Kemenangan pemelintir ajaran Islam
Dulu, nama-nama firqah, kelompok Islam antara lain Qadariah, Shifatiah, Khawarij, Syubhah, Haruriah, Jahmiah, Murjiah, Rafidhah, Jabariah, dan lain-lain (Simak Syahrastani, Ibnul Jauzi). Kini, nama-namaa firqah, kelompok Islam itu antara lain Fundamentalis, Moderat, Tradisional, Liberal, dan lain-lain. Semuanya dapat dikembalikan kepada Pembela Kebenaran (firqah najiah) dan Pembela Kesesatan (firqah dhallun wa mudhillun). Sepanjang masa terjadi Psywar (ghazwul fikr) antara keduanya. Pembela Kesesatan menggunakan pola tadhlil, taswis, tasykik, tasywih, tagrhib, tadzhib, dan lain-lain.
Ajaran Islam sangat lentur, sangat elastis. Dapat dipelintir, diputar kemana suka. Bisa dipelintir ke komunis, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham komunis. Islam dipelintir ke nasionalis, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham nasionalis. Islam dipelintir ke pancasilais, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham pacasialis. Bisa dipelintir ke kapitalis, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham kapitalis.
Bahkan iblis, setan dipandang paling bertauhid. Islam dikondisikan tak punya musuh. Semua adalah saudara, kawan, kamerad, termasuk iblis, setan, komunis, kapitalis. Tak ada musuh meskipun secara ideologis, politis. Ajaran Islam itu mepunyai sifat rahmatan lilalamin. Dunia ini milik semua. Amerika Serikat, Israel dan sekutunya adalah kawan, kamerad. (Simak antara lain KORAN TEMPO, Sabtu, 1 Juni 2010, halaman A5, Nasional : “PKS :Kedekatan dengan Amerika Kebutuhan”).
Konsep “rahmatanlil’alaman” tidaklah seperti yang dipelintir itu. Konsep kebebasan, kemerdekaan dalam Islam adalah penghambaan diri hanya kepada Allah, penguasa alam semesta, berdaulatnya Hukum Allah. Mengacu kepada konsep itu, maka Islam haruslah untuk semua.
Konsep masyarakat Islam dciptakan Allah untuk kebahagiaan seluruh alam, tidak haya terbatas untuk umat Islam. Karena itu yang harus berdaulat adalah Hukum Isam. Islam membawa sistim yang dapat membawa ketenangan jiwa, keteteraman hati, ketertiban dan ketenteraman masyarakata. Islam adalah sistim untuk semua orang.
Dengan melaksanakan sistim kemasyarakatan Islam tidaklah berarti penguasaan umat Islam atas umat lain. Tetapi berdaulat, berkuasanya hukum, ajaran Allah, Raja manusia, Tuhan manusia, Tuhan alam semesta (Simak Musthafa asSiba’I : “Sistem Masyarakat Islam”, 1987:1,20).
Tak ada keterbukaan mutlak. Hanya ada keterbukaan nisbi, dibatasi oleh syarat tertentu. Adakalanya dibatasi oleh usia, umur, kesehatan, kecakapan, keahlian, lokasi, tempat dan bermacam ragam surat resmi. Bahkan sistim protokoler memperlihatkan batasan yang dibuat-buat, yang diada-adakan.
Iblis, setan, khannas berwujud manusia berhasil mendorong, menggiring kalangan Nahdiyin ke dalam parpol terbuka (sekuler, plural, liberal) PKB, menggiring kalangan Muhammadiyah ke parpol terbuka PAN, menggiring Majlis Taklim ke dalam Parpol terbuka PKS. Kini tak ada lagi yang berkeinginan, berupaya tegaknya Hukum Islam. Semuanya di bawah kendali Hukum Iblis.
Ajaran Islam dipelintir , digiring ke dalam jaringan Pluralisme, Liberalisme, Inklusivisme, Sekularisme dengan menggunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqih, bahwa ajaran Islam itu sesuai dengan paham Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme, Inkusivisme, sehingga ormas, parpol, Negara hanya berdasarkan Pancasila.
Politisi Mahfudz Sidik dari PKS dalam TARBAWI, Edisi 182, 3 Juli 2008, halaman 50-52, secara mempesona, memukau menggiring pembaca masuk ke dalam jaring Pluralisme, Liberalisme, Inklusivisme dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqih secara manipulatif. PKS, PAN, PKB menolak Islam sebagai dasar ormas, parpol, negara.
“Dunia ini milik bersama, bukan milik satu golongan”, bahkan juga milik iblis, setan, khannas. “Ajaran Islam mempunyai sifat rahmatan lil’alamin”, tak ada musuh. Semua adakah saudara, kawan, kamerad, termasuk Fir’aun, Qarun, Haman masa kini. Adalah suatu keniscayaan untuk saling dekat mendekati antara sesama saudara, kawan, kamerad. Sungguh pintar iblis, setan, khannas mempelintir ajara Islam (Simak KORAN TEMPO, Sabtu, 19 Juni 2010, hal A5, Nasional : “PKS : Kedekatan dengan Amerika Kebutuhan”)
Ajaran Islam tentang persamaan juga dipelintir. Padahal Islam menempatkan sesuatu pada tempatnya yang pantas. Menyamakan sesuatu pada yang pantas disamakan. Membedakan sesuatu pada yang pantas dibedakan. Dalam ketaqwaan, Islam tak membedakan gender, etnis. Dalam warisan, kepemipinan (wala), pertemanan (bithanah) Islam membedakan antara pria dan wanita, antara yang Islam dan yang bukan IslamYahudi, Nasrani, Zinonis, Komnis, dll.
Islam sangat tak suka mempelintir yng sudah terang (muhkamat) menjadi yang kabur (mutasyabihat)dMembuat hal-hal yang sudah diyakini (qaht’i), yang sudah disepakat (ijma’) menjadi hal-hal yang diperdebatkan, yang dperselsihkan. Mepelntir yang sudah terang menjadi yang kabur adalah merupakan fitnah(bahaya) terbesar yang dihadapi Islam.
Deislamisasi, Deformalisasi Syari’at Isam bergandengan dengan mepelintir yang muhkamat, yang sudah jelas, yang sudah pasti menjadi yang mutasyabihat, yang diragukan, yang abu-abu. Orag-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mecaricari takwilnya” (S 3:7). Waspadalah terhadaa rayuan, aktivitas pemelintir ajaran Islam.
(Asrir BKS1004291730)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home