Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Saturday, June 26, 2010


Biang Kehancuran (Bahaya Sikap Mental Materialisme)

Di mana-mana bisa saja ditemukan keresahan, kerusuhan, kekacauan. Konflik, bentrok fisik berdarah. Konflik horizontal, antara sesama rakyat, antara sesama penguasa, penyelenggara anegara, antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Konflik vertikal, antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat. Konflik antara etnis, antara suku.

Salah satu larangan yang tercantum dalam alQur:an adalah larangan membuat kerusakan, kerusuhan, kekacauan, larangan berbuat onar dan maker (Simak antara lain QS 7:85;11:85;26:183;26:77).

Dari kisah kaum Nabi Syu’aib as dan kisah rajadiraja konglomerat Qarun dalam alQur:an dipahami bahwa berbuat onar, maker itu mengandung arti berperilaku kikir, bakhil, pelit, loba, tamak, rakus, serakah, angkuh, congkak, pongah, sosmbng, curang, asosial, hanya sibuk dengan urusan peningkatan hasil bisnis-ekonomi sendiri, tak peduli dengan kepentingan social masyarakat, cuek dengan sesame, menghalalkan segala cara.

Semua arti tersebut tercakup, terangkum dalam sabda Rasulullah yang indonesianya : Ada tiga sumber utama pemicu terjadi kekacauan, malapetaka. Pertama memperturutkan hawa nafsu. Kedua memenuhi ajakan, seruan kikir. Ketiga ujub, sombong, pamer diri (HR Abusyaikh dari Anas).

Pola Hidup tamak, rakus, serakah.

Hawa itu pantang kerendahan. Nafsu itu pantang kekurangan. Tak pernah puas dengan posisi, jabatan. Senantiasa berupaya naik keatas tanpa batas. Mengakumulasi kekuasaan. Serba kuasa. Tak pernah puas dengan harta kekayaan. Senantiasa berupaya menumpuk, melipatgandakan harta kekayaan, menginvestasikan kekayaan di mana-mana. Motivasinya untuk menjadi orang nomor satu. Bukan untuk memenuhi kepentingan umum, seperti untuk menyediakan lapangan kerja bagi para tuna karya. Takatsur (akumulasi kekuasaan dan kekayaan) sepanjang hidup, menyebabkan manusia tak sadar diri (QS Takatsur 102:1-2, Lahab 111:2, An’am 6:44, Hasyar 59:19). Harta itu adalah laksana air asin. Semakin banyak diminum, maka semakin haus (Dr Schoppenhauer). Manusia itu tak pernah puas. Senantiasa berupaya memonopoli kekuasaan dan memonopoli kekyaaan. "Andaikan anak Adam memiliki sepenuh lembah harta kekayaan, pasti ia ingin sebanya itu lagi, dan tiada yang dapat memuaskan pandangan mata anak Adam kecuali tanah, dan Allah akan memberi taubat, kepada siapa yang tobat (HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik).

Keserakahan tak terkendali merupakan faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Orang serakah taka pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan (monopoli) menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakaibatkan permasalahan ekonomi yang parah (Sayid Mujtaba Musai Lari : "Menumpas Penyakit Hati", 1999:161). Rasulullah mengkhawatirkan, kalau nanti terhampar luas, terbuka lebar kemewahan dan keindahan dunia bagi ummatnya, seperti telah pernah terhampar pada orang-orang dahulu sebelum mereka, kemudian mereka berlomba-lomba sehingga membinasakan mereka, seperti telah membinasakan orang-orang dahulu (HR Bukhari, Muslim dari Amr bi Aauf al-Anshari).

Pola hidup tamak, rakus, serakah melahirkan perilaku hidup mewah, berorientasi pada pemenuhan kebutuhan (syahwat) perut dan kelamin, berorientasi pada privat profit duniawi semata (hubbun dunya wa karihatul maut), serta prilaku hidup cuek, masa bodoh, tanpa mempedulikan halal atau haram, tanpa mempedulikan keadaan sesama, pokoknya asal terpenuhi kebutuhan perut dan kelamin, tak punya rasa malu sama sekali, tak punya rasa kepekaan sosial.

Pola hidup rakus menghalalkan segala cara, termasuk diantaranya mengalalkan riba, menghalalkan harta anak yatim.

Pola hidup pelit, kikir.

