang bijak, yang cerdas (Anwar Sanusi : “Sejarah Indonesia untuk Sekolah Menengah”, I, 1954:22,28).

Prof Dr A Syalabi dalam bukuna “ Negara dan Pemerintahan dalam Islam” (hal 38) menls bahwa kewajban yang utama dari pemerintah Islam ialah bekerja untuk kebahagiaan rakyat. Pemerintah Islam harus berusaha agar rakyat senang. Pemerintah haruslah berjaga-jaga agar rakyat dapat tidur dengan aman dan tenteram.

Islam membawa prinsip-prinsip yang lebih murni dari pada yang dicita-citakan setiap orang. Prinsip-pirnsip itu dapat disimpulkan dalam beberapa patah kata saja. Pertama, keadilan. Kedua, Kepala Negara yang miskin.

Islam menyerukan persamaan di waktu sistem hidup berkasta-kasta telah berurat berakar di seluruh penjuru alam. Islam menyerukan keadilan di kala keadilan itu dipandang suatu kelemahan dan kehinaan.

Islam menyeru agar seorang Kepala Negara bekerja untuk kebahagiaan rakyat, bukan untuk kebahagiaan dirinya sendiri. Islam menciptakan Kepala Negara model baru yaitu Kepala Negara yang miskin. Kepala Negara yang harta kekayaannya habis dibelanjakannya pada jalan Allah, untuk kepentingan umat. Kepala Negara yang hidupnya sangat sederhana, sandang, pangan, papan yang dipakainya sama dengan yang dipakai orang-orang miskin (“Sejarah Kebudayaan Islam”, jilid I, hal 338-329).

Membasmi korupsi (Demokrasi dan Khlafah)

Masih layakkah berharap pada demokrasi ? Demokrasi itu culas. Dalam system demokrasi yang berbicara, yang berkuasa adalah kekuatan uang, modal, kaptal. Yang kaya berpesta pora, yang melarat terglas menderita, merana. Masyarakat cenderung muak terhadap demokrasi dan pendukungnya.

Demokrasi ta mengenal moral, apalagi aklak. Semuanya halal. Tak ada yang aram. Gaya hidup hedonis jadi tujuan.

Substansi demokrasi Idonesia termaktub dalam UUD-1945, antara lain : Pancasla, Negara kesatuan, republic, presidensalissme, demokrasi konstitusional (KOMPAS, Sabtu, 19 Desember 2009, hal 7, Opini : “Demokrasi Tanpa Substansi”, le Donny Gahral Adian).

Teganya khilafah merupakan kewajiban syar’i. Kewajiban menegakkan khilafah tak bias ditnda-tunda lagi. Sdah saatnya Islam memimpin. Gaji guru sebesar 15 dinar (Rp.22 juta). Sapa ang bersedia tampil memegang tongkat komando (MU, Edisi 2, 6-19 November 2009).

Dalam Tatanegara Khilafah, Kepala Negara bertanggungjawab penuh atas tugas eksekutif (ri’ayah) dan yudikatif (qadhi). Korupsi, hedonis, kapitalis, kemunkaran, maksiat dilawan dengan dakwah dan penegakkan hokum secara syari’i.

Substansi demokrasi Islam termaktub dalam Qur:an dan Hadis, antara lain meliputi tauhid, khlafah, ukhuwah, musawah, musyawarah, ‘adalah (berlak adil, berbuat kebaikan, mempedulikan kerabat, tak berbuat keji, munkar, permusuhan, QS 16:90).


Menanti embrio komunitas Islami

Dunia menantikan sosok masyarakat teladan. Yang mudah dikenali dari penampilannya, perilakunya, yang menarik mempesona sekitarnya, yang menampilkan akidah, sistem dan konsep hidup yang agung.

Yang dibutuhkan dunia itu adalah embrio komnitas Islami. Komunitas, masyarakat yang terdiri dari orang-orang Islam yang tangguh, yang hidup matinya lillahi rabbil ‘alamin, yang rela diatur oleh hukum Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Di sekitarnya segenap orang tanpa membedakan asal, suku, agamanya yang bersedia melakukan yang baik dan tidak melakukan yang jahat serta siap sedia secara bersama-sama menindak yang melakukan kejahatan, dan menyelesaikan sengketa menurut hukum Allah.

