Menumpas kemunkaran
Saban waktu, setiap saat kita menyaksikan kemunkaran di sekitar kita.
Islam menyuruh kita, bila menyaksikan kemunkaran segea menumpas membasminya dengan kekuatan tangan, bila tak sanggup dengan kekuatan lisan, bila tak sanggup juga dengan kekuatan hati.
Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah mengingatkan : “Hendaklah kamu menyuruh berbuat makruf dan hendaklah kamu mencegah berbuat munkar./ Hendaklah kamu tarik/tahan tangan zhalim/aniaaya/sewenang-wenang, dan hendaklah hela/paksa tangan itu kepada/menyta’ati kebenaran dengan helaan yang sungguh-sungguh. Kalau kamu tidak mau melaksanakannnya, maka Allah akan memukulkan hati yang setengah kamu kepada yang setengah (menjadikan hatimu saling bermusuhan), kemudian Allah melaknat kamu semua ((Dalam “Riadhus Sahalihin” Imaqm Nawawi, pasal : “Menganjrrrrrkan kebaikan dan mencegah munkar”; “Tafsir AlAzhar” Prof Dr Hamka, jilid VI, hal 338-339; “Tafsir Ibnu Katsir”, jilid II, hal 85).
Bila duduk berkumpul bersama orang-orang yang suka mempermainkan ayat Allah, maka Allah memperingatkan agar melakukan nahi munkar terhadap mereka, mencegah, menghentikan perbuatan mereka, mengingatkan mereka agar bertakwa kepada Allah. Jika tidak sanggup, tidak mampu, maka Allah menyuruh agar meninggalkan tempat berkumpul tersebut (QS 4:140, 6:68-69).
Pernah di antara ormas Islam berupaya mengobrak abrik tempat-tempat maksiat tanpa dukungan aparat penegak hokum.
Hasilnya perbuatan maksiat tak berkurang malah perbuatan munkar makin bertambah.
Dalam khazanah kepustakaan Islam, rasanya tak terdapat rujukan, maraji’, referensi tentang contoh, model cara menumpas, membasmi kemunkaran dengan kekuatan tangan yang dapat dijadikan sebagai jurlak (petunjuk pelaksanaan)nya.
Majlis Ulama, Lembaga Dakwah seyogianya proaktif menginventarisir bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penumpasan kemunkaran, dan sekaligus menyiarkan petunjuk pelaksanaannya.
Dikisahkan pada masa pendudukan pasukan Tartar (Mongolia), ketika Ibnu Taimiyah (W728) berjalan-jalan bersama para sahabatnya, mereka melihat sebagian orang Tartar sedang minum minuman keras, mabuk-mabukan. Sebagian sahabatIbnu Taimiyah mencela tindakan orang-orang Tartar itu dan hendak melarangnya. Namun Ibnu Taimiyah mencegah sebagian sahabatnya dan berkata : “Biarkan saja mereka. Sesungguhnya Allah melarang khamar itu karena ia dapat membuat orang tidak melakukan shalat. Tetapi orang-orang itu, dengan minum khamar, justru membuat mereka tidak membunuh, menawan orang, dan merampok harta benda rakyat. Jadi, biarkan saja mereka” (Abduh Zulfida Akaha : “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?”, 2006:15, dari A’lam (I’lam) akMuwaqqi’in an Rabb al’Alamin” Ibnul Qayyim, jilid 2, juz 3, hlm 4-5, Maktabah alIman, Manshurah, Mesir, cetakan pertama, 1999M-1419H, bab “Inkar alMunkar Arba’ Darajat”).
Penumpasan kemunkaran yang disyari’atkan adalah yang menyebabkan kemunkaran tersebut hilang dan diganti dengan yang lebih baik atau kemunkaran tersebut berkurang, meski tidak hilang secara keseluruhan.. Namun penumpasan kemunkaran adalah haram bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti menjadi kemunkaran yang lebih besar. Dan jadi medan ijtihad, bila kemunkaran tersebut dapat hilang, tetapi berganti dengan kemunkaran lain yang sama tingkatannya (idem, Simak juga “Amar Ma’ruf Nahi Munkar” Ibnu Taimiyah, terbitan atTibyan, 2005).
(BKS04098190600)
Empat tingkatan Mengingkari Kemunkaran
(Inkar alMunkar Arba’ Darajat)
Kemungkaran tersebut hilang dan digantikan dengan yang lebih baik.
Meski tidak hilang secara keseluruhan, tetapi kemngkaran tersebut berkurang.
Kemungkaran tersebut hilang, tetapi diganti dengan kemungkaran lain yang sama.
Kemungkaran tersebut hilang, tetapi berganti menjadi kemungkaran yang lebih besar.
Dua tingkatan yang pertama ( 1 dan 2) adalah masyru’ (disyari’atkan). Tingkatan ketiga adalah medan ijtihad. Dan, tngkatan yang keepat adalah haram.
(Abduh Zulfida Akaha : “Siapa Teroris ? Siapa Khawarij ? “, 2006:14-15, dari Ibnul Qayyim : “I’lam alMuwaqi’in”, bab “Inkar AlMunkar Arba’ Darajat”, jilid 2/juz 23, hlm 4-5/cetakan 1999M-1439H/Maktabah Al-Imam, Manshurah, Mesir). (“I’lam (A’lam) Al-Muwaqiin An Rabb Al-‘alamin/Imam Ibnul Qaiyyim AlJauziyah/Maktabah Al-Imam, Manshuran – Mesir/cetakan I/1999M-1439H/hlam 4-5).
(BKS0701121500)
Unsur ganda
Ketika manusia hendak dihadirkan di dunia ini, Malaikat bertanya kepada Yang Maha Mencipta : “Apakah Engkau hendak menciptakan di bumi ini yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih memuji dan mensucikan Engkau ?” Allah menjawab : “Aku mengetahui yang tidak kamu ketahui”.
Allah Maha Mengetahui segala hal, yang lalu, kini dan nanti. Untuk apa sebenarnya Allah menciptakan, menghadirkan setan, iblis, Qabil, Namruz, Fir’aun, Abi Lahab, Nero, Mussolini, Hitler, Lenin, Bush, Yahudi, Nasrani, Majusi, Pagan, dan lain-lain. Untuk apa Fir’aun ddditampilkan yang membunui bayi-bayai lelaki. Untuk apa Bush ditampilkan yang memporakporandakan Irak, Afghanistan. Untuk apa ditampilkan yang membunuhi kelelakian, kejantanan.
Tak ada perintah untuk menumpas, membasmi, melenyapkan setan, iblis, Fir’aun, Yahudi, Nasrani, dan laikn-lain. Yang ada hanyalah perintah mencegah, merintangi, menghalangi berkembangnya kemunkaran, kejorokan, kemaksiatan. Termasuk ke dalam kemunkaran, antara lain : Satanisme, Fir’aunisme, Judaisme, Christianisme, Atheisme, Komunisme, Pornografisme, Hedonisme, Sekularisme, Liberalisme, Pluralisme, dan lain-lain.
Pada setiap ciptaan Allah terdapat unsure bawaan yang bersifat ganda, yang membawa unsure kefasikan (fujur) dan sekaligus juga ketakwaan. Semuanya termasuk ke dalam hal-hal yang tidak sia-sia (tidak batil).
(BKS1003310730)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home