Untuk mengamankan harta kekayaan agar tidak susut, agar tidak berkurang, maka diperlukan sikap mental, pola hidup pelit, kikir. Pelit, kikir merupakan kerabat dekat dari tamak, serakah, rakus. Pelit, kikir merefleksikan egois seutuhnya. Senantiasa cemas, kawatir kalau-kalau kekayaan susut, berkurang. Orang kikir merasa seluruh harta kekayaan itu adalah hasil kerja kerasnya dan hasil kecakapannya semata (QS Qashash 28:78). Setan menakut-nakuti akan berkurangnya harta, dan membisikkan agar berbuat kikir (QS Baqarah 2:266). Pikiran orang kikir hanya terfokus, terpusat disekitar materi dan kekayaan. Takut akan berkurangnya harta kekyaannya, sangat mempengaruhi pikiran si kikir. Seorang kikir senantiasa dalam kecemasan dan depresi. Ada suatu hubungan langsung antara kekayaan dan kekikiran. Kebanyakan orang kaya cenderung kikir. Yang menolong orang miskin biasanya dilakukan oleh kalangan menengah, bukan orang kaya. Kekiran punya peran menyulut kejahatan dan perpecahan ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:152-153). Rasulullah mengingatkan ummatnya agar menjaga diri dari sifat kikir, karena sifat kikir itu telah membinasakan ummat-ummat dahulu, mendrong mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan semua yang diharamkan Allah (HR Muslim dari Jabir.

Pola hidup pelit, kikir, bakhil melahirkan perilaku hidup sibuk menabung, menyimpan, berinvestasi melipatgandakan modal kekyaan, sibuk dengan rencana, rancangan, planning, serta perilaku hidup aniaya, sadis, zhalim, monopoli, melindas usaha kecil, tak membiarkan hidup yang akan dapat menjadi saingan.

Pola hidup kikir berupaya menghindar dari perjuangan membela kebenaran, bahkan lari dari medan perang.

Pola hidup sombong

Karena memonopoli kekuasaan dan kekyaan, maka tumbuhlah sifat dan sikap ujub, sombong, pamer diri. Tak pernah berpuas diri, bilamana belum sempat memamerkan kekuasaan dan kekayaan. Si sosmbong merasa seakan-akan semua orang berniat merugikannya. Timbul kebencian dan rasa dendam terhadap masyaakat. Jiwanya tidak bisa tenteram sebelum ia dapat membalas dendamnya. Orang-orang sombong (mutrafin) selalu menantang seruan para nabi dan rasul, dan mencegah orang lain menerima seruan para nabi dan rasul ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:99). Pamer kekuasaan dan pamer kekayaan sangat mengganggu keseimbangan sosial, mengundang kecemburuan sosial.

Pola hidup pamer, sombong, angkuh, congkak melahirkan perilaku hidup ghibah, sibuk dengan gossip dan issu, sibuk bergunjing, sibuk menyalahkan orang, tak pernah mengoreksi diri, serta perilaku keras kepala, kepala batu, tak masuk kebenaran, tak mau menerima nasehat, merasa benar selalu.

Kesombongan itu beragam. Ada kesombongan individual, ada kesombongan kolektif. Bentuk kesombongan individual antara lain bias dilihat dari penampilannya. “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong” (QS 17:37).

Bentuk kesombongan kolektif bias terlihat antara lain pada pembangunan gedong-gedong mewah pencakar langit di tengah-tengah gubuk-gubuk reyot. Juga pembangunan mall-mall di tengah-tengah pasar tradisional.

Keangkuhan, diskriminasi sedemikian akut di kalangan orang-orang cerdas di Iram dari kaum ‘Ad (umat Nabi Hud) hingga tibalah penghancuran akaibat durhaka mereka. Pembangunan gedung bertingkat, menara menjulang merupakan refleksi, indikasi kemegahaan dan keangkuhan (Yusuf Maulana : “Bencana Gedung DPR dan Kaum ‘Ad”, SUARA BEKASI, Edisi, 13 Mei 2010)

Perilaku tercela

Pola hidup sombong melahirkan perbuatan syirik, sihir, membunuh yang tak bersalah, menuduh sembarangan. Rasulullah berpesan agar menjauhi tujuh perbuatan yang membinasakan, yaitu : syirik, sihir, membunuh tanpa hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, menuduh wanita baik-baik berbuat serong.

Rasulullah saw mengingatkan bahwa ada enam perilaku, pola hidup yang berbahaya, yang mengikis pahala. Pertama, sibuk membicarakan cacat cela dan aib sesama. Kedua, kesat, kasar hati. Ketiga, cinta dunia. Keempat, kurang rasa malu. Kelima, panjang angan-angan. Keenam, senantiasa berlaku aniaya (HR Dailami dari ‘Adi bin Hatim).

