Syari’at menciptakan umat unggulan
Syari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia menjadi umat unggulan, umat berkwalitas, umat yang dinamis, yang aktif, yang kreatif, yang sukses, yang berhasil, yang beruntung, yang tak merugi. Gemar akn amal positip, geram akan aml negatip. Berlomba-lomba berbuat kebaikan (amal shaleh, ihsan, khair, biir, makruf). Mendorong orang juga aktif melakukan kebaikan. Baik tidaknya amal perbuatan mengacu pada tuntuna Allah dan RasulNya, dan bukan semata-mata mengacu pada pikiran, pendapat, anggapan seniri. Unggul dalam segala bidang kehidupan. Catan sejarah menjadi saksi tentang hal itu. “Barangiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki mapun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami (kata Allah) berikan kepaanya kehidupan yang baik” (simak QS 16:97).
Ssyari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia agar mengakui, meyakini bahwa “Tak ada Tuhan selain Allah”. Tidak mempersekutukan Allah dengan yang lain. Tidak tunduk kepada yang selain Allah. Menghambakan diri hanya kepada Allah semata. Mengakui, meyakini bahwa “segala sesuatu itu atas kehendak Allah. Tak ada kekuatan keduali dengan pertolongan Allah” (simak QS 18:39).
Syari’at Islam membimbing, menuntun, memandu manusia untuk aktif melakukan perbuatan baik (amal shalih, ihsan, khair, biir, makruf) dan aktif mencegah perbuatan buruk (amal suuk, syaar, fujur, munkar). Merusak (ekonomi, sosial, budaya, politik), mengacau, termasuk ke dalam perbuatan buruk.
Dalam alQur:an surah Ali Imran disimak bahwa umat unggulan itu antara lain memiliki mentalitas, perilaku seperti berikut : beriman kepaa Allah, beriman kepada hari akhir, bertakwa kepada Allah, menta’ati aturan Allah, aturan Rasul Allah, aturan ulil amri, berlaku disiplin, memohon ampunan pada Allah, menjaga, memelihara jama’ah (persatuan), ukhuwah (persaudaraan), perdamaian (liberte, egalite, fraternite, membina rasa persamaan, sama-sama makhluk Allah), tidak menimbulkan perpecahan, kekacauan, kerusakan (alam ekonomi, sosial, budaya, politik), menerjakan perbuatan baik, membelanjakan harta pada jalan kebaikan, tak melakukan aktivitas riba (penggandaan harta), menyebarkan kebaikan, menyingkirkan kejelekan, saling memperhatikan, saling mempedulikan, saling menolong, saling melengkapi, saling mengisi, saling membantu, saling melindungi, saling menjamin, saling menanggung, saling mengingatkan, saling menasehati, saling bertaushiah, menyampaikan dakwah, melakukan amar bil makruf nahi ‘anil munkar, bermusyawarah-mufakat, berlaku sabar, tekun, gigih, profesional, berlaku lurus, benar, adil, jujur, amanah, tak melakukan provokasi, intimidasi, agitasi, prostitusi, monopoli, tak berwali pada orang kafir, selalu waspada terhaap lawan.
Syari’at Islam dalam pengertiannya yang sempit, mengandung hukum-hukum yang tegas (qath’I), yang tak dapat digugat lagi yang berasal dari alQur:an alkarim dan Sunnah yang shahih, yang merupakan prinsip-prinsip tetap, kaedah-kaedah umum.
Syari’at Islam dalam pengertiannya yang luas, tersebar dalam khazanah Fiqih Islam, bersifat zhanni (ijtihadi) yang diambil dari Qur:an dan Sunnah atau dari sumber lain, seperti ijma’ (konsensus), qiyas (analogi), istihsan, istishhab, mashalih-mursalah (Ahmad Zaki Yamani : “Syari’at Islam yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini”, Al-Ma’arif, Bandung, 1986:32-34).
Secara tematik/topik baku, syari’at Islam itu meliputi Rubu’Ibadah (Syahadat, Shalat, Shaum, zakat, haji), Rubu’ Munakahah (Syakhsyiyah, Keluarga, Perkawinan), Rubu’ Mu’amalah (Amwal, Perdata, Privae, Harta, Kekayaan, Ekonomi, Bisnis, Industri), Rubu; Jinayah (Anfus, Pidana, Publik, Politik, Militer, Jihad). Masing-masing rubu’ terseb ut, secara jurisprudensial terdiri dari hal-hal (ajaran) yang wajib, yang sunat (nafil, tathawu’), yang mubah/halal, yang makruh, yang haram.
Menurut Imam Ghazali (w505H), syari’at Islam itu berfungsi untuk menjaga, memelihara agama, nyawa, akal, nasab/keturunan, harta secara adil (Dr Musthafa asSiba’I : “Sistem Masyarakat Islam”, AlHidayah, 1987:141; Ahmad Zaki Yamani : “Syari’at Islam Yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini”, AlMa’arif, Bandung, 1986:42).
Syari’at Islam itu mencegah timbulnya kerusakan (kerusakan ekonomi, sosial, budaya, politik). Tak membiarkan munculnya bibit-bibit kerusakan. “Mereka (musjrik) mengajak ke neraka, sedang Allah mengajk ke surga dan ampunan dengan idzinNya” (simak QS 2:221).
Metoda syari’at mulai dengan melaksanakan hal yang wajib, serta menghindari yang haram, dan kemudian baru diikuti dengan melaksanakan yang sunat dan menghindari yang makruh. Cara, metoda yang ditempuh ulama fikih menemukan kaidah-kaidah ushul, prinsip-prinsip dasar secara berurutan : menela’ah sumber shari’at, merumuskan kaidah ushul, menyusun ketentuan hukum, memeriksa ketentuan hukum, merumuskan kembali kaidah ushul.
“Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tiddaklah sekali-kali boleh kita melepaskan cita-cita agar Hukum Allah tegak di alam ini, walapun di negeri mana kita tinggal”. “Kufur, Zhalim, ffasiklah kita kalau kita percaya bahwa ada hukum lain yang lebih baik dari hukum Allah” (Prof Dr Hamka : “Tafsir AlAzhr” VI, 1984:263, re QS 5:44-47).
(BKS0612200430)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home