Himbauan Firdaus AN
Umat Islam harus berpikir historis dan idelogis agar tak terumbang-ambing dihanytkan arus tapa arah, aruss kemusyrikan dan kebatilan, arus sekularisme (arus jahili).
Umat Islam haruslah tak berulangkali disengat kalajengking dalam lubang yang sama. Umat Islam Indonesia haruslah tak membiarkan diri berulangkali terlibat melakukan dosa-dosa politik.
Umat Islam haruslah membentuk satu jama’ah yang kuat, kokoh, kompak bersatu. Umat Islam haruslah membuat jarak dengan penguasa, agar mempunyai ruang gerak ntk menyampakan kebenaran yang sesungghnya, agar tak dipangku oleh lawan Islam.Umat Islam Indonesia haruslah berikrar, bersumpah setia : Satu Agama, gama Islam. Satu Kiblat, Masjidil Haram. Satu Partai, Parta Islam.
Umat Islam Indonesia haruslah menyadari, bahwa selama Pancasila dan UUD-45 yang menjadi nomor satu di Indonesia, sedangkan Islam, alQur:an dan asSunnah yang jadi nomor dua, itu berarti semangat jihad uUmat Islam Indonesia belumlah ptimal.
Yang ideal di Indonesia, cukup memiliki dua partai politik, yaitu Partai Islam, bagi yang berideologi Islam, dan Partai Pancasila, bagi yang bkan berideologi Islam.
(KH Firdaus AN : “Dosa-Dosa Politk Orde ama dan Orde Baru ang idak Boleh Berulang Lagi Di Era Refrmasi”, 1999169-190, “Lawan dan Kawan Dalam Dnia Politik”).
(BKS1001151600)
Sistem Hukum Tatanegara
Presiden SBY pernah melontarkan wacana untuk mengupayakan melakukan kaji ulang atas amandemen UUD-45. Bahkan rasanya perlu melakukan kaji ulang atas sistem ketatanegaraan Indnesia secsara menyeluruh. Apakah bentuk Negara kesatuan ataukah bentuk Negara federasi yang lebih sesuai dengan Indonesa sekarang ? Apakah sistem presidensial ataukan sistem parlementer yang lebih sesuai untuk Indonesia masa kini ? Apakah lembaga legsilatf terdiri atas DPR dan MPR ataukah cukup DPR atau MPR saja ? Apakah Presiden yang sedang berkuasa dapat dipilh kembali dalam pemilu ataukah tidak ? Apakah Presiden ataukah MPR yang sebaiknya membat program pembangunan ?
(BKS1001271845)
Tentara dan Peperangan
Tugas tentara, militer itu adalah untuk berperang. Bila peperangan tak ada, maka tentara mengnganggur. Pengangguran tentara dalam negeri bisa menimbulkan gangguan keamanan. Agar dalam negari dapat aman, maka di luar negeri dengan berbagai alas an diciptakan peperangan. Tentara dikirim ke luar negeri untuk berperang. Berperang di Filipina, di Hindia Belanda, di Indo Cina, di Irak, di Afghanistan. Di Pakistan, di Yaman, di Sudan, di Somalia, di Haiti, di mana-mana.
(Bks1001271830)
Belajar dari Cina
Kini era perdagangan bebas Asia-Cina. Cina adalah Negara Komunis. Pedoman komunis adalah “From each (everyone) according to his ability, to each (for everyone) according to his work (need)”. Komunis Cina secara bertahap merubah tuan tanah feodal menjadi rakyat pekerja. Perusahaan Swasta di bawah kendali Perusahaan Negara. Perusahaan Swasta diorganisir menjadi koperasi. Koperasi dimodali oleh Bank Negara. Koperasi menangani industri rumah tangga. Suku-suku cadang diproduksi oleh industri rumah tangga.. Jenis dan vlume produksi ditentukan oleh Negara.
(BKS1001300545)
Membasmi korupsi (Demokrasi dan Khlafah)
Masih layakkah berharap pada demokrasi ? Demokrasi itu culas. Dalam system demokrasi yang berbicara, yang berkuasa adalah kekuatan uang, modal, kaptal. Yang kaya berpesta pora, yang melarat terglas menderita, merana. Masyarakat cenderung muak terhadap demokrasi dan pendukungnya.
