Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Tuesday, February 27, 2007

Menanti Da’i Idealis, bukan Da’i Materialis
Data, fakta, kondisi ummat menunjukkan, mengindikasikan, bhawa setan/khannas dan sekutunya serta pasukannya sangat berhasil merubah sudut pandang, persepsi ummat tentang mana yang makruf dan mana yang munkar, mana yang halal dan mana yang haram. Yang munkar sudah dipandang seagai yang makruf, dan sealiknya. Yang haram sudah dipandang sebagai yang halal, dan sebaliknya. Setan dan pasukannya sangat berhasil mendorong, menggiring ummat untuk melakukan perbuatan yang terlarang, perbuatan yang haram. Menyukai yang jorok, yang fahsya, yang khabitsat, dan membenci yang yang baik, yang thaiyibat. Suka menykasikan, menikmati yang terlarang, yang haram, yang fahsya, yang munkar, dan ogah menyaksikan yang halal, yang makruf.
“Syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka (yang buruk)” (QS6:43, 8:48, 16:63, 27:24, 29:38).
“Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang munkar” (QS24:21).
Setan dan sekutunya beserta pasukannya semacam orientalis dan antek-anteknya berhasil menggusur, menyingkirkan hukum-hukum Islam dengan menggantinya dengan hukum-hukum Barat dalam mengatur kehidupan rumah tangga/kekeluargaan, kehidupan masyarakat, kehidupan ekonomi, kehidupan ideologi, kehidupan kenegaraan. Rumah-rumah lacur, bar-bar, ruma-rumah dansa, tempat-tempat perjudian, rumah-rumah komidi, mode-mode pakaian Barat dibudayakan untuk mendesak kekeluargaan Islam. Perasaan ketakjuban terhadap ras orang kulit putih ditumbuhkan untuk mendesak kehidupan mamsyarakat Islam yang penuh persaudaraa. Hidup keagamaan dilemahakan. Rasa kebangsaan ummat dihilangkan. Ummat dimiskinkan secara struktural (kemiskinan struktural), dijadidkan sebagai umat penghutang untuk mendesak kehidupan ekonomi Islam. Segala aktivitas harakah ummat diawasi dana dibatasi untuk mendesak kehidupan ideologi kaum Muslimin (O Haseeh : “Menaklukan Dunia Islam”, 1965:24).
Orang semacam Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan yang sepaham dengannya, yang tak mengerti tentang syari’at Islam berbicara tentang syari’at Islam. Ia menghimbau NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) agar tidak menerapkan syari’at Islam secara kaku. Dalam otak dan benaknya syari’at Islam itu kaku, sadis, kejam, hanya cocok untuk ummat Islam fundamentalis-radikalis.
Setan dan pasukannya amat mahir, amat trampil merayu, menggoda, menjerumuskan ummat kepada syirik, nifaq, takhyul, khurafat, bid’ah, materialis, sekularis, hedonis, dan lain-lain. Umat Islam Indonesia Masa kini, Tahun Dua Ribuan, Kelompok Umur 15-30 Tahun, jumlahnya, populasinya amat sangat bayak yang cuek terhadap Islam, yang tak mengindahkan kewajiban ibadah wajib, yang ogah melaksanakan kewajiban ibadah wajib secara tertib-teratur, yang suka pada yang jorok dari pada yang baik, yang tipis kepekaan spiritual dan kepekaan sosialnya, yang tak takut berbuat dosa, yang tak takut akan murka Allah. Sungguh amat banyak jumlahnya Umat Islam Indonesia Kelompok Umur 15-30 Tahun ini yang sangat dangkal pemahaman dan penghaayatan terhadap Islam, sikapa dan semangat beragamanya, tak suka ke masjid atau ke mushalla, tak suka menyimak tayangan kuliah subuh dan mimbar ruhani Islam, tetapi menyukai tayangan seputar selebririts dan ramalan bintang (horoskop).
Selama ini – menurut Drs H Ghazali Abbas Adnan, Dosen Universitas Islam Jakarta – anak-anak dididik Muslim terasa kian jauh dari ajaran alQur;an. Mereka kian jauh dari contoh dan keteladanan Rasulullah saw. Anaka didik Muslim mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi saat ini banyak yang lebih mengagumi artis Barat, ketimang mengagumi Rasulullaah da orang orang alim. Pelajaran agama tidak membekas dan tidak teraplikasi dalam kehidupan keseharian. Perlu hala ini didalami, dikaji, kenapa bisa terjadi, bagaimana pendekatan pendidikan yang diberikan guru, apa yang disampaikan guru bisa sampai tidak membekas (TERBIT, Jum’at, 1 Februari 2002, hal 7, Syiar).
