Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Tuesday, October 07, 2008

Menggugat kapitalistik

Kondisi social masyarakat seharusnya (dasSollen) juga ditangani secara sosiologis, tak hanya dengan teknokratis-teknologis.

Petunjuk hidup yang termaktub dalam alQur:an seyogianya juga dipahami secara sosiologis, tak hanya sebatas teologis. Namun tetap teosentris dan bukan antroposentris.

Selama era Orde Baru, kondisi social masyarakat hanya ditangani secara teknokratis-teknologis.

Orde Baru dengan sembilan jalur pembangunannya memperlebar jurang antara yang kaya dengan yang miskin, bukan memeratakan kesejahteraan.

Selama Orde Baru yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.

Kondisi social masyarakat masa kini adalah hasil akselerasi pembangunan model Orde Baru yang mengacu pada model teknokrat Berkley.

Masa kini adalah masa transisi, masa peralihan dari masyarakat desa ke masyarakat kota.

Dalam masyarakat desa, hubungan antara warganya bersifat solid, padu, erat (gemeinschaft), homogen (baik keturunan, kepercayaan, keahliam, kesetiaan).

Dalam masyarakat kota, hubungan antara warganya bersifat longgar, rapuh (gesellschaft), heterogen (baik keturunan, kepercayaan, keahlian, kesetiaan).

Masyarakat desa sangat kolektifistik. Masyarakat kota sangat individualistic.

Dari sudut pandang sosio-psikologi masyarakat, komunitas, bangsa tumbuh berkembang bergerak dari kolektifistik ke individualistic.

Sikap kolektifistik kuat di era peternakan, pertanian.

Sikap individualistic tumbuh berkembang di era industri, bank, perdagangan bebas.

Bank memfasilitasi yang kaya semakin kaya, memperlebar kesenjangan social ekonomi.

Bank biang kapitalistik, keserakahan, kerakusan. Ini dampak negatif dari industrialisasi,

Masyarakat Arab di akhir era jahiliyah di awal era Islam berada pada masa transisi, masa peralihan dari masyarakat desa (badui) ke masyarakat kota (madani).

Pada masa transisi ini tumbuh sikap mental kapitalistik, takatsur, lumazah. “Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya”. “Dia mengira bahwa hartanaya itu dapat mengekalkannya” (Simak antara lain QS 104:2-3, 89:20).

Islam datang antara lain menggugat sikap mental kapitlistik, menggugat lembaga riba (bank, rentenir). “Allah menghalalkan jualbeli (lembaga niaga) dan mengharamkan riba (lembaga riba, rentenir)” (simak antara lain QS 2:275-281).

Tiga hal yang merusak tatanan social ekonomi adalah sikap mental rakus, kikir, pongah.

Islam lebih menekankan pada perubahan sikap mental dari sikap mental kapitalistik (rakus, kikir, pongah) ke sikap mental kolektifistik (sederhana, pemurah, qana’ah, rendah hati).

Kondisi social masyarakat dapat disaksikan dengan kasat mata. Pemukiman rumah, bangunan mewah di tengah-tengah pemukiman rumah, gubuk reyot, kumuh. Lihatlah di kiri kanan jalan sepanjang Bandara Sukarno Hatta sampai gerbang tol masuk Jakarta.

Kebijakan pemerintah baik daerah maupun pusat tak pernah menyentuh berpihak kepada yang melarat (gelandangan, pengemis, pengamen, pemulung, kakilima), tak pernah memberikan fasilitas (infrastruktur) kepada yang melarat untuk meningkatkan taraf, harkat, martabat, derajat hidup mereka.

Kebijakan hanaya meningkatkan konglomerat semakin sbur-makmur, dan yang melarat semakin tergusur.

Pembukaan UUD-1945 mengamanatkan bahwa tugas pemerintah adalah untuk mencerdaskan, mensejahterahkan rakyat, bukan meningkatkan kesenjangan social-ekonomi rakyat, bukan menggusur yang melarat dengan berbagai alasan, seperti demi keindahan kota, dan lain-lain.

(BKS070671700)

1

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home