Site Feed

Search Engine Optimization and SEO Tools

Monday, July 17, 2006

Segitiga kekuasaan Orla-Orba




1 Pada masa/zaman revolusi fisik (1945-1949) ada tiga kekuatan politik
(sospol) terpenting, yaitu partai-partai (parpol), Presiden (Soekarno),
dan tentara (militer).




2 Keruntuhan Sistem Demokrasi Parlementer (1950-1959) karena hanya
mengakomodasi partai-partai tanpa memperhitungkan tentara (militer) dan
Presiden (Soekarno).




3 Sistem Demokrasi Parlementer tak menguntungkan Presiden (Soekarno) dan
tentara (militer).




4 (Presiden (Soekarno) dan tentara (militer) bekerjasama menggusur sistem
Demokrasi Parlementer, demi kepentingan kekuasaan mereka, bukan demi
kepentingan rakyat.




5 Tumbangnya Sistem Demokrasi Parlementer adalah atas upaya konspirasi dan
kolusi tentara (militer) dan kegiatan politik Presiden (Soekarno).




6 Di mata Nasution (militer), UUD-1945 (konstitusi zaman revolusi) akan
membuka peluang bagi tentara (militer) untuk mendapatkan legalitas
berpolitik sebagai golongan.




7 Bagi Presiden (Soenarno), UUD-1945 itu membuka peluang bagi Presiden
memiliki kekuasaan yang luar biasa besarnya.




8 Kerjasama (konspirasi dan koalisi) Nasution dan Soekarno menghasilkan
Dwifungsi dan Demokrasi Terpimpin (1959-1965).




9 Pada zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965), kekuatan politik berada pada
Presiden (Soekarno), parpol (NASAKOM), dan militer (Nasution, Yani,
Soeharto).




10 Keruntuhan Demokrasi Terpimpin (1959-1965) karena tak mengakomodasikan
parpol yang anti komunis, dan militer yang anti komunis (Angkatan Darat).




11 Rezim Orde Baru didirikan tentara lewat Seminar Angkatan Darat II,
Agustus 1966. Tanggal lahirnya Orba masih kontroversial. Ada yang
mengemukakan tanggal lahir Orba 10 Januari 1966 (demonstrasi pertama
Tritura), 11 Maret 1966 (tanggal Supersemar), 31 A gustus 1966 (seminar AD
II yang merumuskan Orba), 23 Februari 1967 (penerimaan kekuasaan Jenderal
Soeharto) dari Presiden Soekarno) (Dr Asvi Warman Adam : "Pembantaian
1965", KOMPAS, Senin, 4 Desember 2000, hal 40).




12 Pada 1969 kekuatan pendukung Soekarno bisa menetralisirkan, sehingga
integrasi dapat selesai.




13 Pada awal rezim Orde Baru, kekuatan politik didominasi oleh tentara
(militer). Kini diperlukan PANDUAN SIKAP DEMOKRATIS BAGI MILITER.







14 Tahun 1974 muncul semacam "reservation" di kalangan perwira ABRI yang
cerdas dan berkepribadian untuk mengkaji kembali pelaksanaan fungsi
sosial-politik ABRI. Jenderal Widodo ketika amenjadi KASAD bersama
perwira-perwira cerdas seperti Jenderal Widjojo
Soejono, Jenderal HR Dharsono mengadakan Fosko AD (Foorum Studi dan
Komunikasi Angkatan Darat) untuk secara teratur membahas masalah
pelaksanaan dwifungsi ABRI dengan segala implikasinya.




15 Kritik muncul dari Seskoad lewat Fosko Angkatan Darat. Akibat dari
kritik itu, para purnawirawan menjadi korban, masa jabatan KSAD Jenderal
Widodo menjadi amat singkat. Demikian pula nasib para pensiunan Jenderal
di Kelompok Petisi-50. "ABRI tak dapat terus menerus dijadikan Herder bagi
kekuasaan". Apakah sikap dan tindakan ABRI lebih didasari oleh
kesetiaannya pada konstitusi dan kemashlahatan rakyat, ataukah pada
kepentingan permainan kekuasaan ? (REPUBLIKA, Kamis, 18 Juni 1998, hal 6
Tajuk).




16 Ali Moertopo adalah operator politik Soeharto untuk membereskan segala
hambatan kekuasaan yang dihadapi rezim Orde Baru dengan menggunakan OPSUS
(Operasi Khusus).




