Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Friday, April 02, 2010

Makelar kasus



Dalam ayat QS 2:188, Allah melarang mendapatkan penghasilan, kekayaan secara batil, tidak sah, illegal. “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lainnya di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan hukum itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui” (Simak juga ayat QS 5:43,63).



Di antara “mendapatkan penhghasian, kekayaan secara llegal” itu adalah : pembatan/penjualan segala rupa yang memabukan, yang membangkitkan kegiatan cabul, perzinaan/pelacran, perjudian/pengundan, enipuan, engicuhan, pemalsuan, spekulatif (htikar), transaksi crang, riba, pemerasan tenaga buruh (tenaga upahan), pembuatan/penjualan jimat/pekasih/pelaris, penerimaan upah pembacaan yasinan/tahlilan, penerimaaan fidyah shalat, cek kososng, manipulasi harga/data, iklan/promosi manipulatif, dan lan-lain.



Termasuk juga ke dalam “mendapatkan penghasilan, kekayan secara illegal” adalah dengan menggugat, merampas kekayaan orang melalui pengadilan dengan memalsukan, memanipulasi kebe4naran, data, alat bukti hukum dalam sdang pengadlan. Yang bersengketa menggunakan tangan, jasa pokrol, advokat, pengacara untuk memengangkan perkaranya, untuk mengalahkan lawannya. “Mendapatkan harta orang lain melalui pengadilan secara batil adalah perbuatan dosa”.



Untuk memperlicin, memperlancar, memuluskan perkaranya, maka ang bersengketa, yang berselisih bisa saja saling berlomba mengeluarkan uang semir, uang pelican, uang pelumas, uang suap, uang sogok. Uang tersebut berupa pemberian gelap/siluman yang diberikan kepada ang mengusut, mengadili, memeriksa, memutuskan perkara (oknum polisi, jaksa, pengacara, hakim) melalui perantara (makelar, tengkulak, cengkau, broker, agen) agar ang diinginkan oleh si pemberi dapat dibenarkan, dituruti saja oleh si penerima.



Si perantara dalam kasus hukum ini lebih dikenal dengan julukan makelar kasus (hukum pidana korupsi) sebagai profesi baru yang mendapatkan upah, fee, komisi, penghaslan, kekayaan dari si pelaku tindak pidana (korupsi) atas jasanya menyalurkan uang sogok, uang suap kepada oknum-oknum penegak hukum. Termasuk juga oknum, pelaku penggelap pajak, penerima pungli.



Dalam bab Riba, Ibnu Hajar alAsqalani memasukkan, menempatkan, mencantumkan hadits yang diriwaatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, bahwa Rasulullah saw melaknat penyuap dan penerima suap (“Bulughul maram” hadits no.682; penjelasannya dalam “Subulus Salam” asShan’ani, bab Riba, hadits no.13; dan dalam “Jihad Melawan Korupsi” Zaenal Abidin Syamsuddin, Pustaka Imam Abu Hanifah, Jakarta, 2008:17-19).



(disimak antara lain dari karya tulis :

Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhar”, juzuk II, Panjimas, Jakarta, 1983:127-129, re tafsiran ayat QS 2:188;

-“- : “Lembaga Budi”, Panjimas, Jakarta, 1983:64-73);

Sayyid Quthub : “Tafsir Di Bawah Naungan AlQur:an”, juz kedua, 1985:132-133, re tafsiran ayat QS 2:188).

Ibnu Katsir : “Tafsir AlQur:an”, jilid I, hal 479, re tafsiran ayat QS 4:29).

Abu A’la Maududi : “Pokok-Pokok Pandangan Hidup Mslim”, Bulan Bintang, 1983:82;

-“- : “Problem-Problem Ekonomi Dan Pemecahannya Dalam Islam”, AlMa’arif, Bandung, 1981:35-36;

Dr Musthafa asSiba’i : “Sistem Masyarakat Islam”, alHidayah, 1987:60-61;

PANJI MASYARAKAT, No.228, 1 Agustus 1977, hal 36, tentang Korupsi, Sogok, Komersialisasi Jabatan)



(BKS 1003250900)



Cincai kongkalingkong pembayar dan petugas pajak

Rekening-rekening Gayus Tambunan adalah gayung, ember, timba, wadah penampung, penimbun upah, fee, komisi yang dia terima dari pembayar/wajib pajak.

Antara pembayar/wajib pajak dan petugas pajak Gayus Tambunan terdapat cincai kesepakatan yang mutual simbiosis yang saling menguntungkan. Pembayar/wajib pajak mendapat keringanan/potongan pajak, sedangkan petugas pajak mendapatkan fee.

Misalkan pembayar/wajib pajak terkena pajak sebesar Rp.10 triliun. Dengan cincai kesepakatan dengan petugas pajak, maka cukup membayar Rp.7 triliun saja asalkan petugas pajak diberi fee sebesar Rp.30 miliar. Dengan demikian pembayar/wajib pajak hanya mengeluarkan Rp.7 triliun plus Rp.30 miliar. Kerugian Negara akibat penggelapan pajak sebesar Rp.3 triliun, dilakukan bersama antara pembayar/wajib pajak dan petugas pajak.



(BKS1003280800



Memerangi riba



Pada ayat QS 2:278-279 disebtkan bahwa Allah dan Rasulnya meyataka perang kepada para pelaku riba. Teks (matan, lafal) ayat tersebut bersifat informative (berita). Namun ide (makna)nya bersifat imperative (amar, perintah). Perintah untuk memerangi riba. Ribalah satu-satunya tindak kejahatan yang harus diperangi.



Tetapi, dalam Qur:an sendiri tak ditemukan metoda, cara untuk memerangi riba tersebut. Dalam hadtis dipahami bahwa “mengatakan perang” berarti, bermakna “melaknat, mengutuk”. Selain riba, tindak kejahatan yang dilaknat, dikutuk Allah antara lain : suap-menyuap, sogok-menyogok, perbuatan lelaki menyerupa-rupai wanita, perbuatan wanita menyerupa-rupai lelaki.



Tingkat kejahatan riba sangat menjijikan. Dosanya lebih besar dari pada dosa 60 kali zina. Seringan dosanya sepada dengan dosa menzinai ibu kandung sendiri (Simak antarar lain : “Irsyadul ‘Ibad” alMa’bari, pasal Riba). Raslullah melaknat, mengutuk pelaku riba, pemberi makan riba kepada orang lain, yang menuliskannya, yang menyaksikannya (Simak antara lain “Riadus Shalihin” Imam Nawawi, pasal “Berat Haram Riba”).



Ganti riba dengan sedekah



Lipat gandaan kekayaan dengan sedekah, infak, bukan dengan riba, rente. “Allah membasi riba dan Dia menyuburkan sedekah-sedekah” (TQS 2:276).



Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abi Yahya (Khurain) bin Fatah, bahwa Rasulullah saw bersabda : “Siapa yang mengeluarkan belanja untuk perjuangan fi sabilillah, maka tercatat untuknya tujuh ratus lipat ganda” (“Riadhus Shalihin” Imam Nawawi, bab Jihad, hadits no.54).



(BKS1003170730)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home