Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Monday, November 10, 2008

Menuju Indonesia Adil Makmur


Setelah membaca KOMPAS, Sabtu, 24 Januari 2004, yang antara lain berjudul "Mochtar Pabotinggi : Kembalikan Kedaulatan Rakyat" (hal 8), "Kebijakan di Sektor Industri Tak harmonis" (hal 1), "Sarapan Paling Penting" (hal 40), "Indonesia itu Penting" (hal 36), "Para Ahli Indonesia" (hal38), "Cina Melihat Indonesia" (hal 35), "Cendekiawan Jerman dalam Kebudayaan Indonesia" (hal 33), "Mengembalikan Episteme Reformasi" (hal 34), terbesit harapan kiranya KOMPAS membuka satu rubrik "Menuju Indonesia Adil Makmur". Persilakan kepada Mochtar Pabotinggi, Chatib Basri, Faisal Basri, Sulastomo, Nur Hidayat Wahid dan lain-lain untuk menuangkan pemikirannya dalam rubrik tersebut secara berkala dan kontinu.


Sesuai dengan tuntutan masanya, Ir Soekarno tampil dengan pemikirannya yang cemerlang "Menuju Indonesia Merdeka" (1932), dan Tan Malaka lebih dahulu dalam "Menuju Republik Indonesia" (1924). Namun untuk masa kini masih belum muncul pemikiran yang cemerlang "Menuju Indonesia Adil Makmur", padahal Indonesia sangat membutuhkan pemikir idealis untuk menuntun "Menuju Indonesia Adil Makmur". Semoga.




Masyarakat Adil dan Makmur


Kemakmuran, keadilan, ketenteraman, keamanan masih tetap saja tinggal sebagai impian, dambaan, harapan bagi orang banyak. Sudah lebih lima puluh tahun merdeka, baik masa ORLA, maupun masa ORBA, hanya segelintir orang tertentu yang sempat berhasil mereguk, mengenyam kemakmuran, keadilan, ketenteraman, keamanan tersebut. Hanya mereka itulah yang sempat menikmati kekayaan milyaran, bahkan triliyunan untuk ratusan turunan. Selebihnya tetap saja kere, jembel, kuli (ada yang berdasi, dan ada yang tidak dari proyek-proyek konglomerat. Walaupun demikian, perjuangan tak pernah berhenti untuk meraih kemakmuran lahir batin, keadilan dalam politik-ekonomi-hukum-sosial-budaya, bersih dari kolusi, komisi, konspirasi, ketenteraman dan keamanan keluarga dan masyarakat.

Untuk menuju masjarakat adil dan makmur itu, Islam memberikan tuntunan agar senantiasa menyimak, memperhatikan, mengikuti, menjalankan tuntunan agama yang disampaikan oleh para ulama berupa keharusan berbuat kebajikan dan larangan berbuat tindak kejahatan. Tidak meremehkan, mengabaikan para ulama, apalagi membatasi gerak dakwahnya atau mencekalnya, atau menjadikan wejangannya sebagai bahan lawakan.


Berikutnya, lebih memusatkan perhatian pada pembangunan mental spiritual (moral), dan bukan terlalu terfokus pada pembangunan fisik material (ekonomi). Islam lahir, tampil membawa pesan/amanat untuk lebih mengutamakan perbaiakan budi pekerti (akhlak), bukan untuk lebih mengutamakan perbaikan penampilan fisik jasmani. Memang Islam juga mendorong untuk berusaha mencari rezki sekuat tenaga, tetapi harta-kekayaan yang lebih dari kebutuhan hendaknya diberikan kepada orang-orang yang melarat (QS2:219). Islam tidak menyukai menumpuk-numpuk kekayaan, apalagi untuk foya-foya, bahkan untuk ratusan turunan. Sesungguhnya kelebihan harta itu menurut riwayat Ali bin Abi Thalib – hanyalah milik orang lain yang disimpan. Jangan membuat tempat timbunan kekayaan, yang – menurut riwayat Tirmizi – akan menyebabkan cinta pada dunia.


Sebagai orang bersaudara, Islam juga tidak menyukai sealing bersaing dalam mencari rezki. Islam menuntun agar saling tolong menolong, saling bantu membantu dalam kebaikan. Termasuk tolong menolong mencarikan jlan keluar mengatasi kesulitan permodalan, tenaga kerja, pemasaran, manajemen.


Tuntunan Islam yang disampaikan Rasulullah saw antara lain bahwa "Apabila kaum Muslimin membenci ulama mereka, menonjolkan pembangunan pasar mereka, dan saling berkelahi untuk mengumpulkan uang, maka Allah swt menimpakan kepada mereka empat perkara : musim pacekelik, kezhaliman penguasa, pengkhianatan penegak hukum, dan serangan dari musuh" (HR Hakim dari Ali bin Abi Thalib, dalam "Koreksi Pola Hidup Umat Islam", 1986:46).


Dari QS 7:96, 5:65-66, 24:55, 65:2-3 dipahami, bahwa masyarakat adil makmur, penuh berkah, kemajuan IPTEK-sosial-ekonomi, jadi tuan di negeri sendiri, adalah masyrakat IMTAQ, masyarakat Islami, masyarakat yang rela diatur oleh aturan Allah. Yang Yahudi rela diatur dengan Taurat. Yang Nasrani rela diatur dengan Injil. Yang Islam rela diatur dengan Qur:an (QS 5:44-50,66). Semoga saja sudah ada yang sukses berhasil membentuk masyarakat IMTA di lingkungan RT, RW, Desa, sekolah, madrasah, masjid, kampus, kantor, pabrik, pasar, komplek pemukiman, dan lain-lain.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home