Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Saturday, January 05, 2008

Perbandingan antara mukmin dan kafir (QS 47:1-38)

Amal perbuatan (baik) orang-orang kafir dan yang menghalangi orang-orang dari jalan Allah (agama Islam) sama sekali tak ada nilai (baik)nya disisi Allah. Sedangkan amal perbuatan (baik) oang-orang mukmin dan yang mengerjakan perbuatan baik serta menerapkan ajaran Qur:an memiliki nilai (baik) disisi Allah. Nilainya berupa dihapuskannya nilai dosa, kesalahan, kejahatan dan diperbaikinya kondisi kehidupannya (QS 47:1-2).

Perbedaan penilaian tersebut disebabkan oleh akrena :

- orang-orang kafir mengikuti yang batil, yang salah, yang keliru.

- Sedangkan orang-orang mukmin mengikuti yang haq, yang benar, yang benar menurut Allah swt (QS 47:3).

Dalam suasana perang fisik orang-orang kafir itu harus ditebas, dibantai, dibabat.Bila orang-orang kafir itu telah mengangkat bendera putih, mengaku kalah, maka penebasan, pembantaian, pembabatan dihentikan. Orang-orang kafir itu ditawan. Dalam suasana damai tak ada lagi penebasan, pembantaian, pembabatan (QS 47:4).

Sebenarnya Allah bisa saja membinasakan, memusnahkan orang-orang kafir itu. Tapi Allah menghendaki orang-orang mukmin yang bergerak dinamis, aktif, kreatif menebas, membantai, membabat orang-orang kafir dalam perang fisik. Allah pun sebenarnya bisa saja mengIslamkan manusia seluruhnya. (simak antara lain QS 5:48, 10:99, 11:118, 16:93, 42:8). Allah menghendaki agar alam semesta ini menyaksikan siapa yang sebenarnya mukmin dan yang bukan. Nilai (baik) amal perbuatan syuhada, orang mukmin yang gugur dalam perang fisik terekam rapi. Mereka dibimbing Allah dan kondisi kehidupan mereka diperbaiki Allah. Mereka dimasukkan Allah ke dalam surganya Allah swt (QS 47:4-6).

Tuhan Tidak Perlu Dibela

Judul tulisan ini nyontek judul kumpulan tulisan Gus Dur yang semula dimuat di majalah TEMPO. Kunpulan tulisan itu memuat gagasan klasik Gus Dur (yang ditulis selang waktu tahun 1970an hingga 1980an). Ajakan Gus Dur untuk tidak usah membela Tuhan diserukannya pada pertenganan 1982 (KOMPAS MINGGU, Septembert 1999).

Allah, Muhammad, Qur:an, Islam sebenarnya tak memerlukan pembelaan. Allah bisa saja membela, melindungi semuanya tanpa bantuan siapa-siapa. Namun rahman dan rahim Allah menghendaki memberi manusia beban tgas dan kewajiban unuk membelaNya, nabiNya, kitabNya, agamaNya. Menugasi manusia agar mau aktif dinamis, bergerak berjuang melakukan tugas tersebut, menghasilkan kebaikan, berlomba-lomba menghasilkan kebaikan (simak antara lain QS 5:48, 16:93).

Allah sebenarnya bisa saja menciptakan dunia ini seperti surga, aman, tenteram, damai, sentosa, sejahtera. Tapi Allah menghendaki agar manusia itu sendiri aktif bergerak dinamis, kreatif menciptakan keamanan, ketenteraman, kesentosaan, kesejahteraan di dunia ini, bukan bersikap statis, pasif, apaatis. Dunia ini diciptakan Allah untuk perjuangan. Hasilnya nanti dipetik di akhirat.

