Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Friday, April 02, 2010

Menumpas kemunkaran



Saban waktu, setiap saat kita menyaksikan kemunkaran di sekitar kita.



Islam menyuruh kita, bila menyaksikan kemunkaran segea menumpas membasminya dengan kekuatan tangan, bila tak sanggup dengan kekuatan lisan, bila tak sanggup juga dengan kekuatan hati.



Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah mengingatkan : “Hendaklah kamu menyuruh berbuat makruf dan hendaklah kamu mencegah berbuat munkar./ Hendaklah kamu tarik/tahan tangan zhalim/aniaaya/sewenang-wenang, dan hendaklah hela/paksa tangan itu kepada/menyta’ati kebenaran dengan helaan yang sungguh-sungguh. Kalau kamu tidak mau melaksanakannnya, maka Allah akan memukulkan hati yang setengah kamu kepada yang setengah (menjadikan hatimu saling bermusuhan), kemudian Allah melaknat kamu semua ((Dalam “Riadhus Sahalihin” Imaqm Nawawi, pasal : “Menganjrrrrrkan kebaikan dan mencegah munkar”; “Tafsir AlAzhar” Prof Dr Hamka, jilid VI, hal 338-339; “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid II, hal 85).



Bila duduk berkumpul bersama orang-orang yang suka mempermainkan ayat Allah, maka Allah memperingatkan agar melakukan nahi munkar terhadap mereka, mencegah, menghentikan perbuatan mereka, mengingatkan mereka agar bertakwa kepada Allah. Jika tidak sanggup, tidak mampu, maka Allah menyuruh agar meninggalkan tempat berkumpul tersebut (QS 4:140, 6:68-69).



Pernah di antara ormas Islam berupaya mengobrak abrik tempat-tempat maksiat tanpa dukungan aparat penegak hokum.



Hasilnya perbuatan maksiat tak berkurang malah perbuatan munkar makin bertambah.



Dalam khazanah kepustakaan Islam, rasanya tak terdapat rujukan, maraji’, referensi tentang contoh, model cara menumpas, membasmi kemunkaran dengan kekuatan tangan yang dapat dijadikan sebagai jurlak (petunjuk pelaksanaan)nya.



Majlis Ulama, Lembaga Dakwah seyogianya proaktif menginventarisir bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penumpasan kemunkaran, dan sekaligus menyiarkan petunjuk pelaksanaannya.



Dikisahkan pada masa pendudukan pasukan Tartar (Mongolia), ketika Ibnu Taimiyah (W728) berjalan-jalan bersama para sahabatnya, mereka melihat sebagian orang Tartar sedang minum minuman keras, mabuk-mabukan. Sebagian sahabatIbnu Taimiyah mencela tindakan orang-orang Tartar itu dan hendak melarangnya. Namun Ibnu Taimiyah mencegah sebagian sahabatnya dan berkata : “Biarkan saja mereka. Sesungguhnya Allah melarang khamar itu karena ia dapat membuat orang tidak melakukan shalat. Tetapi orang-orang itu, dengan minum khamar, justru membuat mereka tidak membunuh, menawan orang, dan merampok harta benda rakyat. Jadi, biarkan saja mereka” (Abduh Zulfida Akaha : “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?”, 2006:15, dari A’lam (I’lam) akMuwaqqi’in an Rabb al’Alamin” Ibnul Qayyim, jilid 2, juz 3, hlm 4-5, Maktabah alIman, Manshurah, Mesir, cetakan pertama, 1999M-1419H, bab “Inkar alMunkar Arba’ Darajat”).



Penumpasan kemunkaran yang disyari’atkan adalah yang menyebabkan kemunkaran tersebut hilang dan diganti dengan yang lebih baik atau kemunkaran tersebut berkurang, meski tidak hilang secara keseluruhan.. Namun penumpasan kemunkaran adalah haram bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti menjadi kemunkaran yang lebih besar. Dan jadi medan ijtihad, bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti dengan kemunkaran lain yang sama tingkatannya (idem, Simak juga “Amar Ma’ruf Nahi Munkar” Ibnu Taimiyah, terbitan atTibyan, 2005).