Umat Islam Indonesia kelompok Umur 15-30 Tahun yang cuek terhadap Islam ini merupakan salah satu objek, sasaran dakwah yang perlu digarap, ditangani secara serius, sitematis, terencana oleh para ulama, ilmuwan, cendekiawan Muslim, zu’ama, tokoh, pemimpin Muslim, muballigh, da’i yang idealis, bukan yang materialis. Tempat, waktu, frekwensi, metoda Dakwah untuk Kelompok Umur 15-3- Tahun yang cuek terhadap Islam ini memerlukan kajian khusus. Temapt Dakwah untuk mereka di mana. Apakah di pasar, di atas kendaraan, di jalanan, di tempat rekreasi, atau yang lainnya. Yang jelas mereka ini ogah ke mushalla, ke masjid, ke madrasah, ke pondok. Waktunya kapan. Yang jelas mereka ini tak suka bangun subuh. Frekwensinya berapa kali. Mereka ini suka bosan, suka jenuh. Metodanya bagaimana. Mereka ini tak suka baca buku, majalah Islam. Kegemarannya membaca cerita-cerita jorok. Mereka tak suka digurui. Mereka aalergi dengan wejangan-wejangan normatif. Mereka taak suka dengan yang formil-formilan, resmi-resmian. Mereka tak suka dibebani dengan puntutan-pungutan. Mereka ini urakan. Sukanya serba bebas tanpa batas. Inilah objek-sasaran Dakwah yang memerlukan penanganan secara serius, secara khusus.
Jadikan Masjid Sebagai Pusat Pendidikan Masyarakat
Kondisi beragama generasi kini, generasi 2000, mengenai pemahaman, penghayatan, penerapan, pengamalan Islamnya sangat memprihatinkan, jauh menurun dibandingkan dengan generasi lalu, generasi 1950. Tanpa perlu bersusah payah mengumpulkan data staatisktik, hal tersebut tampak nyata terlihat secara umum pada kondisi beragama dalam keluarga sendiri, dalam lingkungan erte, dalam lingkungan erwe sendiri. Bagaimana tingkat pemahaman, penghayatan, pengamalan ajaran Islam oleh anak-cucu, dibandidngkan dengan ibu-baapaknya, kakek-nenek-nya. Apakah generasi kini lebih baik dari generasi lalu dalam pemahaman, penghayatan, pengamalan ajaran Isl;am, ataukah sebaliknya. Berapa prosen generasi kini yang dengan kesadaran sendiri melaksanakan shalat lima waktu dan shaum Ramadhan secara tekun, teratur, tertib. Dan berapa prosen pula generasi lalu.
Salah satu faktor penyebab menurunnya sikap beragama generasi kini dibandingkana dengan generasiu lalu adalah oleh karena munculnya kecenderungan kebebasan yang hampir tanpa batas dalam segala hal. Pintu-pitu (gerbang, gate, media, sarana) terbuka amat luas bagi genrasi kini dibandingkan dengan generasi lalu. Mulai dari koran, majalah, radio, televisi, filem sampai internet. Tayangan televisi merupakan Guru Besar bagi generasi kini. Ukuran keenaran dirujuk pada tayangan televisi, pada budaya pergaulan bebas di objek wisata. Dakwah, baik yang tatap muka 9taklim), apalagi melalui tayangan televisi sepi dari ruh tauhid, dari ruh jihad, tanpa semangaty juang tinggi untuk membentuk generasi tangguh pengemban amanat risalah untuk meninggikan, mengunggulkan, memenangkan Islam di atas segala agama, untuk tampil membawa Islam sebagai pemimpim, pengatur dunia.
Generasi 1950 pada umumnya, di samping mengikuti pendidikan formal di sekolah umum, juga mengikuti pendidikan agama di madrasah. Di madrasah mereka dididik untuk beragama, untuk mengenal dan mengamalkan ajaran agama Islam, untuk mengenal mana yang halal, yang boleh, dan mana yang haram, yang terlarang. Bukan hanya didik sekedar untuk mengenal saja, tapi sekaligus untuk mengamalkan ajaran Islam dalama kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat disimak dari generasi muda Natsir dan kawan-kawan di Masyumi, dan generasi muda Kartosoewirjo dengan Institute Suffahnya di Malangbong.
Generasi 2000 sangat membutuhkan pendidikan holistik (integrated, totalitas, kaffah, menyeluruh) terprogram, sistimatis untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, pengamalan ajaran Islaam dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu upaya dapat ditempuh dengan menjadikan masjid, Mushalla sebagai pusat pendidikan ajaran Islam bagi masyarakat sekitarnya. Masjid, Mushalla sebagai pusat pendidikan ajaran islam, beberapa waktu yang lalu pernah dirintis di Masjid Salman dalam Kampus ITB Bandung. Pendidikan Islam di Masjid Salman ini dapat dijadikan sebagai proyek percontohan bagi pendidikan ajaran Islam untuk generasi kini, baik urusan ibadat, muaamalat, siasat, militer, sebagai pusat kegiatan jama’ah yang mempersatukan umat islam (Prof Dr hamka : “Tafsir Al-Azhar”, XI, hal 46, tentang tafsir ayat QS9:107).

