Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Monday, November 10, 2008

Menyoal konsistensi dakwah

Pada perdebatan Konstutante (1956-1959) ada dua pihak. Pertama, pihak Islam yang menuntut kembalinya tujuh kata tentang kewajiban melaksanakan syari’at Islam bagi pemeluknya ke dalam Pembukaan UUD-45 seperti asalnya dalam Piagam Jakarta. Kedua, pihak nasionalis sekuler netral agama yang menantang dan menolaknya. Pemungutan suara dilakukan tiga kali. Hasilnya, tidak ada pihak yang mencapai dua pertiga suara (SABILI 6-VIII:33).

Untuk Sidang Tahunan MPR-2000, Badan Pekerja MPR mempersiapkan empat alternatif (opsi) bagi amandemen ayat 1 pasal 29. Pertama, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Ketiga, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan ajaran agama bagi masing-masing pemeluknya. Keempat berdasarkan Pancasila (idem 6-VIII-20).

Mutammimul ‘Ula, anggota Fraksi Reformasi dari Partai Keadilan menambahkan lagi khilafiyah (opsi) kelima, Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan Islam (tanpa syari’at) bagi pemeluknya. Alasan ijtihadnya, bahwa syari’at berkaitan dengan fiqih (maunya tak berkaitan dengan fiqih). Juga dalam al-Qur:an tak ada kata syari’at, yang ada kata syar’iah (apa sih beda substansinya antara akhiran t dan h ?). Dan yang diperintahkan adalah aqimuddin, bukan menegakkan syari’at Islam (idem 6-VIII:26).

Menurut Dr Daud Rasyid Sitorus MA (Anggota Dewan Syar’iah Partai Keadilan ?) bahwa kendati Partai Keadilan berada dalam satu Fraksi dengan PAN, seharusnya Partai Keadilan mengomandoi perjuangan amandemen pasal 29 UUD-45 ini agar sesuai dengan Piagama Jakarta (idem 6-VIII:25).

Bahkan orang-orang muda semacam Mutammimul ‘Ula, Daud Rasyid Sitorus, Yusril Ihza Mahendra, Eggi Sujana (idem 6-VIII:9), dll, sebaiknya berada dalam satu saf, satu barisan, satu front perjuangan bagi tegaknya hukum Allah sebagai hukum positif.

Untuk mencapai suara terbanyak (walaupun tidak sampai dua pertiga), maka pemunguan suara bagi ke-empat opsi (alternatif) yang disiapkan Badan Pekerja MPR tersebut sebaiknya dilakukan sampai tiga kali.

Namun harapan tersebut tak pernah tercapai. Menurut Prof Dr Deliar Noer, ini disebabkan oleh karena kondisi riil kalangan Islam tidak konsisten dalam pendiriannya (idem 6-VIII:33). Dan juga, menurut DR Daud Rasyid Sitorus MA, karena umat Islam sering tidak mempunyai rencana yang matang untuk menghadapi masa depannya (idem 6-VIII:24). Disamping tak istiqamah (konsisten dan konsekwen), tak punya planning, pun tak ada keseriusan. Bahkan SABILI sendiri tak menunjukkan keseriusan dan kegigihan.

Beberapa waktu yang lalu, SABILI memang pernah menggugat berhala Pancasila (idem 26-VIII). Namun SABILI (bahkan sampai Sidang Tahunan MPR-2000) tak pernah secara gigih, serius, berkesinmbungan menjelaskan kelemahan dan kekuatan UUD-45 dengan Pancasilanya (baik mengenai HAM, Hak Prerogatif Presiden, Alat Perlengkapan Negara, Alat Pertahanan Negara, Alat Keamanan Negara, Kewajiban Kepala Negara, Penyidangan Pejabat Negara, dan lain-lain).

Juga SABILI tak pernah secara serius berkesinambungan menyajikan uraian/kajian yang meyakinkan akan keunggulan keadilan syari’at Islam secara aktual, baik teoritik, maupun empirik, yang sekaligus mencakup uraian/kajian mengenai penanganan ekonomi, moral, hukum secara serempak menyeluruh.

Meskipun menyatakan bahwa tiras SABILI yang lebih dari 100 ribu eksemplar saat ini tak akan membuat cepat berpuas diri (idem 25-VII:2), namun tak dapat dipungkiri terbersit kebanggaan bahwa tiras SABILI sudah menembus angka 100 ribu (idem 19-VII:2).

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home