Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Friday, March 12, 2010


Antara nash dan tafsiran



Dalam Ilmu Mantiq (Logika) ada istilah tashawwur dan tashdiq. Tashawwur adalah buah fikiran akan arti mufrad (satu hal). Sedangkan tashdiq adalah buah fkiran akan nisbah (rangkaian satuan) (Chalil Bisri : “Ilmu Mantq : Tarjamah asSulam alMunawraq”, 1974:9). [Tashawwur = pembuahan fikiran akan arti mufrad. Tashdiq = pembuahan fikiran akan nisbah].



Dalam Linguistik disebutkan bahwa menurut Steutevant “bahasa adalah sistim lambing sewenang-wenang berupa bunyi (akustis) yang dgunakan oleh anggauta-anggauta suatu golongan (kelompok) sosial untuk bekerjasama dan saling berhubungan. Sedangkan “lambang sewenang-wenang berupa bunyi” mengandung dua unsur. Unsur yang satu menyarankan adanya unsure yang kedua. Unsur yang satu adalah bentuk (rupa), sedangkan unsure yang kedua adalah arti (maksud). Bentuk (rupa) berwujud ucapan (akustis), sedangkan arti (maksud) ditunjukkan kepada benda (kenyataan, peristiwa) (Drs S Wojowasito : “Linguistik : Sejarah Ilmu Perbandingan Bahasa”, 1961:9-10).



Dalam Fisika Optik ada alat (tool, instrument) optik yang disebut proyektor. Proyektor adalah alat optik yang berfungsi untuk memproyeksikan sesuatu. Sedangkan yang diproyeksikan disebut proyektum, dan hasilnya proyeksi. Istlah-istilah proyektum, proyektor, proyeksi juga terdapat dalam Matematika (Trigonometri, Ilmu Ukur Sudut) pada segitiga Phytagoras. [Proyektum – Proyektor – Proyeksi].



Kini ada kata-kata baru yang tercantum dalam kamus. Diantaranya kata-kata semiotik, hermeneutik (higher criticism), naturalitas, feminis, studi budaya, pasca kultural, pasca modernis, dekontruktinis (MEDIA INDONESIA, Kamis, 15 November 2001, hal 14). [dekontestualisasi, distanisasi].



Ada kata significant, yaitu realitas yang dicerap dari suatu kata (yang diverbalkan atau yang ditulis). Ada pula kata signifie, yaitu makna yang langsung datang pada pikiran , yang juga sering disebut sebagai makna yang dapat ditemukan didalam kamus (klasikal). [Signifie = lambing, gambar, lukisan, tulisan kode, teks, ayat). Signifiant = yang dilambangkan, yang digambarkan, yang dilukiskan (objek)].



Ada model semiotik yang terdiri dari tiga unsur : kode (teks, ayat), objek (realitas) dan interpretasi (hermeneutic untuk aksi). Ada hermeneutika (Ilmu Tentang Kesahihan Tfsir Bibel), yaitu studi mengenai kebenaran makna atau maknan-makna yang tersembunyi dibalik teks-teks yang nampak tidak memuaskan antara yang dianggap superficial (AlChaidar : “Wacana Ideologi Negara Islam”, 1979:17-16, dari JURNAL FILSAFAT, Th I, No 1 (Maret 1990?), hal 54 : “Refleksi Atas Sembiotika”, oleh Aart van Zoert).



[Karya Porphyrius : Isagoge, Categories, Hermeneutica, Analytica Priori.

- Isagoge (alIsaaghuujii) merupakan “pendahuluan” bagi logika/karya Aristoteles.

- Categories (alQaatiquriyaas) merupakan “Organum” Aristoteles yang membahas : substansi, kuantitas, kualitas, hubungan, waktu, tempat, posisi, pemilikan, nafsu tindakan.

- Aristoteles membagi kata-kata dalam sepuluh jensi : kata benda (substaantiva), kata kerja (verba), kata keadaan (ajktiva), kata keterangan (adverbia), kataganti (promina), kata bilangan (numeralia), kata depan (preposisi), kata sambung (konyugasi), kata sandang (artikel), kata seru (interjeksi).

- Hermeneutica merupakan ilmu tafsir tentang kitab suci (Bibel).

- Analytic Priori (alAnaaluutiqaa) membahas proposisi-proposisi dalam berbagai bentuk silogisme (C A Qadir : “Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”, 1991:35,37,209)].



[Hermeneutika berarti : “menafsirkan pesan dewa Jupiter kepada manusia (Samsul Bahri : “Sarapah Orang Sasak: Warisan sebuah Rezim”, KOMPAS, Sabtu, 24 September 2005, Humaniora, hal 14, dari Sumaryono, 19999:23-24)].



[Hermeneutika atau takwil itu sebuah cara menginterpretasikan masalah. Suatu kalimat mengandung tiga lapis makna. Pertama makna rujukan atau denoratif. Kedua makna konotatif atau makna yang ditambahkan. Ketiga makna sugestif, makna hakiki (Dr Abdul Hadi WM : “Pengasingan Bahasa Menyebabkan Disintegrasi Masyarakat”, dalam REPUBLIKA, Jum’at, 16 Agustus 1996, hal 7)].