Himbauan Firdaus AN

Umat Islam harus berpikir historis dan idelogis agar tak terumbang-ambing dihanytkan arus tapa arah, aruss kemusyrikan dan kebatilan, arus sekularisme (arus jahili).

Umat Islam haruslah tak berulangkali disengat kalajengking dalam lubang yang sama. Umat Islam Indonesia haruslah tak membiarkan diri berulangkali terlibat melakukan dosa-dosa politik.

Umat Islam haruslah membentuk satu jama’ah yang kuat, kokoh, kompak bersatu. Umat Islam haruslah membuat jarak dengan penguasa, agar mempunyai ruang gerak ntk menyampakan kebenaran yang sesungghnya, agar tak dipangku oleh lawan Islam.Umat Islam Indonesia haruslah berikrar, bersumpah setia : Satu Agama, gama Islam. Satu Kiblat, Masjidil Haram. Satu Partai, Parta Islam.

Umat Islam Indonesia haruslah menyadari, bahwa selama Pancasila dan UUD-45 yang menjadi nomor satu di Indonesia, sedangkan Islam, alQur:an dan asSunnah yang jadi nomor dua, itu berarti semangat jihad uUmat Islam Indonesia belumlah ptimal.

Yang ideal di Indonesia, cukup memiliki dua partai politik, yaitu Partai Islam, bagi yang berideologi Islam, dan Partai Pancasila, bagi yang bkan berideologi Islam.

(KH Firdaus AN : “Dosa-Dosa Politk Orde ama dan Orde Baru ang idak Boleh Berulang Lagi Di Era Refrmasi”, 1999169-190, “Lawan dan Kawan Dalam Dnia Politik”).
Belajar dari Cina

Kini era perdagangan bebas Asia-Cina. Cina adalah Negara Komunis. Pedoman komunis adalah “From each (everyone) according to his ability, to each (for everyone) according to his work (need)”. Komunis Cina secara bertahap merubah tuan tanah feodal menjadi rakyat pekerja. Perusahaan Swasta di bawah kendali Perusahaan Negara. Perusahaan Swasta diorganisir menjadi koperasi. Koperasi dimodali oleh Bank Negara. Koperasi menangani industri rumah tangga. Suku-suku cadang diproduksi oleh industri rumah tangga.. Jenis dan vlume produksi ditentukan oleh Negara.
Menangkal korupsi dengan mental zuhud

Islam Digest REPUBLIKA, Ahad, 17 Januari 2010 (halaman B8, Wawancara) menampilkan “Gerakan Memberi Untuk Berantas Korupsi” dari Prof Dr Imam Suprayogo, rector Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Ajaran qana’ah, zuhud, wara’, infaq, sadaqah sebenarnya dapat menangkal tindak korupsi. Imam anNawawi (Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf) dalam kitabnya “Riadhus Shalihin” terdapat hadits-hadits tentang keutamaan zuhud (tidak rakus pada dunia), keutamaan kemiskinan, qana’ah (menerima apa yang ada), makan dari hasil usaha sendiri, pemurah, wara’ (menjauhi sysubhat),tawadhu’.Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam kitabnya “alLukLuk walMarjan” terdapat hadits-hadits muttafaq ‘alaihi tentang zuhud, tawadhu’, sederhana.

Sayyid Qutthub dalam kitabnya ‘Keadilan Sosial Dalam Islam” (1994) memandang bahwa Islam membenci kemiskinan bagi manusia. Islammenghendaki agar manusia bebas dari tekanan kebutuhan-kebutuhan hidup material. Agar manusia tidak sampai menghabiskan seluruh tenaga dan waktunya hanya untuk mencukupi kebutuhannya. Islam menggabungkan antara pentingnya seseorang bekerja sendiri sekuat tenaga dan kemampuannya, dengan dorongan untuk menolong orang yang membutuhkan dengan sesuatu yang bias menunjang kebutuhannya, meringankan beban hidupnya, dan membantunya untuk hidup mulia, terhormat (halaman 184-191, Kewajiban zakat).