Upaya Membangkitan Potensi Umat Islam
Sangat diharapkan kiranya Badan/Lembaga Dakwah dapat merintis, mempelopori menyebarluaskan buah fikiran Abul A’la almaududi, antara lain secara berseri melalui media dakwah, mengolah hasil karyanya menjadi buku pelajaran sekolah/madrasah, menempatkannya pada perpustakaan maya di internet berupa maududi.digitlib, sehingga dapat dikunjungi dimana saja, kapan saja, oleh siapa saja.
Ahmad Dumyathi Bochari dalam Edisi Khusus SABILI, No.01 Th X, 25, Juli 2002, hal 70 menyebutkan bahwa Abul A’la alMaududi telah mendarmabaktikan hidupnya, memberikan konstribusi aktif dalam bidang rekonstruksi pemikirana Islam, analisa penyakit yang menjangkiti umat dan mencarikan strategi kebangkitan pergerakan Islam dengan revolusi damai. Maududi telah berupaya sebisanya-bisanya agar umat Islam memiliki persepsi yang benar tentang akidah, akhlak, ibadah, muamalah, munakahah, daulah, jihad, riba, dan lain-lain.
Dulu, 21 Sya’ban 1411 pernah disampaikan harapan kepada Bapak Prof Osman Raliby agar DDII-DKI dapat menyelenggarakan acara pembacaan pidato/ceramah dan kuliah Maulanan Abul A’la alMaududi berturut-turut secara rutin sehabis kuliah dhuha di masjid alFurqan setiap pagi Minggu, dan setelah pembacaan dilanjutakan dengan membahas, mendiskusikannya. Hasil pembahasan/diskusi disiarkan melalui MEDIA DAKWAH dan SUARA MASJID. Tujuannya untuk menentukan cara-ara untuk mengangkat harkat martabat umat, untuk membangkitkan kekuatan IPOLEKSOSBUDHANKAMTIBMIL.
Alhamdulillah sebagian dari karya Maududi telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia, antaa lain : Petunjuk untuk Juru Dakwah, Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim, Kemerosotan Umat Islam dan Upaya Pembangkitan Umat Islam, Bagaimana Memahami Qur:an, Dasaar-Dasar Pikiran dan Metoda untuk Memahami alQur:an, Metoda Revolusi Islam, Hak-Hak Asasi Manusia dalam Islam, Sejarah Pembaruan dan Pembangunan Kembali Pikiran Agama, Prinsip-Prinsip Islam, Dasar-Dasar Ekonomi dalam Islam, Problem-Problem Ekonomi dan pemecahannya dalam Islam, Khilafah dan Kerajaan, Menjaga Keutuhan Rumah Tangga, dan lain-lain.
(BKS 0512281025)

Lingkaran Setan Kemiskinan Kemiskinan Struktural
Kemiskinan Rekayasa
Modal kecil
Kinerja rendah
Kesehatan rendah
Produksi rendah
Pengatahuan rendah
Pendapatan rendah
Papan sarana prasarana dasar rendah
Daya beli pendidikan informansi rendah
Status gizi rendah
Miskin
Tabungan rendah
Konsumsi rendah
Sekali miskin tetap miskin
Karena miskin, maka tabungan rendah, maka modal kecil, maka produksi rendah, maka pendapatan rendah, maka tetap miskin.
Karena miskin, maka daya beli, pendidikan, akses informasi rendah, maka pengetahuan rendah, maka produksi rendah .
Karena miskin, maka konsumsi rendah, papan prasarana, sarana dasar rendah, maka status gizi rendah, maka kesehatan rendah, maka kinerja rendah, maka produksi rendah.
Karena miskin, maka papan, sarana, prasarana dasar rendah, maka kesehatan rendah.
Dalam rangka mengupayakan kemakmuran bersama, maka penguasa, pemerintah harus proaktif menarik, menghimpun ana sosial dari orang kaya, orang mampu, orang berpunya, usahawan, industiawan, konglomerat.
Dana sosial tersebut digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran bersama, seperti diamanatkan UUD-45 pasal 33-34 dan Pembukaannya. Antara lain untuk meningkatkan sarana dan prasarana umum. Untuk memberikan kemudahan kepada orang miskin mendapatkan pendidikan dan informasi, bisa berupa sekolah, kursus, koran, transportasi gratis, cuma-cuma. Untuk memberikan kemudahan kepada orang miskin mandapatkan pangan sandang, papan, pelayanan kesehatan yang layak, bisa berupa santunan, bantuan langsung terima, asuransi jiwa.
Para pemodal, pemilik harta harus menyadari bahwa mereka memerlukan bantuan, pertolongan dari masyarakat yang tak punya untuk meningkatkan, mengembangkan modal/kekayaan mereka, serta untuk menjaga, memelihara keamanan diri dari model/kekayaan mereka. Karena itu para pemodal harus memperhatikan kebutuhan yang layak bagi tenaga kerja dan tenga keamanan, juga memperhatikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Antara pemodal dan buruh harus hubungan kerja simbiosis.