Rasulullah saw juga mengingatkan dan mengajarkan supaya biasa berdo’a memohon kepada Allah swt agar terhindar, terlepas dari pola hidup, perilaku sial yang membahayakan diri pribadi, maupun hidup bersama. Antara lain prilaku risau, gundah gulana. Perilaku suka bersedih. Perilaku lemah, tak bergairah, tak bersemangat. Perilaku malas, suka menganggur. Perilaku bakhil, kikir, pelit. Perilaku mudah cemas, kawatir, takut. Takut terhindik, takut tersaingi. Takut celaa, takut cacian. Perilaku suka berhutang. Perilaku gampang tergoda oleh kemewahan dunia (HR Bukhari dari Anas). Perilaku risau, suka bersedih, tak bersemangat, malas bisa saja lahir, datang, tumbuh akibat kegagalan dalam merancang investasi, akibat angan-angan yang tak dapat terwujud. Perilaku takut tersaingi, juga perilaku suka berhutang, bisa saja lahir, datang, tumbuh dari dorongan pamer diri, akibat hawa pantang kerendahan, nafsu pantang kekurangan. Pokoknya semua halal, tak ada yang haram, asal sesuai dengan hawa nafsu. Semuanya berpangkal pada pola hidup, perilaku yang berorientasi pada privat profit duniawi semata.

Pesan moral, pesan agama, bahwa pola hidup tamak, rakus, seakah, pola hidup pelit, kikir, kedekut, pola hidup sombong, congkak, angkuh, pamer, dan yang semacam itu mengundang kekacauan, kerusuhan, memicu konflik, bentrokan, sudah masanya disampaikan, dikemas, diterjemahkan dalam multi bahasa, dalam bahasa sosio-budaya, dalaqm bahasa sosio-ekonomi, dalam bahasa sosio-politik, dalam bahasa sosiologi. Kami – kata Rasulullah – diperintahakan supaya berbicara kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka masing-masing (M.Natsir : "Fiqhud Dakwah", 1981:162).

Sudah sa’atnya dijelaskan secara lugas, gamblang tentang bahaya rakus, tamak, serakah, bahaya kikir, pelit, kedekut, bahaya angkuh, congkak, sombong, pamer dan baahaya perilaku tercela lai, baik terhadap diri dan masyarakat secara sosiologis dan ekonomis.

Sudah sa’atnya dakwah memusatkan diri menyampaikan tuntnan-panduan Islam daalam upaya mencegah timbulnya konflik sosial, baik konflik vertikal (antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat), maupun konflik horizontal (sesama rakyat, sesama penguasa, antara eksekutif dan legislatif). Menyampaikan ajaran "salam" yang dapat membuahkan kasih sayang secara konkrit.

Kekancuran Tata Nilai, Tata Niaga, Tata Negara

Pola hidup rakus, pola hidup kikir, pola hidup sombong merupakan biang kehancuran tiga Tata Ni, kehancuran Tata Nilai, kehancuran Tata Niaga, kehancuran Tata Negara. “Maka betapa banyak negeri (township) yang telah Kami binasakan/hancurkan karena (penduduknya) dakam keadaan zalim (sinful), sehingga (bangunannya) runtuh/robh (terbalik) menimpa atapnya, dan (betapa bayaknya pula) sumur (sumber air) yang telah ditinggalkan dan istana megah yang menjulang tinggi (yang tidak ada lagi penghuniny) (QS 22:45).

Dari ayat tersebut dipahami, betapa banyak negeri yang telah dimusnahkan Allah penduduknya karena mereka berbuat zalim, berbuat dosa, berbuat durhaka, berbuat maksiat, sehingga bangunan/rumahnya terbalik, sumber air (sumber ekonominya), istana (gedung kerajaannya) tak terurus lagi, bagaikan “nagari dialahkan garudo”, menjadi negeri mati yang menyisakan puing-puing. Penduduk yang telah dimusnahkan itu, kemudian diganti Allah dengan penduduk yang baru.

“Dan berapa banyak (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami jadikan generasi yang lain setelah mereka itu (sebagai penggantinya” (QS 21:11). “Kami binasakan mereka karena dosa-dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan generasi yang lain, setelah generasi mereka” (QS 6:6). Umat Nabi Nuh, kaum ‘Ad (umat Nabi Hud), karena berbuat zalim, aniaya, dosa, durhaka, maksiat dibinasakan, dihancurkan, dimusnahkan Allah dan “Kemudian setelah mereka, diciptakan Allah umat yang lain” (QS 23:31; 23:42).

Dalam konteks kekinian, letusan gunung Krakatau di Selat Sunda, Gempa bumi di Padang Panjang, gelombang tsunami di Aceh, semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, gempa bumi di Padang Pariaman apakah disebabkan karena penduduknya berbuat zalim, aniaya, dosa, durhaka, maksiat, dan apakah sempat memusnahkan satu generasi ?

(Asrir BKS1005201145)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home