(BKS04098190600)





Empat tingkatan Mengingkari Kemunkaran

(Inkar alMunkar Arba’ Darajat)



Kemungkaran tersebut hilang dan digantikan dengan yang lebih baik.
Meski tidak hilang secara keseluruhan, tetapi kemngkaran tersebut berkurang.
Kemungkaran tersebut hilang, tetapi diganti dengan kemungkaran lain yang sama.
Kemungkaran tersebut hilang, tetapi berganti menjadi kemungkaran yang lebih besar.


Dua tingkatan yang pertama ( 1 dan 2) adalah masyru’ (disyari’atkan). Tingkatan ketiga adalah medan ijtihad. Dan, tngkatan yang keepat adalah haram.



(Abduh Zulfida Akaha : “Siapa Teroris ? Siapa Khawarij ? “, 2006:14-15, dari Ibnul Qayyim : “I’lam alMuwaqi’in”, bab “Inkar AlMunkar Arba’ Darajat”, jilid 2/juz 23, hlm 4-5/cetakan 1999M-1439H/Maktabah Al-Imam, Manshurah, Mesir). (“I’lam (A’lam) Al-Muwaqiin An Rabb Al-‘alamin/Imam Ibnul Qaiyyim AlJauziyah/Maktabah Al-Imam, Manshuran – Mesir/cetakan I/1999M-1439H/hlam 4-5).



(BKS0701121500)



Unsur ganda



Ketika manusia hendak dihadirkan di dunia ini, Malaikat bertanya kepada Yang Maha Mencipta : “Apakah Engkau hendak menciptakan di bumi ini yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih memuji dan mensucikan Engkau ?” Allah menjawab : “Aku mengetahui yang tidak kamu ketahui”.



Allah Maha Mengetahui segala hal, yang lalu, kini dan nanti. Untuk apa sebenarnya Allah menciptakan, menghadirkan setan, iblis, Qabil, Namruz, Fir’aun, Abi Lahab, Nero, Mussolini, Hitler, Lenin, Bush, Yahudi, Nasrani, Majusi, Pagan, dan lain-lain. Untuk apa Fir’aun ddditampilkan yang membunui bayi-bayai lelaki. Untuk apa Bush ditampilkan yang memporakporandakan Irak, Afghanistan. Untuk apa ditampilkan yang membunuhi kelelakian, kejantanan.



Tak ada perintah untuk menumpas, membasmi, melenyapkan setan, iblis, Fir’aun, Yahudi, Nasrani, dan laikn-lain. Yang ada hanyalah perintah mencegah, merintangi, menghalangi berkembangnya kemunkaran, kejorokan, kemaksiatan. Termasuk ke dalam kemunkaran, antara lain : Satanisme, Fir’aunisme, Judaisme, Christianisme, Atheisme, Komunisme, Pornografisme, Hedonisme, Sekularisme, Liberalisme, Pluralisme, dan lain-lain.



Pada setiap ciptaan Allah terdapat unsure bawaan yang bersifat ganda, yang membawa unsure kefasikan (fujur) dan sekaligus juga ketakwaan. Semuanya termasuk ke dalam hal-hal yang tidak sia-sia (tidak batil).



(BKS1003310730)

Cincai kongkalingkong pembayar dan petugas pajak

Rekening-rekening Gayus Tambunan adalah gayung, ember, timba, wadah penampung, penimbun upah, fee, komisi yang dia terima dari pembayar/wajib pajak.

Antara pembayar/wajib pajak dan petugas pajak Gayus Tambunan terdapat cincai kesepakatan yang mutual simbiosis yang saling menguntungkan. Pembayar/wajib pajak mendapat keringanan/potongan pajak, sedangkan petugas pajak mendapatkan fee.

