Jaya Suprana bicara Aritmatika Politik
“Meski presiden dipilih langsusng oleh rakyat, UU pemilihan presiden masih memaksakan tiap pasangan calon presiden harus didukung, bahkan resmi dicalonkan parpol atau gabungan parpol yang masih dipersulit klausa : yang memenuhi syarat”.
“Sedahsyat apa pun kemampuan, kepribadian, dan popularitas seseorang capres yang mengabaikan perhitungan aritmatika politik, demi menarik dukungan parpol atau gabungan parpol, dia akan sulit menjadi presiden jika tidak masuk babak final pemilihan langsung”.
“Meski sebutannya megah : Pemilihan langsung oleh rakyat, sebenarnya secara konstitusional parpol masil memiliki kekuasaan dan wewenang absolut untuk memilih dan menentukan siapa layak atau tidak layak dipilih langsung oleh rakyat”.
“Selama UU pemilihan presiden masih memaksakan capres didukung parpol atau gabungan parpol yang memenuhi syarat kuantitatif, rakyat harus rela untuk hanya menerima sisa-sisa capres yang telah dikunyah dan dicerna para parpol atau gabungan parpol”. (KOMPAS, Sabtu, 14 Maret 2009, hal 6, Opini).
Pemilu adalah persoalan politik, masalah Negara. Yang seyogianya ikut pemilu seharusnya adalah para pakar politik, pakar negara, setidaknya yang mengerti persoalan potik, masalah negara. Dengan demikian tidak semua warganegara harus ikut pemilu.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, mengatakan, DPT Pemilu 2009 telah mereduksi makna reformasi. Semestinya, memilih merupakan hak bagi setiap warganegara, tetapi dengan DPT seolah menjadi kewajiban warga dalam menentukan suara di dalam pemilu (KOMPAS, Sabtu, 28 Maret 2009, hal 15, Umum).
(BKS0903310730)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home