[AlQur:an memuat keajaiban-keajaiban tentang ayat-ayat Allah. AlQur:an adalah ayat-ayat Allah (tanda keesaan dan KekuasaanNya), demikian juga alam raya (Quraish Syihab : “Mukjizat alQur:an”, hal 122).

Alam raya dan segala isinya berikut system kerjanya adalah keajaiban-keajaiban tentang ayat-ayat Allah (tanda keesaan dan kekuasaanNya) (idem, hal 21).

AlQur:an mempunyai simponi yang tidak ada taranya di mana setiap nadanya bisa menggarakkan manusia untk menangis dan bersukacita. “But the result is not the Glorious Qur:an, that inimitable symphony, the very sounds of which move men to tears and extacy”(idem, hal 119, dari Marmaduke Pickthal dalam “The Menaings of Glorious Qur:an”, page 3)].

AlQur:an bakn buku sastra, sains, politik, ekonomi, hukum, tapi alQur:an mengungguli buku sastra, sains, politik, ekonomi, hukum manapun.

Teori politik, ekonomi, social, budaya, teknologi yang dikemukakan oleh alQur:an mengungguli teori IPOLEKSOSBUDMIL manapun.

“Manusia mana yang mampu dengan falsafah menghimpun (informasi) dalam ucapan sebanyak huruf-huruf ayat itu sebagai yang telah dihimpun oleh Allah untk RasulNya (idem, hal 125, dari AlKindi, via Abdul Halim Mahmud dalam bukunya “AtTafkir alFalsafi fi alIslam”).

Terhadap orang atau masyarakat yang tidak bisa merasakan betapa indah dan teliti bahasa alQur:an, ditapilkan aspek lain dan keistimewaan alQur:an yang dapat mereka pahami (idem, hal 114).

Apa daya pesona alQur:an terhadap orang bukan Arab, dan bkan Muslim ?].



Kata-kata yang melambangkan benda berwujud, tak akan menimbulkan salah pengertian, salah tafsir, salah interpretasi di kalangan pemakai, pengguna kata-kata tersebut (objektivitas lebih berperan). Tapi kata-kata yang bukan melambangkan benda berwujud, mudah menimbulkan salah pengertan, salah tafsir, salah interpretasi di kalangan pemakai, pengguna kata-kata tersebut (subjektivitas lebih berperan).



Kata-kata semacam, adil, benci, bid’ah, cabul, cinta, demokrasi, fahsya, fiqih, fundamentalis, halal, haram, ideal, Indonesia, islami, jorok, kafir, kawan, korup, khurafat, lawan, makruf, mesum, munkar, nasionalis, negara, pahlawan, pengkhianat, pemberontak, porno, Qur:an, radikalis, realis, sekuler, sinkretis, sistim, sunnat, takhyul, tauhid, teroris, zhalim, dan lain-lain mengandung multi-interpretasi, multi-definisi, tafsiran ganda, banyak arti (musytarak) di kalangan pemakai, pengguna kata-kata tersebut (Simak Newspeak, Orwelian dalam Noam Avram Chomsky : “Maling Teriak Maling : Amerika Sang Teroris?”, 2001:16-24).



Latar belakang (lingkungan sosial-budaya, status sosial-ekonomi, pendidikan-pengalaman) dari pengguna kata-kata tersebut sangat mempengaruhinya dalam mengartikan, menafsirkan, menginterpretasikan, memakai kata-kata tersebut.



Untuk memakai kata-kata yang berhubungan dengan Islam, yang berhubungan dengan Qur:an seyogianya dengan memahami pesan-pesan Qur:an secara integral dan utuh (SUARA MUHAMMADIYAH, No.9, Th Ke-87, 1-15 Mei 2002, ha 22, Artikel : “Tafsir Umar bin Khattab” , oleh Saifuddin Zuhri Qudsy).



[Makna istilah hermeneutika berkembang dari ruang lingkup Teologi ke ruang lingkup Filsafat. Hal ini pertama kali dibidani oleh filosof berkebangsaan Jerman, friedrich Schleiermacher, filosof yang berpaham Protestan yang dianggap sebagai pendiri “hermeneutika umum” (general hermeneutics). Perpindahan hermeneutika dari teologi ke filsafat tidak terlepas dari motif teologi Kristen Protestan yang dianut oleh Schleiermacher, yang tentu tidak setuju dengan interpretasi Katholik terhadap Bible yang didominasi oleh Gereja dan Lembaga Kepausan](EUREKA).



[Peri Hermeneias – De Interpretations – On the Interpretation (Hartono Ahmad Jaiz : “Ada Pemurtadan di IAIN”, 2005:165}]



[Hermeneutika adalah the study (higher criticism) of the general principle of biblical interpretation (EUREKA). Jika hermeneutika digunakan berkaitan dengan Terjemahan, Tafsiran alQur:an, maka Hermeneutika haruslah dipandang sebagai Ilmu Tentang Kesahihan Terjemahan, Tafsiran alQur:an].



Bisa tidaknya masalah khilafiayah diselesaikan, bisa tidakanya persepsi disamakan, bisa tidaknya misi disamakan, terpulang kembali kepada sudut pandang, pemahaman masing-masing. Majalah bulanan TABLIGH berupaya merealisir “Menjawab Visi dan Misi Umat”.







.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home