Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Monday, November 10, 2008

Umat Islam Indonesia ini hendak kemana ?
Apa yang diperjuangkan pemimpin-pemimpin umat Islam Indonesia ini ? Untuk mencari jawaban pertanyaan ini, barangkali dapat ditelusuri dari perjuangan beberapa pemimpin yang dapat dikwalifikasikan/dipandang mewakili pemimpin-pemimpin umat Islam Indonesia. Antara lain Pangeran Diponegoro di Jawa yang memperjuangkan terbentuknya negara berdaulat (merdeka) di bawah pimpinan seorang Amirul Mukminin. Kedua, Tuanku Imam Bonjol dengan kaum Paderinya di Sumatera yang memperjuangkan lenyapnya adat (ideologi lokal) dan menggantinya dengan aturan-aturan agama (Islam). (Anwar Sanusi : "Sejarah Indonesia" III, 1951:50,62). Ketiga, pemimpin ummat Islam Indonesia dalam sidang BPUUPKI (seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, dr Soekiman wirjosanjojo, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Wahid Hasyim) memperjuangkan Islam sebagai dasar negara (Agama negara adalah Islam dengan menjamin kemerdekaan orang-orang beragama lain untuk beribadat menurut agamanya masing-masing. Presiden ialah orang Indonnesia asli dan beragama Islam) (ESTAFET 12, 10-1986:24-25, Prof.JHA Logemann : "Keterangan-Keterangan Tentang Terjadinya UUD-1945", hlm 21). Keempat, pemimpin-pemimpin umat Islam Indonesia dalam sidang Konstituante hasil pemilu 1955 yang memperjuangkan agar redaksional Pembukaan UUD-45 dikembalikan seperti konsensus semula yaitu seperti dalam Piagam Jakarta. Perjuangan tersebut tak berhasil. Kenapa ? Karena Islam itu belum mengakar. Belum ada badan, tubuh, kaki, tangan, bagian, anggota yang mendukung, yang menyangga. Belum dapat hidup, meskipun sudah ada kepala. "Kita, berkata, 90% dari pada kita beragama Islam, tetapi lihatlah dalam sidang BPUUPKI, berapa persen yang memberikan suaranya kepada Islam ? Hal ini adalah salah satu bukti, bahwa Islam belum mengakar, belum hidup-sehidupnya di dalam kalangan rakyat (Indonesia)" ungkap Ir Soekarno dalam Pidato Lahirnya Pancasila (1947:31).

Manusia dalam hidupnya bisa bertukar warna (haluan) dari bergerak maju (revolusioner) ke bergerak mundur (konservatif-reaksioner), dan sebaliknya. Presiden Soekarno tak luput dari ini. Beliau tergoda dengan pujian, sanjungan, gelar kehormatan, nikmat kekuasaan. Tak ada pemerintah yang dengan sukarela membatasi sendiri kekuasaannya. Pemerintah hanya mau memberikan hak-hak politik kepada anggota masyarakat, kalau dinilai masih sesuai dengan kepentingannya dan tidak membahayakan kekuasaannya (PANJI MASYARAKAT 447, 21-10-1984:47-48). Ketika sidang Konstituante masih belum tuntas berhasil mengambil kesepakatan, Presiden Soekarno segera membubarkan Konstituante dan menyatakan kembali ke UUD-45 serta membentuk Kabinet Presidentil. Dengan Kabinet Presidentil memungkinkan terwujudnya suatu kepemimpinan nasional yang kuat. Presiden bisa bertindak mengangkat dan memberhentikan para Menteri yang merupakan pembantunya. Sedangkan Parlemen tak kuasa menjatuhkan Presiden (Soegiarso Soerojo : "Siapa Menabur Angin" 1988:101-102). (UUD-45 lebih besar memberi kekuasaan pada bidang eksekutif, sedangkan UUDS-50 lebih besar memberi HAM pada warganegara).

Dalam pandangan Hamka, ummat Islam wajib berikhtiar agar Islam dalam keseluruhannya berlaku pada masing-masing pribadi, lalu kepada masyarakat, kemudian kepada negara. Selama hayat dikandung badan, harus berjuang terus agar Islam dalam keseluruhannya dapat berdiri dalam kehidupan. Jangan sampai mengakui bahwa ada satu peraturan lain yang lebih baik dari peraturan Islam ("Tafsir al-Azhar" II, 1983:174)..

"Jika ada jami’ah atau wadah ummat Islam yang mencita-citakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan ahlussunnah wal jam’ah di tengah-tengah kehidupan di dalam wadah negara RI yang berlandaskan Pancasila dan UUD-45, agaknya bukan sesuatu yang belebihan". "Sama sekali bukan pengkhianatan terhadap konstitusi 1945 yang pemberlakuannya kembali melalui Dekrit 5 Juli 1959". Dalam konsideran Dekrit Presiden 5 Juli 1959 secara tegas dinyatakan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD-45 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut, ujar M.Said Budairy (REPUBLIKA, 18-8-1996:2).

Dalam BPUUPKI, Ir Soekarno menyeru pemimpin-pemimpin ummat Islam Indonesia bekerja sekeras-kerasnya untuk menggerakkan segenap rakyat, mengarahkan sebanyak-banyaknya pemuka-pemuka, utusan-utusan Islam duduk dalam badan perwakilan rakyat, sehingga hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu hukum Islam pula.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home