Demokrasi ta mengenal moral, apalagi aklak. Semuanya halal. Tak ada yang aram. Gaya hidup hedonis jadi tujuan.
Substansi demokrasi Idonesia termaktub dalam UUD-1945, antara lain : Pancasla, Negara kesatuan, republic, presidensalissme, demokrasi konstitusional (KOMPAS, Sabtu, 19 Desember 2009, hal 7, Opini : “Demokrasi Tanpa Substansi”, le Donny Gahral Adian).
Teganya khilafah merupakan kewajiban syar’i. Kewajiban menegakkan khilafah tak bias ditnda-tunda lagi. Sdah saatnya Islam memimpin. Gaji guru sebesar 15 dinar (Rp.22 juta). Sapa ang bersedia tampil memegang tongkat komando (MU, Edisi 2, 6-19 November 2009).
Dalam Tatanegara Khilafah, Kepala Negara bertanggungjawab penuh atas tugas eksekutif (ri’ayah) dan yudikatif (qadhi). Korupsi, hedonis, kapitalis, kemunkaran, maksiat dilawan dengan dakwah dan penegakkan hokum secara syari’i.
Substansi demokrasi Islam termaktub dalam Qur:an dan Hadis, antara lain meliputi tauhid, khlafah, ukhuwah, musawah, musyawarah, ‘adalah (berlak adil, berbuat kebaikan, mempedulikan kerabat, tak berbuat keji, munkar, permusuhan, QS 16:90).
(BKS0912071015)
Menangkal korupsi dengan mental zuhud
Islam Digest REPUBLIKA, Ahad, 17 Januari 2010 (halaman B8, Wawancara) menampilkan “Gerakan Memberi Untuk Berantas Korupsi” dari Prof Dr Imam Suprayogo, rector Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.
Ajaran qana’ah, zuhud, wara’, infaq, sadaqah sebenarnya dapat menangkal tindak korupsi. Imam anNawawi (Abu Zakaria, Yahya bin Syaraf) dalam kitabnya “Riadhus Shalihin” terdapat hadits-hadits tentang keutamaan zuhud (tidak rakus pada dunia), keutamaan kemiskinan, qana’ah (menerima apa yang ada), makan dari hasil usaha sendiri, pemurah, wara’ (menjauhi sysubhat),tawadhu’.Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam kitabnya “alLukLuk walMarjan” terdapat hadits-hadits muttafaq ‘alaihi tentang zuhud, tawadhu’, sederhana.
Sayyid Qutthub dalam kitabnya ‘Keadilan Sosial Dalam Islam” (1994) memandang bahwa Islam membenci kemiskinan bagi manusia. Islammenghendaki agar manusia bebas dari tekanan kebutuhan-kebutuhan hidup material. Agar manusia tidak sampai menghabiskan seluruh tenaga dan waktunya hanya untuk mencukupi kebutuhannya. Islam menggabungkan antara pentingnya seseorang bekerja sendiri sekuat tenaga dan kemampuannya, dengan dorongan untuk menolong orang yang membutuhkan dengan sesuatu yang bias menunjang kebutuhannya, meringankan beban hidupnya, dan membantunya untuk hidup mulia, terhormat (halaman 184-191, Kewajiban zakat).
Namun Sayyid Qutthub memandang bahwa kemewahan sma sekali tidak perlu bagiorang yang ingin melaksanakan syari’at Islam di masyarakat. Untuk melaksanakan syari’at Islam di masyarakat diperlukan sosok yang memiliki sifat, sikap mental zuhud, wara’, qana’ah seperti ang ditampilkan oleh Khalifah Umarbin Khatthab, Ali bin Abi Thalib, Abidzar alGhifari.”Khalifah Umar bin Khatthab seringkali menyempit-nyempitkan diri, bakan dalam hal-hal yang dihalalkan bagi dirinya”. “Khalifah Ali bin Abi Thalib tahu bahwa Islam membolejkannya menikmati yang lebih dari pada yang ia makan dan minum saatitu, akan tetapi ia tidak mau meninggalkan sifat zuhud, wara’, qana’ah”.”Abudzar melakukan perlawanan terhadap politik kepemilikan yang mendorong terjadinya sikap hidup mewah”.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home