Namun Sayyid Qutthub memandang bahwa kemewahan sma sekali tidak perlu bagiorang yang ingin melaksanakan syari’at Islam di masyarakat. Untuk melaksanakan syari’at Islam di masyarakat diperlukan sosok yang memiliki sifat, sikap mental zuhud, wara’, qana’ah seperti ang ditampilkan oleh Khalifah Umarbin Khatthab, Ali bin Abi Thalib, Abidzar alGhifari.”Khalifah Umar bin Khatthab seringkali menyempit-nyempitkan diri, bakan dalam hal-hal yang dihalalkan bagi dirinya”. “Khalifah Ali bin Abi Thalib tahu bahwa Islam membolejkannya menikmati yang lebih dari pada yang ia makan dan minum saatitu, akan tetapi ia tidak mau meninggalkan sifat zuhud, wara’, qana’ah”.”Abudzar melakukan perlawanan terhadap politik kepemilikan yang mendorong terjadinya sikap hidup mewah”.

(Asrir BKS1005131215)

Biang Kehancuran (Bahaya Sikap Mental Materialisme)
Di mana-mana bisa saja ditemukan keresahan, kerusuhan, kekacauan. Konflik, bentrok fisik berdarah. Konflik horizontal, antara sesama rakyat, antara sesama penguasa, penyelenggara anegara, antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Konflik vertikal, antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat. Konflik antara etnis, antara suku.
Salah satu larangan yang tercantum dalam alQur:an adalah larangan membuat kerusakan, kerusuhan, kekacauan, larangan berbuat onar dan maker (Simak antara lain QS 7:85;11:85;26:183;26:77).
Dari kisah kaum Nabi Syu’aib as dan kisah rajadiraja konglomerat Qarun dalam alQur:an dipahami bahwa berbuat onar, maker itu mengandung arti berperilaku kikir, bakhil, pelit, loba, tamak, rakus, serakah, angkuh, congkak, pongah, sosmbng, curang, asosial, hanya sibuk dengan urusan peningkatan hasil bisnis-ekonomi sendiri, tak peduli dengan kepentingan social masyarakat, cuek dengan sesame, menghalalkan segala cara.
Semua arti tersebut tercakup, terangkum dalam sabda Rasulullah yang indonesianya : Ada tiga sumber utama pemicu terjadi kekacauan, malapetaka. Pertama memperturutkan hawa nafsu. Kedua memenuhi ajakan, seruan kikir. Ketiga ujub, sombong, pamer diri (HR Abusyaikh dari Anas).
Pola Hidup tamak, rakus, serakah.
Hawa itu pantang kerendahan. Nafsu itu pantang kekurangan. Tak pernah puas dengan posisi, jabatan. Senantiasa berupaya naik keatas tanpa batas. Mengakumulasi kekuasaan. Serba kuasa. Tak pernah puas dengan harta kekayaan. Senantiasa berupaya menumpuk, melipatgandakan harta kekayaan, menginvestasikan kekayaan di mana-mana. Motivasinya untuk menjadi orang nomor satu. Bukan untuk memenuhi kepentingan umum, seperti untuk menyediakan lapangan kerja bagi para tuna karya. Takatsur (akumulasi kekuasaan dan kekayaan) sepanjang hidup, menyebabkan manusia tak sadar diri (QS Takatsur 102:1-2, Lahab 111:2, An’am 6:44, Hasyar 59:19). Harta itu adalah laksana air asin. Semakin banyak diminum, maka semakin haus (Dr Schoppenhauer). Manusia itu tak pernah puas. Senantiasa berupaya memonopoli kekuasaan dan memonopoli kekyaaan. "Andaikan anak Adam memiliki sepenuh lembah harta kekayaan, pasti ia ingin sebanya itu lagi, dan tiada yang dapat memuaskan pandangan mata anak Adam kecuali tanah, dan Allah akan memberi taubat, kepada siapa yang tobat (HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik).