Misalkan pembayar/wajib pajak terkena pajak sebesar Rp.10 triliun. Dengan cincai kesepakatan dengan petugas pajak, maka cukup membayar Rp.7 triliun saja asalkan petugas pajak diberi fee sebesar Rp.30 miliar. Dengan demikian pembayar/wajib pajak hanya mengeluarkan Rp.7 triliun plus Rp.30 miliar. Kerugian Negara akibat penggelapan pajak sebesar Rp.3 triliun, dilakukan bersama antara pembayar/wajib pajak dan petugas pajak.



(BKS1003280800

Makelar kasus



Dalam ayat QS 2:188, Allah melarang mendapatkan penghasilan, kekayaan secara batil, tidak sah, illegal. “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lainnya di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan hukum itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui” (Simak juga ayat QS 5:43,63).



Di antara “mendapatkan penhghasian, kekayaan secara llegal” itu adalah : pembatan/penjualan segala rupa yang memabukan, yang membangkitkan kegiatan cabul, perzinaan/pelacran, perjudian/pengundan, enipuan, engicuhan, pemalsuan, spekulatif (htikar), transaksi crang, riba, pemerasan tenaga buruh (tenaga upahan), pembuatan/penjualan jimat/pekasih/pelaris, penerimaan upah pembacaan yasinan/tahlilan, penerimaaan fidyah shalat, cek kososng, manipulasi harga/data, iklan/promosi manipulatif, dan lan-lain.



Termasuk juga ke dalam “mendapatkan penghasilan, kekayan secara illegal” adalah dengan menggugat, merampas kekayaan orang melalui pengadilan dengan memalsukan, memanipulasi kebe4naran, data, alat bukti hukum dalam sdang pengadlan. Yang bersengketa menggunakan tangan, jasa pokrol, advokat, pengacara untuk memengangkan perkaranya, untuk mengalahkan lawannya. “Mendapatkan harta orang lain melalui pengadilan secara batil adalah perbuatan dosa”.



Untuk memperlicin, memperlancar, memuluskan perkaranya, maka ang bersengketa, yang berselisih bisa saja saling berlomba mengeluarkan uang semir, uang pelican, uang pelumas, uang suap, uang sogok. Uang tersebut berupa pemberian gelap/siluman yang diberikan kepada ang mengusut, mengadili, memeriksa, memutuskan perkara (oknum polisi, jaksa, pengacara, hakim) melalui perantara (makelar, tengkulak, cengkau, broker, agen) agar ang diinginkan oleh si pemberi dapat dibenarkan, dituruti saja oleh si penerima.



Si perantara dalam kasus hukum ini lebih dikenal dengan julukan makelar kasus (hukum pidana korupsi) sebagai profesi baru yang mendapatkan upah, fee, komisi, penghaslan, kekayaan dari si pelaku tindak pidana (korupsi) atas jasanya menyalurkan uang sogok, uang suap kepada oknum-oknum penegak hukum. Termasuk juga oknum, pelaku penggelap pajak, penerima pungli.



Dalam bab Riba, Ibnu Hajar alAsqalani memasukkan, menempatkan, mencantumkan hadits yang diriwaatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, bahwa Rasulullah saw melaknat penyuap dan penerima suap (“Bulughul maram” hadits no.682; penjelasannya dalam “Subulus Salam” asShan’ani, bab Riba, hadits no.13; dan dalam “Jihad Melawan Korupsi” Zaenal Abidin Syamsuddin, Pustaka Imam Abu Hanifah, Jakarta, 2008:17-19).



(disimak antara lain dari karya tulis :

Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, Panjimas, Jakarta, 1983:127-129, re tafsiran ayat QS 2:188;

-“- : “Lembaga Budi”, Panjimas, Jakarta, 1983:64-73);

Sayyid Quthub : “Tafsir Di Bawah Naungan AlQur:an”, juz kedua, 1985:132-133, re tafsiran ayat QS 2:188).

