Salafiyyun bukan Salafus Shaleh
�Saya bukan Marxis� kata Karl Marx (Muhammad Hatta : �Ajaran Marx�, 1975:7). AlImam Abul hasan AlAsy�ari berlepas diri dari kaum Asy�ariyin (Abudl Hakim bin Amir Abdat : �Risalah Bid�ah�, 2001:115). AlAsy�ariyyah tidak termauk Ahlus Sunnah wal Jama�ah (ASSUNNAH, Edisi 06/VIII/1425H/2004M, hal 39).
ASSUNNAH Edisi 06/VIII/1425H/2004M tampil dengan mengangkat topik �Salafiyah & Solidaritas�, mengemukakan bahwa Salafiyyin dituding �tidak peduli terhadap kondisi kaum Muslimin yang dipecundangi musuh�, �tak memiliki solidaritas�, �tak pernah memberikan respon cepat terhadap situasi yang sedang berkembang di masyarakat�, �cenderung anti jihad dan terkesan mengembosi�, �hnya berkutat dengan masalah tauhid, alQur:an, Hadits, hukum-hukum dan caci maki dan hujatan terhadap golongan-golongan kaum pergerakan. Tak peduli terhadap perjuangan kaum Muslimin, bahkan memojokkannya�, �tidak realistis�, �tidak memahami sikon�, �terkontaminasi dengan pemikiran Murji:ah� (yang anti Khawarij dan Mu�tazilah, yang menetapkan pelaku maksiat : zina, curi, minum khamar; tidak dikafirkan selama tidak menghalalkannya, yang tidak menghakimi pelaku maksiat selama mereka tidak menghalalkannya).
Namun ASSUNNAH sama sekali tak menyangkal tudingan miring itu secara tegas, tepat dan jitu. Malahan seluruh tulisan ASSUNNAH mengesankan mendukung, mengukuhkan, membenarkan bahwa Salafiyyin tidak memberikan respon cepat terhadap situasi yang berkembang di masyarakat�, �Tidak peduli terhadap kondisi Muslimin yang dipecundangi musuh; � tak memiliki kepedulian dan kepekaan sosial�, �hanya berkutat dengan masalah tauhid, Qur:an, Hadits, hukum, serta hujatan kepada sesama Muslim�, �cenderung anti jihad dan terkesan mengembosinya�. Dengan kata lain Salafiyyin (Salafiyanisme) bukan Salafus Shaleh (Salaf asShaleh).
Salafiyyin sangat sibuk memperhatikan masyarakat, memperbaiki perkara-perkara yang menyimpang, yang menyelisihi syari�at, menjelaskan kebenaran kepada masyarakat. Dengan kata lain Salafiyyin sibuk menghujat mereka yang tak sepaham dengannya. Namun para Sahabat Rasulullah saw yang AsSabiqunal Awwalun, yang Salafun Shaleh utama, disamping memiliki kepekaan spiritual yang tinggi, juga memiliki kepedulian dan kepekaan sosial yang tinggi. Mereka ikut terjun terlibat langsung memperbaiki kondisi masyarakat secara menyeluruh, baik mental spiritual (akidah) maupun fisik material (amal sosial). Beramal dengan rezki yang diberikan Allah. Menganjurkan amar makruf nahi munkar. Menolong sesama yang lapar. Menolong sesama yang teraniaya. Ikut berjuang berjihad fi sabilillah. Takut jadi mushallin yang celaka, yang tak peduli akan nasib orang terlantar (QS 107:1-7). Sangat peduli akan nasib orang terlantar (QS 90:11-20).
Salafiyyin memberikan perhatian terbesar dalam masalah tauhid, melarang kesyirikan, mengajak menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan seluruh kewajiban dan menjauhi segala larangan. Namun para shahabat Rasulullah saw yang AsSabiqunal Awwalun, yang Salafus Shaleh, di samping mengajak bertauhid, melarang kesyirikan, menegakkan shalat, menunaikan akat, juga secara aktif merubah kemunkaran dengan tangan. Barulah jika tidak mampu dengana tangan, merubahnya dengan lisannya. Secara bersama-sama ikut dalam pertahanan bela agama, menyiapkan infanteri, kavaleri, arteleri, strategi, logistik yang dapat menggentarkan musuh Allah dan musuh Muslimin (QS 8:60). Bukan jadi komunitas buih, komunitas loyo, komunitas yang dilecehkan, dipandang enteng, yang tidak disegani, yang tidak ditakuti lawan.
Salafiyyin sangat memperhatikan masalah jenggot, memanjangkan kumis, bercakap-cakap dengan bahasa orang kafir, gaya berpakaian, tatacara makan dan minum. Islam Liberal, penantang Salafiyyin yang sangat ekstrim, mengemukakan bahwa misi Islam yang dianggapnya paling penting sekarang adalah bagaimana menegakkan keadilan di muka bumi, terutama di bidang politik dan ekonomi (juga di bidang budaya), bukan menegakkan jilbab, mengurung kembali perempuan, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana, dan tetek bengek masalah yang menurutnya amat bersifat fueru�iyah (KOMPAS, Senin, 18 November 2002, �Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam�, oleh Ulil Absar-Abdalla).
Sayyid Qutub (Quthbiyyin dalam terminologi Salafiyyin) mengemukakan bahwa para shahabat Rasulullah saw, AsSabiquan Awwalun, Generasi Qur:ani, Salafus Shaleh, memandang AlQur:an bukan untuk tujuan menambah pengetahuan atau memperluas pandangan, tetapi untuk menerima perintah Allah tentang urusan pribaddinya, tentang urusan golongan dimana ia hidup, untuk segera dilaksanakan seelah mendengarnya (�Petunjuk Jalan�, hal 14).
Salafiyyin mengingatkan bahwa sangat tidak bijaksana mengoreksi dan mengkritik kekeliruan para pemimpin melalui mimbar-mimbar terbuka, tempat-tempat umum aaupun media massa, baik elektronika maupun cetak. Namun mereka yang dianggap oleh Salafiyyin tidak mengikuti manhaj salaf (bukan pengikut Salafus Shaleh), seperti Hasan alBanna, pada bulan Rajab 1366H elah mengirimkan surat kepada Raja Faruq-I (Penguasa Mesir dan Sudan), para raja dan amir negara-negara Islam, para politisi, tokoh-tokoh dan negarawan negara-negara Islam (termasuk juga tokoh-tokoh agama). Sjafruddin Prawiranegara SH, pada 7 Juli 1983M mengirimkan surat kepada Soeharto (Presiden Republik Indonesia), perihal �Pancasila sebagai asas tunggal�. Hamka juga mengirimkan surat kepada Soeharto, perihal �Aliran Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa�.
Salafiyyin seperti juga Khawarij dan Mu�tazilah sibuk mempersoalkan kedudukan pelaku maksiat, menentukan tempat mereka, mengkapling-kapling neraka, seolah-olah mereka yang berkuasa. Sedangkan shahabat Rasulullah saw, asSabiqunal Awwalun, Salafus Shaleh utama, sangat menghindari perbuatan maksiat dan tidak memperosoalkan kedudukan pelaku maksiat. Yang terlanjur melakukan perbuatan maksiat, siap menerima sanksi hukum yang ditetapkan Allah dan Rasulnya. (BKS0410100500) 1
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home