Keserakahan tak terkendali merupakan faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Orang serakah taka pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan (monopoli) menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakaibatkan permasalahan ekonomi yang parah (Sayid Mujtaba Musai Lari : "Menumpas Penyakit Hati", 1999:161). Rasulullah mengkhawatirkan, kalau nanti terhampar luas, terbuka lebar kemewahan dan keindahan dunia bagi ummatnya, seperti telah pernah terhampar pada orang-orang dahulu sebelum mereka, kemudian mereka berlomba-lomba sehingga membinasakan mereka, seperti telah membinasakan orang-orang dahulu (HR Bukhari, Muslim dari Amr bi Aauf al-Anshari).
Pola hidup tamak, rakus, serakah melahirkan perilaku hidup mewah, berorientasi pada pemenuhan kebutuhan (syahwat) perut dan kelamin, berorientasi pada privat profit duniawi semata (hubbun dunya wa karihatul maut), serta prilaku hidup cuek, masa bodoh, tanpa mempedulikan halal atau haram, tanpa mempedulikan keadaan sesama, pokoknya asal terpenuhi kebutuhan perut dan kelamin, tak punya rasa malu sama sekali, tak punya rasa kepekaan sosial.
Pola hidup rakus menghalalkan segala cara, termasuk diantaranya mengalalkan riba, menghalalkan harta anak yatim.
Pola hidup pelit, kikir.
Untuk mengamankan harta kekayaan agar tidak susut, agar tidak berkurang, maka diperlukan sikap mental, pola hidup pelit, kikir. Pelit, kikir merupakan kerabat dekat dari tamak, serakah, rakus. Pelit, kikir merefleksikan egois seutuhnya. Senantiasa cemas, kawatir kalau-kalau kekayaan susut, berkurang. Orang kikir merasa seluruh harta kekayaan itu adalah hasil kerja kerasnya dan hasil kecakapannya semata (QS Qashash 28:78). Setan menakut-nakuti akan berkurangnya harta, dan membisikkan agar berbuat kikir (QS Baqarah 2:266). Pikiran orang kikir hanya terfokus, terpusat disekitar materi dan kekayaan. Takut akan berkurangnya harta kekyaannya, sangat mempengaruhi pikiran si kikir. Seorang kikir senantiasa dalam kecemasan dan depresi. Ada suatu hubungan langsung antara kekayaan dan kekikiran. Kebanyakan orang kaya cenderung kikir. Yang menolong orang miskin biasanya dilakukan oleh kalangan menengah, bukan orang kaya. Kekiran punya peran menyulut kejahatan dan perpecahan ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:152-153). Rasulullah mengingatkan ummatnya agar menjaga diri dari sifat kikir, karena sifat kikir itu telah membinasakan ummat-ummat dahulu, mendrong mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan semua yang diharamkan Allah (HR Muslim dari Jabir.
Pola hidup pelit, kikir, bakhil melahirkan perilaku hidup sibuk menabung, menyimpan, berinvestasi melipatgandakan modal kekyaan, sibuk dengan rencana, rancangan, planning, serta perilaku hidup aniaya, sadis, zhalim, monopoli, melindas usaha kecil, tak membiarkan hidup yang akan dapat menjadi saingan.
Pola hidup kikir berupaya menghindar dari perjuangan membela kebenaran, bahkan lari dari medan perang.
Pola hidup sombong
Karena memonopoli kekuasaan dan kekyaan, maka tumbuhlah sifat dan sikap ujub, sombong, pamer diri. Tak pernah berpuas diri, bilamana belum sempat memamerkan kekuasaan dan kekayaan. Si sosmbong merasa seakan-akan semua orang berniat merugikannya. Timbul kebencian dan rasa dendam terhadap masyaakat. Jiwanya tidak bisa tenteram sebelum ia dapat membalas dendamnya. Orang-orang sombong (mutrafin) selalu menantang seruan para nabi dan rasul, dan mencegah orang lain menerima seruan para nabi dan rasul ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:99). Pamer kekuasaan dan pamer kekayaan sangat mengganggu keseimbangan sosial, mengundang kecemburuan sosial.