Ibnu Katsir : “Tafsir AlQur:an”, jilid I, hal 479, re tafsiran ayat QS 4:29).

Abu A’la Maududi : “Pokok-Pokok Pandangan Hidup Mslim”, Bulan Bintang, 1983:82;

-“- : “Problem-Problem Ekonomi Dan Pemecahannya Dalam Islam”, AlMa’arif, Bandung, 1981:35-36;

Dr Musthafa asSiba’i : “Sistem Masyarakat Islam”, alHidayah, 1987:60-61;

PANJI MASYARAKAT, No.228, 1 Agustus 1977, hal 36, tentang Korupsi, Sogok, Komersialisasi Jabatan)



(BKS 1003250900)



Cincai kongkalingkong pembayar dan petugas pajak

Rekening-rekening Gayus Tambunan adalah gayung, ember, timba, wadah penampung, penimbun upah, fee, komisi yang dia terima dari pembayar/wajib pajak.

Antara pembayar/wajib pajak dan petugas pajak Gayus Tambunan terdapat cincai kesepakatan yang mutual simbiosis yang saling menguntungkan. Pembayar/wajib pajak mendapat keringanan/potongan pajak, sedangkan petugas pajak mendapatkan fee.

Misalkan pembayar/wajib pajak terkena pajak sebesar Rp.10 triliun. Dengan cincai kesepakatan dengan petugas pajak, maka cukup membayar Rp.7 triliun saja asalkan petugas pajak diberi fee sebesar Rp.30 miliar. Dengan demikian pembayar/wajib pajak hanya mengeluarkan Rp.7 triliun plus Rp.30 miliar. Kerugian Negara akibat penggelapan pajak sebesar Rp.3 triliun, dilakukan bersama antara pembayar/wajib pajak dan petugas pajak.



(BKS1003280800



Memerangi riba



Pada ayat QS 2:278-279 disebtkan bahwa Allah dan Rasulnya meyataka perang kepada para pelaku riba. Teks (matan, lafal) ayat tersebut bersifat informative (berita). Namun ide (makna)nya bersifat imperative (amar, perintah). Perintah untuk memerangi riba. Ribalah satu-satunya tindak kejahatan yang harus diperangi.



Tetapi, dalam Qur:an sendiri tak ditemukan metoda, cara untuk memerangi riba tersebut. Dalam hadtis dipahami bahwa “mengatakan perang” berarti, bermakna “melaknat, mengutuk”. Selain riba, tindak kejahatan yang dilaknat, dikutuk Allah antara lain : suap-menyuap, sogok-menyogok, perbuatan lelaki menyerupa-rupai wanita, perbuatan wanita menyerupa-rupai lelaki.



Tingkat kejahatan riba sangat menjijikan. Dosanya lebih besar dari pada dosa 60 kali zina. Seringan dosanya sepada dengan dosa menzinai ibu kandung sendiri (Simak antarar lain : “Irsyadul ‘Ibad” alMa’bari, pasal Riba). Raslullah melaknat, mengutuk pelaku riba, pemberi makan riba kepada orang lain, yang menuliskannya, yang menyaksikannya (Simak antara lain “Riadus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Berat Haram Riba”).



Ganti riba dengan sedekah



Lipat gandaan kekayaan dengan sedekah, infak, bukan dengan riba, rente. “Allah membasi riba dan Dia menyuburkan sedekah-sedekah” (TQS 2:276).



Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abi Yahya (Khurain) bin Fatah, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang mengeluarkan belanja untuk perjuangan fi sabilillah, maka tercatat untuknya tujuh ratus lipat ganda” (“Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, bab Jihad, hadits no.54).



(BKS1003170730)

Fatwa haram rokok



Masalah rokok/merokok bersifat zhanni, ijtihadi, ikhtilafi, debatebale, diperselisihkan, bukan bersifat th’I, tuqifi, disepakati.



Ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan secara mutlak. Yuuf Qardhawi membolehkan dengan syarat tertentu, dalam kondisi tertentu, muqaiyad. Shaleih bin Fauzan membantah, menyanggah, menyangkal, menolak ijtihad Yusuf Qardhawi (“Kritik terhadap bdan Haram Dalam Islam’”, Pustaka Istiqamah,1996:19-30,Hukum Merokok). Namun ijtihadtak dapat dibatalkan, dihapus, dilenyapkan dengan ijtihad.



Dr Ahmad Syauqy alFanjari cenderung mengharamkan merokok, mengau pada ketentuan, bahwa Islam mengharamkan segala prbuatan yang membahayakan manusia (“Pengarahan Ilam Tentang Kesehatan:, alHidayah, Padang, 1990:239-252, Rokok).



Kita ini masyarakat banci, hipokrit, munfik. Di setiap kemasa/iklan rokok, kia cantumkan bahaya-bahaya merokok.Namun sekaligus kita juga mengajak, mendorong orang sebanyak mungkin mengisap rokok. Betul-betul banci. Dala duo tangah tigo. Masyarakat yang sama sekali tak memiliki kejujuran, ketegasan. Kalau rokok itu memang berbahaya, seyoginya seluruh aktivitas yang berhubungan dengan rokok dilarang secara nasional.



MUI dan Muhammadiyah kini mengharamkan rokok. Apa sebenarnya dasar, latar blakang baru kini mengharamkan rokok, sedang sebelumnya tak prnah memfatwajab hal ini. Padahal Islam sejak awal telah melarang menggunakan hal-hal yang merusak, yang membahayakan. Dalam konteks masa kini, fatwa tersebut sama sekali tak mempertimbangkan implikasinya, dampaknya terhadap kepentingan orang-orang yang hidupnya tergantung dari rokok, seperti buruh tani kebun tembakau, dan buruh pabrik rokok. Juga dari sisi kepentingan kas Negara. Hanya yang dijadikan prtimbangan semata-matadari bahaya rokok terhadap kesehatan fisik dan psikis.



Khamar, miras diharamkan Islam secara bertahap, bukan sekaligus. Mulai dengan mengingatkan bahwa khamar itu memang punya manfa’at. Namun bahayanya lebih besar dari manfa’atnya. Barulah terakhir melarangnya secara menyeluruh.Mempertimbangkan dampaknya secara psikologis, sosiologis, ekonomis (Simak tulisan Abul A’la alMaududi “Di antara Syari’at dengan Undang-Undang buatan Allah” yang dikutip Prof Dr Haamka dalam “Tafsir AlAzhar” jilid VII, Panjai Masyarakat, 1982:46-59, re QS 2:219, 4:42, 5:90-91). Seyogianya penetapan fatwa haram rokok tersebut seyogianya mengacu pada cara, metoda Islam mengharamkan khamar tersebut, apalagi ini brsifat ijtihadi.



Berbda dengan MUI dan Muhammadiyah, pada tahun 1992, ulama kharismatik Iran, Ayatullah Mirza Hasan Hujjaul Islam asySyiazi, yang ketika itu sudah berusia hamper 70 tahun menyampaikan seruan kepada seluruh rakyat Iran untuk melancarkqan aksi mogok merokok, menentang monopoli perdagangan tembakau. Aksi mogok merokok digunakan sebagai senjata politik untuk menolak kebijakan Yah Iran yang memberi konsesi kepada perusahaan Inggeris Imperial Tobacco Corporation. Hampir seluruh rakyat Iran mengikuti seruan tersebut. Akibatnya Ayatullah asSyurazu dibuang ke luar iran. Tapi akhirnya konsesi tersebut brhasil dibatalkan (Nasir Tamara : “Revolusi Iran”, Sinar Harapan, Jakarta, 1980 :37-38; Prof Dr Hamka : Iran : Di antara ulama dan umara”, PANJI MASYRAKAT, No.264, 1 Februari 971:5-9).



(BKS1003151230)