17 Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari 1974) pada dasarnya
adalah konflik antara Soemitro dan Ali Murtopo yang sama-sama loyal pada
Soeharto Ali Moertopo meladeni kepentingan Soeharto lewat sejumlah
rekayasa dengan memanfa’atkan operasi intel,
sedangkan Soemitro melakukannya dengan cara kelembagaan yang bisa
dikontrol lewat MABES ABRI dan Kantor Pangkopkamtib.




18 Setelah peristiwa Malari, rekayasa politik beralih dari garapan Ali
Murtopo lewat Opsus-nya menjadi bagian dari garapan ABRI. Peristiwa
Tanjungpriok, kasus Lampung, kasus Marsinah, Peristiwa 27 Juli 1996, Kisah
Penculikan, kasus Kopassus harus dimenger ti latar belakang garapan
rekayasa politik.




19 Keruntuhan rezim Orde Baru (1966-1998) karena tak mengakomodasi
golongan kritis, kaum intelegensia.




20 Hanya rezim yang mampu mengakomodasi semua kekuatan politik yang ada
(militer, sipil, parpol, yang akomodatif, yang kritis) yang berkemungkinan
stabil dan bertahan lama ? Kini perlu ditinjau kembali apakah militer itu
sebagai alat negara ataukah memper alat negara ? ABRI MEMPERSEPSIKAN
DIRINYA SEBAGAI KEKUATAN SOSIAL POLITIK>



21 Rakyat dan ABRI (kini TNI) itu berbeda. Misi pokok ABRI antara lain "to
kill or to get killed", menjaga dan mempertahankan keamanan negara
(wilayah, warga, penguasa) dari serangan musuh, baik dari dalam maupun
dari luar negeri.




22 Secara formal, konsep Dwifungsi ABRI dimatangkan dikembangkan dari
konsep "jalan tengah KSAD Mayjen AH Nasution pada November 1958.
Dimatangkan lagi dengan lahirnya doktrin "Tri Ubaya Cakti" (Seminar
Angkatan Darat I, April 1965), dan "Catur Dharma Eka karsa" (Seminar
Angkatan Darat II, Agustus 1966). Kemudian diperkuat dengan UU No.20 tahun
1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara, yang antara lain
menegaskan bahwa ABRI mempunyai fungsi HANKAM (kekuatan pertahanan
keamanan) dan "kekuatan
sosial politik", yang garis besarnya menempatkan ABRI sebagai dinamisator
dan stabilisator.




23 Pada 1967 mula-mula ABRI mendapat jatah 43 kursi dari 350 anggota DPR
(Salim Said : "Kisah Tiga Zaman", GATRA, NO.38, 8 Agustus 1998, hal
44-34).




24 Ketika Rapim ABRI di Pekanbaru 1980, Soeharto sempat ngomong jika perlu
dilakukan terhadap anggota MPR yang tidak sepaham dalam voting. Cara-cara
seperti itu terus terjadi di seluruh Indonesia dari Aceh samapi Timor
Timur (waktu itu). Di dalam buku bio grafinya, Soeharto mengakui
menghabisi preman lewat petrus (penembak misterius). Selama 32 tahun ABRI
diperalat oleh Soeharto. ABRI dengan disiplin militer (komando) hanya
sebagai pelaksana saja. Soehartolah yang bertanggungjawab. Demikian ungkap
Ali Sadi kin dalam suatu wawancara dengan MEGAPOS.


.


25 Kamis, 6 Agustus 1998 di Gedung Juang 45, Jakarta Pusat dideklarasikan
berdirinya Barisan Nasional. Barisan Nasional mengajak semua potensi
bangsa untuk bergerak bersama kembali kepada cita-cita perjuangan, seperti
tertuang dalam UUD-45, dan mengembali kan ABRI pada landasan yang fair,
yaitu bertugas untuk menjaga astabilitas dan keamanan negara, namun tidak
menghapus Dwifungsi ABRI. Para jenderal yang tergabung dalam Barisan
Nasional, antaranya : Kemal Idris, Ali Sadikin, Bambang Triantoro,
Harsudiono Hartas, Hoegeng Imam Santoso, Theo Syafe’i, Solihin GP, Kharis
Suhud. Sedangkan dari kalangan sipil : Subroto, Rahmat Witoelar, Sarwono
Kusumaatmadja, Hayono Isman, IB Sujana, Ny Supeni, Ruslan Abdul Gani,
Didit Haryadi. Target Barisan Nasional menghentik an kekuasaan Kabinet
Reformasi Habibie, dengan menyerukan penegakkan kebenaran dan pembasmian
kesewenang-wenangan (MEGAPOS, No.4, Th.I, Edisi 13-19 Agustus 1998, hal
10, Nasional).

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home