Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Monday, November 10, 2008

Menyoal pendirian
Semula berpendirian bahwa untuk dapat berlakunya hukum Allah sebagai hukum positip di tengah masyarakat butuh adanya suatu kekuasaan pelaksana. Karena itu perlu ada usaha, upaya untuk memperoleh kekuasaan itu. Barangkali pendirian ini mengacu (bertaklid) pada pendirian Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa negara Islam itu harus diadakan untuk terlaksananya undang-undang Islam (untuk melaksanakan hukum Qur:an, dan bukan untuk memusyawarahkan hukumnya).

Namun kemudian setelah beberapa kali melakukan kaji ulang (muhasabah), maka kini pendirian itu berubah seratus delapan puluh deraajat, bertolak belakang sama sekali. Kini terperangkap dalam pendirian bahwa kekuasaan (termasuk juga kekayaan) adalah anugerah Allah semata, hak prerogatif mutlak dari Allah, tanpa secuilpun campur tangan siapapun (disimak dari QS 3:26, 13:26, 16:71, dan lain-lain).

Perubahan pendirian ini bukan disebabkan oleh maraknya isu bahwa "tak ada negara Islam" dalam Qur:an dan Hadits. Tapi lebih bertolak dari visi dan persepsi tentang data sejarah. Reformasi yang terjadi belakangan ini pun semata-mata digerakkan oleh Allah, tanpa campur tangan manusia. Tak seorangpun, tak satupun kelompok yang menggerakkan reformasi.

Diantara Rasul, hanyalah Daud dan Sulaiman yang dianugerahi oleh Allah berupa kekuasaan (sebagai raja). Allah memberikan kekuasaan kepada Namruz, bukan kepada Ibrahim, kepada Fir’aun dan bukan kepada Musa. Allah memberikan kekayan kepada Qarun, bukan kepada Khidir. Allah memberikan IPTEK kepada Haman, dan bukan kepada Musa atau Khidir. Semuanya ada hikmah/rahasia yang tak dapat dipahami manusia. "Aku mengetahui apa-apa yang tiada kamu ketahui" (QS 2:30).

Baik Ibrahim, maupun Musa tak pernah berupaya menyusun, menggalang kekuatan, menggembleng dan mengerahkan massa untuk meruntuhkan kekuasaan penguasa, baik Namruz maupun Fir’aun. Bahkan Musa hanya berupaya menyelamatkan diri dan pengikutnya dengan menyeberangi Laut Merah untuk dapat selamat dari kejaran pasukan Fir’aun. Keruntuhan kekuasaan Namruz dan Fir’aun pun semata-mata atas iradat dan kodrat Allah tanpa campur tangan Ibrahim dan Musa. Semuanya sesuai dengan ketetapan Allah sendiri (disimak dari QS 35:43, 33:62, 48:23).

Bangkitnya Islam pun di Tanah Arab bukanlah atas usaha dan upaya dari sisa-sisa pengikut ajaran Nabi Ibrahim, tetapi semata-mata atas anugerah Allah yang telah menghadirkan Rasul-Nya Muhammad saw sebagai penggerak pertama di sana. (Dr Mushthafa as-Siba’I : "Sari Sejarah Dan Perjuangan Rasulullah saw", 1983:30, Dr Muhammad Said Ramadhan al-Buthy : "Sirah Nabawiyah I", 1992 :45-46).

Umar bin Abdul Aziz berubah dari pemuda glamour, foya-foyqa, pelesiran menjadi manusia zuhud (bukan hamba harta-dunia), bukanlah atas usaha keluarga, masyarakat, lingkungannya, tetapi semata-mata anugerah Allah, bukan mengikuti teori/hukum Stern, bahwa manusia itu ditentukan oleh bawaan/bakat dan milieu/lingkungan. Bawaan/bakat manusia itu mencakup kefasikan dan ketakwaan (disimak dari QS 91:8).

Masyarakat yang berada di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (yang hanya berlansung dua tahun dari 99 sampai 101 Hijriyah), itulah masyarakat yang benar-benar masyarakat adil dan makmur. Sayangnya tak tercatat dalam catatan sejarah bahwa masyarakat sebelum itu, yaitu masyarakat bani Umaiyah adalah masyarakat yang benar-benar masyarakat IMTAQ. Masih saja terdapat rahasia (faktor X) yang menjadi persyaratan terwujudnya masyarakat IMTAQ yang sempurna. Manusia tak pernah tahu waktunya (QS 7:34, 10:49). Yang sempat diketahui adalah bahwa masyarakat yang akan memperoleh keadilan, kemakmuran, berupa kemajuan IPTEK, keberkahan (QS 7:96), kebebasan dari bencana (QS 5:65), kekuasaan (QS 24:55), adalah masyarakat yang benar-benar masyarakat IMTAQ.

"Jika hamba-hamba-Ku ta’at kepada-Ku, Kujadikan hati raja-raja mereka penuh kasih sayang kepada mereka, dan apabila mendurhaka kepada-Ku, Kujadikan raja-raja penuh kemarahan dan kebengisan sehingga menganiaya mereka dengan siksa yang buruk. Maka jangan sibukkan dirimu dengan mengutuk raja-raja, tetapi sibukkan dirimu dengan dzikir dan berdo’a secara khusyu’ supaya Kulindungi kamu dari raja-rajamu" (HR Abu Nu’aim, Thabari dalam "Koreksi Pola Hidup Umat Islam", 1986:52, oleh Muhammad Zakaria al-Kandahlawi). Usaha yang wajib dilakukan adalah menyeru mengajak orang-orang untuk menjadi masyarakat IMTAQ.

Pendirian bahwa semuanya adalah atas iradat dan kudrat Allah secara mutlak, tanpa campur sedikitpun dari makhluk, pernah diberi cap/label/stigmatisasi sebagai pendirian "jabariyah". Tapi apakah ajaran Jabariyah itu termasuk pada ajaran kufur ? Apakah ajaran Jabariyah itu mengandung unsur syirik. Apalkah ajaran jabariyah itu bertentangan dengan ajaran Tauhid, yang mengajarkan bahwa tak ada satu pun sekutu (termasuk sekutu dalam kekuasaan) bagi Allah swt.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home