Allah tak butuh siapa-siapa. Dalam pelajaran sifat duapuluh (sifat Allah swt yang duapuluh) disebutkan bahwa salah satu sifat Allah adalah “berdiri dengan sendirinya”. Salah satu acuannya adalah ayat QS 2:255 yang menyatakan bahwa “Allah tidak merasa berat memelihara keduanya (langit dan bumi)”. Di tempat lain (QS 6:14) dinyatakan bahwa “Dia (Allah) memberi makan dan tidak diberi makan”.

Dengan pikiran, pandangan picik, cetek, dangkal, memang ada ayat-ayat Qur:an yang secara sepintas, secara sekilas seolah-olah Allah itu butuh bantuan yang lain. Ayat QS 2:24, oleh orang-orang yang berpandangan picik, sontok seperti halnya Yahudi Fanhas dipandang bahwa Allah butuh pinjaman (kredit) (Simak asbabun nuzul ayat QS 3:181, 5:64).

Ayat QS 47:7 oleh orang-orang yang berpandangan seperti Fanhas akan dipandang bahwa Allah butuh bantuan, pertolongan, perlindungan, pembelaan. Beban tugas kewajiban untuk membela Allah, nabiNya, kitabNya, agamaNya bukanlah karena Allah tak mampu membelaNya, tapi hanyalah semata-mata karena itulah tugas yang harus diemban agar tampah terlihat nyata siapa yang sebenar-benarnya taat dan patuh kepada Allah dan siapa yang tidak (QS 11:7).

Semangat Status Quo

Di kalangan kita, semangat status quo sangat kental, sangat dominan. Selalu saja tampil dalam berbagai ujud. Di antara ujud semangat status quo ini berupa keinginan kembali ke UUD-45, keinginan kembali ke jaman orde baru.

Bernostalgia dengan UUD-45, dengan sistim presidensial. Di bawah sistim presidensial dengan UUD-45 stabilitas politik terjamin, gejolak politik terkendali, terpimpin. Pembangunan terlaksana.

Ujud nyata dari semangat kembali ke UUD-45, ke sistim presidensial berpaa Dekrit Presiden Sukarno 5 Juli 1959 yang membubarkan konstituante hasil pemilu yang demokratis, bersah, sah.

Akhir-akhir ini semangat kembali ke UUD-45 (tanpa amandemen) pun sangat deras arusnya. Argumentasinya, amandemen terhadap UUD-45 sudah kebablasan, terlalu berlebihan, over produktif. Semangat status quo bisa saja dikemas dalam berbagai bentuk.

Dari naskah UUD-45 secara eksplisit, secara tersurat, termaktub, bahwa UUD-45 tersebut hanyalah sebagai proposal, sebagai saran acuan, buakn sesuatu yang harus mutlak diterima secara penuh.

Dalam aturan tambahan UUD-45 disebutkan dengan tegas agar “Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Raakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar”. Bukan untuk mengessahkan UUD-45 tersebut. Tapi karena memang semangatnya semangat status quo, maka dicari-carilah berbagai alas an untuk membenarkannya.

Juga bernostalgia dengan jaman orde baru. Pembangunan terlaksana. Kebebasan bertanggungjawab terujud. Angka pertumbuhan ekonomi meningkat. Pemerintahan stabil. Meskipun sekali lima tahun ada apemilu, namun Presidennya, juga orang-orang Presiden tetap saja berkuasa sepanjang masa orde baru, selama 32 tahun. Pemilu boleh saja terselenggara, namun yang berkuasa tetap saja GOLKAR dengan Soeharto sebagai bigbossnya. Orang-oraangnya boleh saja gonta ganti, tapi selalu dari orangnya GOLKAR.

Mental kita ini sebetulnya bukan mental demokratis, mental horizontal, mental “liberte, egalite, fraternite”. Tapi mental kita ini tetap saja mental otokratis, mental vertikal, mental sumuhun dawuh”.

Sentra Kajian Islam Sinar Surya

Rencana aktivitas :

# mencari metoda menerapkan konstruksi banguan menurut perspektif Islam.

# mencari metoda memanfa’atkan bidang konstruksi untuk dakwah Islam.

(BKS0703301100)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home