Pola hidup pamer, sombong, angkuh, congkak melahirkan perilaku hidup ghibah, sibuk dengan gossip dan issu, sibuk bergunjing, sibuk menyalahkan orang, tak pernah mengoreksi diri, serta perilaku keras kepala, kepala batu, tak masuk kebenaran, tak mau menerima nasehat, merasa benar selalu.
Pola hidup sombong melahirkan perbuatan syirik, sishsir, membunuh yang tak bersalah, menuduh sembarangan. Rasulullah berpesan agar menjauhi tujuh perbuatan yang membinasakan, yaitu : syirik, sihir, membunuh tanpa hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuduh wanita baik-baik berbuat serong.
Rasulullah saw mengingatkan bahwa ada enam perilaku, pola hidup yang berbahaya, yang mengikis pahala. Pertama, sibuk membicarakan cacat cela dan aib sesama. Kedua, kesat, kasar hati. Ketiga, cinta dunia. Keempat, kurang rasa malu. Kelima, panjang angan-angan. Keenam, senantiasa berlaku aniaya (HR Dailami dari ‘Adi bin Hatim).
Rasulullah saw juga mengingatkan dan mengajarkan supaya biasa berdo’a memohon kepada Allah swt agar terhindar, terlepas dari pola hidup, perilaku sial yang membahayakan diri pribadi, maupun hidup bersama. Antara lain prilaku risau, gundah gulana. Perilaku suka bersedih. Perilaku lemah, tak bergairah, tak bersemangat. Perilaku malas, suka menganggur. Perilaku bakhil, kikir, pelit. Perilaku mudah cemas, kawatir, takut. Takut terhindik, takut tersaingi. Takut celaa, takut cacian. Perilaku suka berhutang. Perilaku gampang tergoda oleh kemewahan dunia (HR Bukhari dari Anas). Perilaku risau, suka bersedih, tak bersemangat, malas bisa saja lahir, datang, tumbuh akibat kegagalan dalam merancang investasi, akibat angan-angan yang tak dapat terwujud. Perilaku takut tersaingi, juga perilaku suka berhutang, bisa saja lahir, datang, tumbuh dari dorongan pamer diri, akibat hawa pantang kerendahan, nafsu pantang kekurangan. Pokoknya semua halal, tak ada yang haram, asal sesuai dengan hawa nafsu. Semuanya berpangkal pada pola hidup, perilaku yang berorientasi pada privat profit duniawi semata.
Pesan moral, pesan agama, bahwa pola hidup tamak, rakus, seakah, pola hidup pelit, kikir, kedekut, pola hidup sombong, congkak, angkuh, pamer, dan yang semacam itu mengundang kekacauan, kerusuhan, memicu konflik, bentrokan, sudah masanya disampaikan, dikemas, diterjemahkan dalam multi bahasa, dalam bahasa sosio-budaya, dalaqm bahasa sosio-ekonomi, dalam bahasa sosio-politik, dalam bahasa sosiologi. Kami – kata Rasulullah – diperintahakan supaya berbicara kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka masing-masing (M.Natsir : "Fiqhud Dakwah", 1981:162).
Sudah sa’atnya dijelaskan secara lugas, gamblang tentang bahaya rakus, tamak, serakah, bahaya kikir, pelit, kedekut, bahaya angkuh, congkak, sombong, pamer dan baahaya perilaku tercela lai, baik terhadap diri dan masyarakat secara sosiologis dan ekonomis.
Sudah sa’atnya dakwah memusatkan diri menyampaikan tuntnan-panduan Islam daalam upaya mencegah timbulnya konflik sosial, baik konflik vertikal (antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat), maupun konflik horizontal (sesama rakyat, sesama penguasa, antara eksekutif dan legislatif). Menyampaikan ajaran "salam" yang dapat membuahkan kasih sayang secara konkrit.
(Asrir BKS1005201145)