Reformasi Sikap Mental
Buletin DAKWAH DDII, No.35 Th XXXI, 27 Agustus 2004M, menampilkan �Tiga Perilaku Tercela : Asosial, Khianat, Obral Sumpah�. Pembahasannya, pemaparannya dari tekstual ke kontekstual, dari teologis ke sosiologis. Atau meminjam istilah �Islam Emansipatoris� Very Verdiansyah, dari teosentris ke antroposentris (Buletin Jum�at ANNADHAR, Edisi 39, 10 September 2004M).
Dalam upaya memasyarakatkan reformasi mental, Dr Muhammad Ali AlHasymi dalam bukunya �Menjadi Muslim Ideal� (1999) membahas, memaparkan tentang : Perilaku terhadap Tuhan. Perilaku terhadap diri sendiri. Perilaku terhadap oangtua. Perilaku terhadap anak-anak. Perilaku terhadap keluarga. Perilaku terhadap tetangga. Perilaku terhadap teman. Perlaku teradap masyarakat.
Sayid Mujtaba Musawi lari dalam bukunya �Menumpas Penyakit Hati� (1999) membahas, mengupas entang sikap mental dari cara tekstual ke kontekstual, dari cara teologis ke sosiologis. Antara lain membahas, mengupas tiga sumber utama pemicu terjadinya kekacauan, malapetaka : memperturutkan hawa nafsu, memenuhi seruan kikir, ujub-sombong-pamerdiri.
Media dakwah dan pelaku dakwah diharapkan untuk dapat secara serius dan terus menerus mengupas, membahas, memaparkan tenang reformsi sikap mental, dari negatip ke positip, dari akhlak tercela ke akhlak terpuji. Pembahasan, pemaparannya hendaknya dari tekstual ke kontekstual, dari teologis ke sosiologis. Dakwah pencegahan, dakwah nahi munkar didahulukan dari dakwah amar makruf. �Nahi munkar secara luas menyangkut penolakan pada semua bentuk kemunkaran, ermasuk kemunkaran yang berwujud penyimpangan, pelecehan, penyalahgunaan wewenang dan sejenisnya (REPUBLIKA, Sabtu, 24 Januari 1998, �Politik Amar Makruf Nahi Munkar�, oleh Rosdiansyah).
Kolusi dan Korupsi merupakan manifestasi dari kemunkaran ekonomi yang sudah dianggap biasa dalam memperlancar bisnis. Represitas, otorianisme dan intervensionistik dapat dipandang sebagai wujud dari kemunkran sosial politik yang sudah dianggap halal untuk menjaga stabilitas. Eufemisme, permisi, nepotisme adalah corak dari kemunkaran budaya yang dianggap wajar.
Kemunkaran melembaga yang sudah masuk ke dalam struktur perekonomian, sosial-politik, dan kebudayaan harus dipisahkan dari sistim yang ada. Ini merupakan tanggungjawab dari masyarakat yang merupakan pelaku sistim (idem).
Sistem yang menghasilkan makruf atau munkar merupakan sistem yang merujuk pada sapa yang menguasai kehidupan masyarakat. Ukuran kemakrufan dan kemunkaran legislatif dan eksekutif bih bersumer ada �the human dimension�, dan bukan semata �the divine dimension�, lebih bersumber pada dimensi sosiologis, dan bukan semata dimensi teologis (idem).
Sehubungan HR Bukhari, Muslim dari Anas yang meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersada : �Siapa ingin dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya, hendaklah bersilaturrahmi�, bagaimana pembahasannya, penjelasannya, baik secara tekstual maupun secara kontekstual, baik scara teologis maupun secara sosiologis.
Juga HR Tirmidzi yang meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda : �Pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat ke surga, jauh dari neraka. Dan kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dekat ke neraka. Yang jahil tapi pemurah lebih disayangi Allah dari yang ahli ibadat tapi kikir� (�Mukhtar alAhadits anNabawiyah�, hal 100, hadis no.682). Bagaimana uraian bahsannya, baik secara tekstual maupun kontekstual, baik secara teologis maupun sosiologis.
Kalau tak akan mampu menyampaikan Nahi Munkar, jangan sekali-kali ikut bersama-sama dengan mereka-mereka yang menantang ayat Allah, yang mempermain-ainkan ayat Allah (QS 4:140, 6:68, �Tafsir Ibnu katsir�, juzuk I, hal 566-567). Disamping secara tekstual, secara teologis, maka ayat-ayat Qur:an seperti itu juga harus dipahami secara kontekstual, secara sosiologis. Di mana pun hadir, tampil, harus melakukan nahi munkar, bila terlihat kemunkaran, bila tak mampu, tinggalkanlah tempat itu.
(BKS0409161230)
1
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home